Prolog

1.2K 44 5
                                    

Seorang pemuda dengan seragam putih abu abunya, berjalan ke arah seorang pemuda lainnya, yang sekarang sedang duduk di bangku pojok kantin.

Pemuda itu berjalan tidak hanya seorang diri. Ia ditemani seorang gadis yang juga seusia dengannya.

Gadis yang baru saja ia kenal 30 menit yang lalu. Sekaligus telah menjadi pacarnya sekitar 15 menit yang lalu. Keren kan? Tapi ini bukanlah rekor tercepat yang pernah ia buat.

Pria dengan senyum bertegangan 200 volt itu bahkan pernah berpacaran dengan seorang gadis ketika baru saja saling mengenalkan nama mereka.

Nggak usah kaget. Ini memang sudah menjadi ciri khas dan kebanggaan tersendiri oleh seorang Rafi Akbar Rajendra.

"Jir, udah punya aja nih Fi!" sergah Fariz -teman Rafi- sebelum Rafi sempat menduduki kursi didepan Fariz. Kemudian ia melanjutkan kembali makannnya tanpa mempedulikan jawaban yang akan Rafi katakan. Ia sudah tau apa yang akan Rafi jawab.

"Cogan mah takdirnya gini Riz" balas Rafi dengan sombongnya sembari menampilkan cengir kudanya. Itulah jawaban yang Rafi katakan setiap kali Fariz mengomentari percintaannya.

Setelah duduk, Rafi dan Siska -pacar baru Rafi- kemudian memesan bakso untuk mereka berdua.

Selang beberapa menit, pesanan mereka datang.

"Lo kenapa mau sama Rafi?" tanya Fariz tiba-tiba.

"Sirik aja lo nyet" umpat Rafi sebelum memasukkan suapan ke mulutnya.

Sebelum menjawab Siska tersenyum kearah Rafi. "Yah, gila aja gue kalau nyia-nyiain orang kayak Rafi"

Mendengar itu Fariz reflek tersenyum miring "Bego, malah lo yang bakal gila nantinya" ledek nya kemudian dengan suara yang nyaris seperti berbisik.

"Hah? Lo bilang apa?" ucap Siska karena ia melihat bibir Fariz sepertinya telah mengucapkan sesuatu tapi ia lewatkan.

"Nggak" Fariz menggelengkan kepalanya. "Semoga kalian tahan lama btw"

"Makasih"

"Cari pacar juga sono! Nanti lo jomblo sampe lumutan, gue nggak bakal sudi temenan lagi sama lo" ejek Rafi setelah terdiam cukup lama. Ia memang tidak suka makan sambil berbicara.

Setelah Rafi mengakhiri ucapannya. Rana - teman kelas siska memanggil gadis untuk kembali kekelasnya. Ada pengumumam dari wali kelas katanya. Gadis itu pergi setelah berpamitan kepada Rafi.

Selepas perginya. Pandangan Fariz lalu tertuju pada Rafi yang masih khidmat dengan makanannya. Ia memandang dengan pandangan penuh kelicikan. Lalu sedetik kemudian ia memukul mejanya tidak terlalu keras tapi mampu mengundang banyak perhatian orang orang yang ada dikantin.

Namun, Fariz dan Rafi sama sama tidak mempedulikan semua tatapan itu. "Lo belum insaf-insaf juga?!"

"Doain, lusa gue bisa insaf" jawab Rafi enteng.

"Fi, gue saranin lo tobat deh. Dosa lo udah segunung cuma gara-gara nyakitin banyak cewek tau nggak? Belum lagi dosa jahil sama temenlo? Dosa iseng sama guru? Dosa usil sama kakak kelas? Dosa.."

"Udah udah, nggak usah dilanjutin" larang Rafi. "Iya, santuy aja gue nggak gitu lagi kok" lanjutnya

Fariz lalu mengaminkan perkataan Rafi sekeras kerasnya.

