Lima belas

117 15 0
                                        

Semua peserta kegiatan telah berkumpul di sebuah tanah lapang yang cukup luas untuk menampung mereka. Tempat itu dikelilingi oleh puluhan tenda yang telah selesai didirikan sejak 1 jam yang lalu.

Sekitar pukul 15 lewat pembukaan akhirnya dilakukan.

Semua peserta harus mempersiapkan mentalnya mulai sekarang.

Ini bukanlah kegiatan untuk bersenang-senang. Disini, mulai kedepannya mereka akan di uji entah melalui apa dan situasi bagaimana nantinya.

Semua siswa yang berbaris didepan panitia, sudah mulai membayangkan bagaimana nasib mereka nantinya. Apa mereka bakal sanggup?

Fatin, orang yang biasanya cuek dengan kegiatan-kegiatan seperti ini, saat ini mulai memikirkan bagaimana mentalnya nanti.

Ia takut tak bisa melewati semua ujian yang ada nanti. Takut kesehatannya tiba-tiba menghalanginya. Apalagi ia baru saja sudah sembuh.

"Jadi, kakak akan membacakan nama-nama anggota kelompok kalian. Dengar baik-baik. Tak ada pengulangan!" suara tegas nan lantang itu membuat banyak nyali mulai ciut. Belum juga dimulai.

Fatin pun sontak menjadi fokus dengan arahan panitia itu. Melupakan semua khayalannya. Ia baru ingat, anggota kelompok akan di rolling, dipilih random. Bukan lagi sesuai teman kelas mereka.

Sial, Fatin mana bisa berbaur.

Tangan Fatin mulai mengeluarkan keringat. Entah, mungkin ia takut bakal canggung dikelompoknya nanti.

Fikirannya mulai menarawang kemana-mana. Memikirkan kalimat apa yang akan ia keluarkan nantinya. Sapaan apa yang akan ia gunakan. Raut wajah yang bagaimana yang akan ia tunjukkan. Bagaimana kalau semua anggota kelompoknya jutek? Bagaimana kalau..

"Fatin Arista Utami" sontak ucapan itu membuat Fatin mendongkak ke arah panitia yang sedang membacakan nama anggota kelompok itu. Ow itu namanya. Jantungnya mulai berdetak kencang menunggu nama teman kelompoknya. Ia berharap Azmi atau Zalfa bisa sekelompok dengannya.

"Vania Alvaera" itu siapa? Oh No, Fatin nggak kenal.

"Azka Aulia Azmi" mendengar nama itu Fatin bersorak keras dalam hatinya. Seketika kekhawatirannya tadi menguap.

"Rafi Akbar Rajendra" Duar!! Fatin sontak membulatkan matanya. Belum juga ssemenit ia lega. Nasib memang belum berteman dengannya. Kenapa harus sama si kampret itu lagi?

"Fariz Gibrani" dan itu nama terakhir. Fatin lega, ternyata bukan hanya Rafi laki-laki dikelompoknya.

"Sekian. Itu kelompok terakhir. Setelah pembukaan ini silahkan kumpul dengan anggota kelompok kalian!" arahan dari panitia itu membuat Fatin malas, mengingat siapa teman kelompoknya tadi.

Akhirnya, setelah beberapa menit melamun membayangkan nasibnya kedepan, dengan langkah malas Fatin menuju ke kelompoknya yang ternyata sudah berkumpul. Azmipun sudah berada disana.

***

Disinilah mereka sekarang. Duduk mengelilingi api unggun. Malam ini belum ada kegiatan yang sepertinya menguji nyali mereka. Mungkin besok. Intinya mereka hanya harus mempersiapkan dirinya.

Seorang pria mulai memainkan gitarnya mencairkan suasana.

Mungkin itu kakak kelas mereka. Tapi Fatin tidak tau. Bahkan ia baru kali ini melihatnya.

Semua orang mulai bernyanyi mengikuti alunan musik yang keluar dari benda itu.

Entah ini hanya perasaan Fatin saja atau bagaimana, ia merasa sangat canggung disini. Semua orang sepertinya sudah akrab satu sama lain. Dan dirinya? Azmi dan Zalfa. Hanya itu yang bisa ia ajak ngobrol disini.

The Fake First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang