"Gimana? Jadi minta nomornya si Fatin nggak?" tanya Darel. Sang ketua Osis di SMA antariksa Jaya ini. Sekaligus ia adalah teman Rafi dan Fariz dari kecil.
"Tanpa bukunya boleh?" kini mereka bertiga tengah berada di kursi pojok kantin.
Kemarin, buku karya John Grisham bukanlah atas inisiatif Rafi sendiri untuk membelinya. Ia dengan sangat terpaksa memenuhi syarat yang diberikan oleh Darel hanya untuk mendapatkan nomor telepon milik Fatin.
Berhubung Darel adalah ketua osis, jadi otomatis ia pasti mempunyai arsip biodata milik seluruh peserta didik SMA ini. Namun, sayang kemarin Rafi tidak bisa mendapatkan buku itu. Padahal toko buku kemarin itu adalah toko buku terakhir yang Rafi kunjungi, dengan kata lain pencarian Rafi selama 1 jam bahkan hampir 2 jam itu berujung sia-sia.
Tapi Rafi juga bersyukur, berkat ke toko buku itu ia jadi bisa bertemu dengan Fatin, tanpa sengaja.
"Lo kan ke toko buku kemaren" kata Darel, karena kemarin ia menelfon Rafi dan katanya ia berada di toko buku.
"Lo suka buku emangnya?" bukannya menjawab Rafi malah memberi pertanyaan lain untuk Darel.
"Nggak mungkin lah. Itu kado ulang tahun buat kakak gue"
"Oh kirain. Tapi makasih btw"
"Buat?" heran Darel
"Gara-gara lo nyuruh gue ke toko buku, gue ketemu sama Si Fatin" tutur Rafi sambil menyeruput es jeruk didepannya.
"Ada peningkatan?" tanya Fariz mulai membuka suara.
"Nggak ada sama sekali. Kecuali bisa denger suaranya termasuk peningkatan" jawab Rafi lirih.
"Segitu nggak pernahnya dia bicara ya?" Darel tidak habis fikir mendengar pernyataan Rafi barusan. Siapa sih cewek itu? Sampai suaranya pun langka orang dapatkan.
"Dia bisu kali" tandas Rafi
"Fatin.." Darel terlihat tengah mengetuk ngetuk pelipisnya, seperti orang yang sedang mengingat-ingat sesuatu. "Dari pencarian gue kemarin, em dia anak pengacara terkenal, bukan?" ungkap Darel agak ragu dengan info yang ia dapatkan
"SERIUSS?" seru Rafi dan Fariz bersamaan
"Kalau gue nggak salah ingat"
"Pengacara? Siapa namanya?" Rafi mulai antisias.
"Setiawan Abdi Ut.. "
"Sst!!" Fariz sontak memotong perkataan Darel ketika mendapati Fatin, orang yang sedari tadi menjadi topik hangat di perbincangan mereka, berjalan kearah mereka. Bukan, bukan kearah mereka, tapi akan melintas didekat mereka.
Rafi mengangkat alisnya, ia belum mengerti maksud dari raut dan tingkah Fariz, yang ada didepannya.
"Apaan sih?" tanya Darel yang juga dibuat bingung dengan ekspresi Fariz.
Darel sebenarnya melihat Fatin mendekat, karena ia duduk bersebelahan dengan Fariz. Namun, ia sama sekali belum pernah melihat wajah Fatin secara langsung. Hanya melihatnya di arsip biodata.
Ia tidak menyadari bahwa gadis yang berjalan membawa nampan itu adalah Fatin yang mereka bicarakan tadi.
Fariz reflek memukul keningnya. Masa ia harus teriak kalau Fatin, orang yang mereka gosipi sedang berada didekat mereka.
"Bicara napa?" seru Rafi, tentu saja, karena saat ini Fariz nyaris seperti orang yang terkena struk. Ia gelagapan ketika ingin berbicara. "Ya ampun, kok lo jadi bisu juga sih? Kayak si Fat.. "
"Sst" potong Fariz sekali lagi. Kali ini raut wajahnya benar benar seperti liat setan. Keringat mulai bercucuran dipelipisnya.
Lama-lama Rafi semakin gemes melihat tingkah Fariz seperti itu. Risih juga Rafi dibuatnya. Tidak tahan lagi, Rafi kemudian berdiri membalikkan tubuhnya kearah yang sedari tadi mata Fariz lirik.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Fake First Love
RomanceIni kisah Rafi yang telah menjadi cinta pertama seorang cewek di sekolahnya. Tapi cewek itu salah telah memilih Rafi sebagai cinta pertamanya, mengapa? apa yang dilakukan seorang Rafi yang ramah dan tampan itu?