chapter 15

2.1K 139 1
                                    

Mr. Richardson masuk kedalam kamar Reyna dengan gagah. Kedua rahangnya terkatup rapat, pandangannya lurus kedepan. Hak sepatu pentofel nya berkeletak keletuk diatas pualam mahal.
 
Jas yang ia kenakan disetrika licin seakan ujung ujungnya bisa menggores kulit saking runcingnya.
 
Walaupun tidak terlalu tampan menurut ukuran biasa Mr. Richardson yang berusia lima puluh tahun ini memiliki apa yang disebut koleganya sebagai daya tarik “seorang terpelajar” rambut coklat tebal yang mulai tampak beruban di sisir kebelakang tampak licin karena diberi minyak. Mata biru yang tajam menyelidik. Suara berat sekaligus menawan. Rahang kuat Nya tertutup jambang kiri kanan seolah ulat bulu merayap. Serta kumis tipis dibawah hidung mancungnya.

Perutnya sedikit buncit tapi tidak menggelepal namun tertutup dengan tinggi nya hampir 2 meter. Tampak sebagai pria paruh baya yang hobi berolahraga.
 
Mr. Richadson merengkuh Mrs.Paula seolah Mrs. Paula terlihat seperti anak kecil yang dipeluk beruang gizly namun Mr. Richardson melakukan dengan lembut dan penuh cinta.
 
Livian hanya berdiri termangu disamping tempat tidur Reyna. Jujur, dia sedikit takut dengan Mr. Richardson karena aura pria itu memenuhi seluruh kamar Reyna.
 
Mr. Richardson, Mrs. Paula dan seorang dokter muda tampaknya terjebak dalam obrolan panjang. Sesekali Mrs. Paula menyeka air mata dipipinya. Dan Mr.Richardson memijit pundak istrinya. Mereka menangis bahagia. Livian hanya mendengar samar samar pembicaraan mereka.
 
Setiap kasus koma seseorang Berbeda. Gerakan reflek, Respon verbal hingga Reaksi yang membuat orang koma Bisa menangis menjadi faktor penting dalam menentukan kesembuhan mereka.
 
Mereka bertiga menoleh kearah Livian, sehingga Livian gelagapan dilihat seperti itu. Padahal setiap presentasi semua orang diruangan kantornya lebih dari sepuluh menatapnya, tapi dia tak pernah segugup ini.
 
Mr. Richardson melangkah berat menghampiri Livian. Livian hanya berdiri kaku ditempat dia berpijak seolah kakinya sudah dipaku disana.
 
Tak disangka, Mr. Richardson memeluk Livian. Mengucapkan terimakasih berulang ulang. Mata yang tegas dan tajam itu terlihat basah. Luluh sudah image garang yang dibangun Mr. Richardson selama ini jika menyangkut anak semata wayangnya. Nyawa pun akan diberikannya.
 
Livian membalas pelukan hangat Mr. Richardson, beruntung dia rajin berenang Sewaktu kecil sehingga dia bisa mengimbangi tinggi Mr. Richardson.
 
“Siapa kau anak muda? Sehingga Reyna ku jadi seperti ini. Sungguh aku bahagia sekarang... lebih dua bulan dia hanya diam kadang kala dalam keadaan kritis. Tapi hari ini....” Suara Mr.Richardson tercekat.

Ia mengusap buliran bening yang jatuh dipipinya. Dan menggenggam kedua tangan Livian menjalarkan hangat tubuh Mr. Richardson. “Apa yang kau inginkan anak muda. Aku akan mengabulkan jika itu bisa membuat putriku sembuh, asalkan kau mau menemuinya...”
 
Livian menatap Mrs. Paula dan Tanaya yang berdiri disamping Mrs.Paula Dia bingung harus mengatakan apa pada Mr. Richardson.
 
Bersyukur bahwa Livian bukan tipe laki laki gila uang. Jika tidak, melihat kondisi finansial Mr. Richardson mungkin saja dia akan meminta dibelikan mansion yang sama besar dengan kediaman Mr. Richardson.
 
Mrs. Paula menyentuh lengan suaminya lembut. “Aku akan menceritakannya nanti..” ujarnya. Menyelamatkan Livian dalam rasa gugupnya. Seakan kau tengah diinterogasi oleh ayah mertuamu.
 