Rafi memang adalah tipe playboy cap kadal. Dan Fariz sangat benci sikap Rafi yang satu itu. Sudah sering Fariz menasehatinya panjang lebar tapi hingga saat ini, tak ada yang pernah berubah dari Rafi.

"Makasih Mbak" Rafi mengambil 4 mangkok bakso lagi dari nampan mbak kantin.

Ini bukannya boros tapi mereka memanfaatkan sebuah kesempatan. Kebetulan hari ini Rafi membawa uang lebih, jadi dengan terpaksa Fariz juga memesan dua mangkuk untuk hari ini. Mumpung ditraktir kan?

"Riz" sahut Rafi

"Hmm"

"Boleh nggak ini yang terakhir?"

"Hah?" Fariz sama sekali tidak mengerti maksud pernyataan Rafi.

"Ini yang terakhir, boleh?"

"Bangke lo. Masa cuma gara-gara itu lo marah. Cewek banget" Rafi mengernyitkan dahinya mendengar reaksi Fariz. "Santuy-santuy aja nie, gue bakal ganti uang lo kok kalau lo nggak ikhlas. Gue nggak bakal nambah lagi, tenang aja" kesal Fariz.

Selepas Fariz menyelesaikan celotehnya, Rafi sontak tertewa sejadi-jadinya. Kenapa fikiran Fariz bisa sampai kesana. "Apaan sih. Nggak jelas. Bukan itu maksud gue, kalau itu mah lima mangkuk lo habisin, nggak masalah juga"  ucap Rafi masih dengan sisa tawanya. Kini ganti Fariz yang mengernyitkan dahinya.

Rafi lalu mencondongkan tubuhnya agar lebih dekat dengan Fariz seraya berbisik "Ini yang terakhir ya, gue deketin cewek"

"Siska?" tanya Fariz

Lalu dengan cepat Rafi menggeleng dan dengan santai ia menunjuk seorang gadis dengan rambut agak coklat sebahu dan tingginya kira kira sebatas dagu Rafi. Untungnya ia menunjuk dari belakang sehingga tidak membuat orang itu salah paham. Tapi tetap saja Fariz memukul tangan Rafi "Ish, gak usah nunjuk-nunjuk kali"

"Boleh nggak?"

"Fi kita udah SMA nggak usah lagi jahil dengan nyakitin banyak cewek. Fokus aja tuh dengan si cewek olim itu. Tapi sebelum itu cari tau namanya dulu" tutur Fariz dengan unsur meledeknya pada kalimat terakhir.

"Lah kok malah kesana. Itu mah cinta monyet, masih aja dibahas"

"Cinta monyet tapi ketahuan masih simpen fotonya, wajar nggak tu?" setelah mengucapkan itu Fariz mengulum biburnya kedalam, menahan agar tidak tertawa. Rafi memang pernah ketahuan menyimpan sebuah foto di kamarnya. Foto itu berisikan Rafi kecil dan seorang gadis kecil juga. Yang kemudian Fariz tau itu adalah teman olimpade Rafi waktu sd.

"Lebay amat sih. Gitu doang kok, lagi pula masa iya gue ketemu, apalagi sampe suka sama orang yang jelas jelas gue nggak tau siapa namanya" ucap Rafi memperjelas.

Fariz hanya menanggapinya dengan deheman. Lalu Rafi kembali menujukan pandangannya kearah gadis tadi yang masih berdiri di depan kasir. Bahkan ia masih memandangnya hingga gadis itu keluar dari kantin.

"Riz, gue cabut dulu" ucap Rafi, ia meletakkan uang lima puluh ribu diatas meja lalu sejurus kemudian ia berlari keluar kantin tanpa peduli ucapan Fariz.

"Mau kemana woy?!"

Yang terakhir? Lah bukan Rafi dong namanya. batin Rafi yang menyusul gadis yang ia tunjuk tadi.

***

The Fake First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang