***
Bus yang membawa rombongan peserta dan panitia Ldk, berkisar lima bus.
Fatin menumpangi bus ke dua, yang untungnya Zalfa juga menumpangi bus yang sama.
Tapi sayang, kursi yang mereka dapatkan tidak berdampingan. Panitia telah menentukan kursi mereka masing-masing. Sehingga tak ada keributan lagi yang terjadi hanya gegara rebutan kursi.
Zalfa berada tepat dibelakang kursi Fatin. Itupun adalah hasil negosiasi diam diam Zalfa dengan Reisa, salah satu kenalannya di kelas sebelah.
Rasa khawatirnya terhadap Fatin, membuat Zalfa rela melakukan banyak hal. Ia tau Fatin orangnya susah bergaul, bahkan bisa dibilang anti sosial.
Zalfa tau apa yang dirasakan kawannya itu. Pasti kesepian.
Ia tau, karena adiknya adalah salah satu orang yang setipe dengan Fatin. Adiknya sangatlah pemalu, untuk berkenalanpun susah katanya. Hanya Zalfa tempat adiknya curhat. Tak ada satupun orang yang menjadi temannya.
Hingga, adiknya sempat ada niat untuk berhenti sekolah. Lebih baik di rumah dengan seorang kakak dari pada dianatara kerumunan orang, tapi tak satupun ada yang mengakui kehadirannya. Itu yang sering Zalfa dengar dari mulut adiknya itu.
Dan Zalfa tak ingin, hal itu terjadi juga pada sahabatnya, Fatin.
"Tak ada barang yang ketinggalan kan?" teriak kakak panitia yang sukses membuyarkan lamunan Zalfa akan adiknya.
"Nggak ada" ucap semua orang yang ada di bus serempak.
Bus pun melaju membelah jalan, menuju lokasi Ldk nanti.
Di dalam bus, Fatin hanya diam. Tepat di sebelahnya duduk seorang kakak kelas yang baru saja Fatin tau namanya, Lilis. Fatin bukanlah orang yang humble dan sepertinya ia juga bertemu dengan kakak kelas yang tidak banyak bicara, walapun Fatin tau Lilis itu orangnya ramah. Ia sering melihatnya di gerombolan kak Darel.
Fatin hanya akan membalas senyuman, jika memang kakak kelasnya itu menyapanya.
Sesekali Zalfa mengajaknya berbicara dari belakang, namun hanya dibalas deheman olehnya.
Awalnya Fatin sempat mendapat larangan dari keluarganya serta teman-temannya agar tidak mengikuti kegiatan ini. Katanya tubuh Fatin perlu istrahat, jangan dipaksa.
Namun Fatin tetap kukuh, bagaimanapun juga ini adalah tugasnya.
Walaupun memang kesehatan Fatin belum pulih sepenuhnya.
Bahkan saat ini Fatin merasa otot-ototnya sedang adu jotos di dalam sana. Badannya sangatlah sakit.
Ingin rasanya Fatin bersandar, dan telelap dalam mimpi indahnya. Namun apalah daya, kursi yang sekarang Fatin duduki tidak berada di dekat jendela.
Mau bersandar di bahu kakak kelasnya? Ya kali Fatin mau minjem bahu orang yang sama sekali belum ia kenal. Ingat, urat malunya Fatin tebal.
Ia memindai pandangannya ke sisi kiri. Bukan ingin melihat kakak kelasnya itu. Hanya ingin menatap jendela kecil di sebelah sana, yang sepertinya bisa dilihat meski duduk di tempatnya kini.
Mata Fatin yang tadinya terasa kantuk, seketika segar. Pemandangan di sekitar jalan yang mereka lalui sangatlah indah. Hamparan sawah dan kebun terlihat subur berlatarkan langit yang biru.
Tak ada lagi gedung gedung tinggi yang terlihat.
Tring!
Sebuah notifikasi dari ponselnya sontak membuat Fatin mengalihkan pandangannya dari pemandangan diluar sana. Beralih pada ponsel digenggamannya kali ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Fake First Love
Roman d'amourIni kisah Rafi yang telah menjadi cinta pertama seorang cewek di sekolahnya. Tapi cewek itu salah telah memilih Rafi sebagai cinta pertamanya, mengapa? apa yang dilakukan seorang Rafi yang ramah dan tampan itu?