chapter 2

4.7K 262 2
                                    

Jika waktu tak bisa diputar kembali
Maka akan ku pertahankan rasa ini
Sampai masa kini ku berhenti
Menanti...

*****
Tanaya menatap gadis itu. Apakah boleh dibilang tidur?. Begitu damai, walaupun wajah gadis itu pucat pasi. Jarum infus menembus pergelangan tangan mungil itu. Ingin Tanaya menggenggam jemari itu begitu erat, memberi kekuatan. Namun dia tak bisa. Tangannya kaku tak bisa bergerak. Baru seminggu lalu dia merasa bahagia. Dan seminggu lalu hari terakhir dia memeluk sahabatnya.

"Reyna... kamu harus bertahan!!!" lirihnya.

Tanaya tak bisa menahan tangis. Dia melangkah gontai menuju pintu kamar.

Koma. Satu kata meruntuhkan dunia Reyna. Satu kata buat Tanaya tak bisa bersuara. Satu kata memudarkan semuanya.

Bagaimana dengan cinta Reyna?. Apa kelanjutannya? Apa yang harus dilakukannya? Pertanyaan itu berjalan di benak Tanaya sembari berlari meninggalkan kamar Reyna dirawat.

Apakah janji diam masih berlaku untuknya? Diam tak beritahu pada Livian.

Bahwa disini.. di tempat ini.. ada cinta... ada gadis bernama Reyna... masih menunggu.
Menunggu..????
sampai berapa tahun Reyna menunggu?
Sepuluh tahun lagi?
Dua pulah tahun lagi?
Atau tak ada kesempatan untuk Reyna?

Tanaya semakin cepat berlari kearah pintu yang bertuliskan axit. Diusapnya air mata itu kasar. Sesak didalam buat dia tak bisa bernafas. Dengan tersengal-sengal, menghirup udara dalam-dalam. Sampai dia terbatuk parah. Reflek tangannya menepuk dada berkali kali.

"Taxi..." teriaknya parau.

*****
Ketukan pelan diluar buat Livian tersentak dari kesibukannya didepan laptop. Lembaran kertas diatas meja jatuh menimpa kakinya saat dia hendak menuju pintu kamar.

"Yooo... tumben keatas." Kelakarnya sembari menahan pintu. Agar si tamu tak diundang masuk.

"Minggir..." pungkas Tanaya. Mendorong pintu, dan duduk diatas tempat tidur.

Mata bulatnya menelusuri kamar. Dan berhenti dipunggung Livian. Pria itu mengetik sesuatu dikeybord laptop.

"Sibuk??" suara nyaring Tanaya memecah kesunyian dikamar yang tak terlalu besar itu.

Livian berbalik satu alis terangkat tinggi "ada apa? Kakak banyak kerjaan. Besok meeting dikantor. Kerja dipemasaran tak bisa main main." ungkapnya tegas didepan layar laptop. Livian kembali mengetik sesuatu.

Tanaya mendorong kursi dan ikut duduk disamping Livian.

"Kakak belum mandi?" dengus gadis itu sambil menutup hidung dengan menarik kerah baju keatas.

"sudah..kemaren." singkat. Gigi putih Livian terlihat saat mulut terbuka lebar.

Iseng, pria itu memiting kepala Tanaya dengan lengan, namun hanya udara kosong. Secepat kilat Tanaya berlari ketempat dia semula. Tawa Livian pecah dikamar itu. Sampai terdengar dari bawah.

Lebih sepeluh menit sunyi. Livian asik dengan pekerjaan tiada akhir. Sementara Tanaya asik dengan pikiran dan kebimbangan.
"Sekarang waktunya..." gumam gadis itu pelan.

"Terpikir untuk selingkuh...?" Tatapan tajam Tanaya buat dia tak gentar.

Pertanyaan itu hentikan segala kegiatan Livian. Mata hitam itu menatap tajam kearah gadis yang selama 23tahun selalu bersama-sama. Dia menggeleng tegas.

"Sok setia. Lagian kakak tak tau kan. Apa yang dilakukan Jenny disana. LDR melelahkan, membosankan. Kalian hanya saling bertegur sapa lewat skype, jelas jelas tak ada harapan. Kenapa harus pertahankan yang jauh disana, sedangkan yang dekat masih setia menunggu..." tegas Tanaya panjang lebar.

Kening Livian berkerut. Jelas terlihat bingung. Kepala Tanaya condong kedepan. Menatap Livian lekat lekat. Mata mereka terkunci.

"Mau bertemu cinta?" Tanaya menggelang tegas "Mau bertemu Reyna?"

"Siapa Reyna..?" tanya Livian cepat.

*****
Bersambung

Nb: terimakah udah baca.. foto referensi pihak ketiga. Diambil dari pintares. ☺

Reyna, How Are You (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang