"Sekarang kau paham? Aku lelah dan sekarang sangat mendung. Pulanglah dan istirahatlah, kau butuh tenaga untuk menjelaskannya padaku besok," ucapku sedikit bergetar sembari pergi dari hadapan SeokJin.
"Tunggu— EunJi—"
Aku masuk ke apartemenku dengan sedikit berlari. Jangan mengejarku. Sekarang ini aku tidak sanggup berhadapan denganmu, SeokJin.
Begitu menutup pintu apartemen, aku langsung merosot jatuh. Kakiku rasanya sangat lemas. Aku tidak tahan lagi. Aku menangis. Sakit sekali. Dia bilang dia lebih baik daripada JiMin? Omong kosong. Dia bahkan jauh lebih parah daripada JiMin.
Malam harinya, aku menangis di atas kasurku. Kurasa sudah lama aku tidak menangis seperti ini. Bahkan langitpun sepertinya mengerti perasaanku saat ini. Buktinya? Lihat saja, hujan turun sangat deras saat ini. Menutupi suara tangisanku yang cukup keras.
🌧️
Paginya mataku terlihat sembab. Semalam aku menangis hingga akhirnya lelah dan ketiduran. Aku berusaha menutupinya dengan make up walaupun tidak maksimal namun sudah cukup menyamarkan mata sembabku.
Saat aku turun, SeokJin sudah ada di depan gedung apartemen. Aku berusaha mengabaikannya dan menahan perasaanku. Namun lagi-lagi, SeokJin berhasil menangkap tanganku. Aku menatapnya.
"Hari ini kau tidak usah berangkat kerja. Aku sudah mengijinkanmu. Ayo kita pergi ke tempat yang tenang untuk berbicara," ucapnya lembut sambil mengusap pipiku.
Di mobil kami berdua terdiam. Tidak tahu harus membicarakan apa. Lagipula aku juga tidak berminat. "Apa kau sudah sarapan?" tanya SeokJin padaku. Aku menggeleng pelan. "Kenapa?"
"Aku tidak lapar," ucapku singkat.
SeokJin menghembuskan nafas pelan. "Kau bisa sakit. Lihat sekarang kau sudah tampak pucat," ucapnya. Aku merasakan ada sedikit nada sedih.
"Apa pedulimu?"
"Tentu saja aku peduli, aku kan kekasihmu," ucap SeokJin yang nyaris membuatku menyemburkan tawa. Astaga itu lucu sekali. "Ada apa dengan matamu?"
"Mataku baik-baik saja," jawabku singkat.
"Tidak. Matamu tampak lelah. Apa kau tidak tidur semalaman? Kalau kau mau tidurlah di sini—"
"Sudahlah. Jangan bersikap pura-pura peduli padaku. Itu membuatku geli. Fokus menyetir saja," ucapku tegas.
Keheningan kembali menyelimuti mobil ini.
🌧️
Sekitar dua jam kami berada di perjalanan, hingga akhirnya kami tiba di sebuah danau yang sangat indah dan sepi. Sepertinya tempat ini masih sangat jarang dikunjungi. Ada jembatan di tengah danau, aku berjalan kesana dan SeokJin mengikutiku.
Di jembatan aku berdiri terdiam menatap danau. Hingga tiba-tiba SeokJin berkata "EunJi, dengarkan penjelasanku."
"Aku mendengarkan."
SeokJin menarik nafas dalam lalu menjelaskan "benar kalau aku dan MyoRi berpelukan. Dia sedang down. Kondisi mentalnya sedang tidak stabil. Jadi kupikir memeluknya akan memberi dia sedikit kekuatan."
"Lalu?"
"Foto yang berciuman—" aku menarik nafas siap mendengarkan. "—MyoRi mendadak menciumku. Hari itu dia menangis. Ternyata orang tuanya akan bercerai, jadi selama dua hari aku menemaninya. Sa-saat dia menciumku, aku sedikit terbawa suasana jadi aku membalas ciumannya sedikit—"
"Berarti kau tetap menciumnya kan?"
"Iya," jawabnya dengan nada menyesal. Aku menghembuskan napasku perlahan. Berusaha menahan emosiku.
"Minggu lalu, aku mendapat email dari Harvard University. Ternyata itu pemberitahuan bahwa aku diterima beasiswa untuk kuliah S2 disana. Awalnya aku sempat bimbang akan menerimanya atau tidak. Alasannya karena aku ingin berada disisimu kapanpun. Tapi setelah kejadian kemarin," aku menatapnya, "kurasa aku akan menerima beasiswa itu."
SeokJin menatapku dengan terkejut "jadi kau akan resign—?"
"Dengan kata lain, ya. Ini surat pengunduran diriku. Aku akan membereskan mejaku besok. Lusa pasti sudah selesai," ucapku sambil menyerahkan amplop yang berisi surat pengunduran diri.
"Tidak tidak. Jangan mengundurkan diri, aku membutuhkanmu," ucapnya. Dia tampak menahan air matanya.
"Kau masih bisa mencari sekretaris lagi. Masih banyak orang yang lebih berbakat daripada aku," jujur saja melihatnya yang seperti ini membuat hatiku sakit.
"Lalu hubungan kita bagaimana?"
"Hubungan kita sudah berakhir," ucapku sambil menatap matanya.
"Kenapa? Aku mencintaimu. Apa karena foto itu cintamu padaku goyah? Aku hanya terbawa suasana, ayolah EunJi," ujar SeokJin dengan nada memohon.
"Hanya katamu?" Aku tertawa miris. "Kau tidak tahu bagaimana perasaanku saat melihat foto itu? Kau berkata bahwa kau lebih baik daripada JiMin? Tapi apa? Kau sama saja dengannya. Bahkan kurasa lebih buruk," ucapku dengan menangis. Rupanya aku sudah tidak bisa lagi menahan air mataku. "Ba-bahkan kurasa aku tidak akan bisa melupakanmu. Kau pria yang baik, carilah seseorang yang lebih baik daripada aku."
Tiba-tiba hujan turun sangat deras. Hujan lagi. Aku sudah pernah bilang kan? Kalau hujan selalu saja muncul di saat-saat terendah hidupku. Aku menangis di tengah guyuran air hujan.
Tiba-tiba SeokJin memelukku. Dia mengusap punggungku perlahan. Kami berpelukan di tengah hujan. "Kapan kau akan berangkat?"
"Dua minggu lagi," jawabku pelan.
"Biarkan aku mengantarmu," ucapnya lembut.
"Tidak. Kita sudah tidak punya hubungan apapun. Mulai sekarang kita berjalan di jalan kita masing-masing tanpa mencampuri urusan satu sama lain," ucapku final.
"Maafkan aku, EunJi."
Aku kembali kehilangan orang yang kucintai di tengah hujan.
🌧️
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain [✓]
FanfictionKisah dua orang yang sama-sama membenci hujan karena alasannya masing-masing. Namun pada akhirnya mereka dipertemukan dan dipisahkan oleh hujan. "Hai tuan, perkenalkan namaku Lee EunJi. Namamu siapa?" "Apa urusanmu, nona?" [Kim Seokjin X OC]