Mr. Richardson menepuk lengan Livian sebentar. “Siapapun kau nak.. aku sangat berterimakasih. Dan kau bisa menghubungiku kapan saja... Tawaranku selamanya berlaku untukmu nak...” setelah itu Mr. Richardson keluar bersama sang dokter. Mrs. Paula tersenyum kecil dan mengucapkan terimakasih, meninggalkan Tanaya dan livian.
 
“Apa kau gugup kak bertemu dengan calon mertuamu...? Kau tahu Mr. Richardson beruang diluar tapi hello kitty didalam.” Canda Tanaya memainkan alisnya.
 
Livian mengusap kedua telapak tangannya yang dingin. Yap, dia sedikit gugup.
 
“Kenapa kau tidak meminta mobil, rumah, apartement atau yang lainnya.. kenapa kau hanya terdiam disana. Seperti laki laki bodoh... Seperti bukan kau saja kak... hei, kesan pertama itu sangat penting...” tanaya semakin menjadi jadi mengisengi Livian.
 
“Yah, asal kau tahu. Aku diam karena memikirkan tawaran Mr. Richardson. Aku akan memberikan daftar panjang untuknya...”
 
“Waauuu. Kau serakah juga kak...”
 
Mereka tertawa bersama.
 
Tanaya memeluk Livian. “Terimakasih kak.. kau sangat berarti bagi kami... jaga Dirimu baik baik kak. Jangan sampai sakit...”
 
Livian tersenyum kecil dan melirik Reyna diatas tempat tidur. Dia semakin bertekat untuk mengenal Reyna dan semakin bertekat untuk lebih sering menemui gadis itu. Ya.. itu janjinya.
 
****
Interaksiku dengan kak Livian hanya di cafetaria jika diluar itu, saat kami berpapasan aku terlebih dahulu menyapanya. Apa aku dimata kak Livian sama dengan junior junior yang lainnya. Apa kak Livian ingat bahwa aku tahu nama kucing peliharaannya.
 
Ada apasih dengan kak Livian. Orang orang menyebutnya jenius.Tapi mengingatku saja tidak bisa. Apa dia secuek itu dan tidak peduli pada sekelilingnya.
 
Lalu, apa pentingnya buatku kalau kak Livian harus mengingatku.

Yah, mungkin aku ingin berteman dengannya. Menurutku dia laki laki yang baik.
 
Seperti saat ini aku sama mengantrinya dengan junior yang lain atau senior. Kak Livian selalu bertanya hal yang sama setiap harinya.
 
Menu siang ini ada steak, wortel, buncis, ikan tuna, kiwi, Apel dan Minuman manis isian jeli.

“Kau mau apa...?” Dia tersenyum kearahku dan bertanya dengan pertanyaan yang sama. Dulu aku senang mendengarnya, sekarang aku mulai bosan. Karena tidak bisakah dia mengingat kalau aku Vegetarian.
 
Aku menunjuk sayur dan buah. Dia tertawa dan sedikit mencodongkan kepalanya kearahku.

“Kau tahu, biaya makan disini saja mahal. Jika semua siswa sama sepertimu aku yakin sekolah ini bisa kaya." Dia kembali menarik kepala nya kebelakang seperti kura kura.
 
Aku tersenyum tipis. Tanaya dibelakangku juga ikut tersenyum. Tapi dia kembali menyembunyikanya saat kak Livian melihat kearahnya.
 
Kak Livian tak mendengarkanku. Dia meletakkan ikan tuna kenampanku. Aku menerimanya dengan pasrah. Biar nanti aku berikan pada Tanaya.
 
Aku melirik kearah Tanaya. Kak Livian memberinya dua, daging dan ikan tuna. Dia berkata pada Tanaya “Untuk masa pertumbuhanmu...”
 
Tapi Tanaya hanya diam saja, bahkan tak mengucapkan terimakasih. Hei, siapa saja yang melihat pasti juga tahu kalau kak Livian menyukai Tanaya.
 
“Kak Livian menyukaimu...?” Tanyaku saat kami sudah sampai dimeja. Tanaya tersedak Steak. Aku memberinya minuman manis isian jeli.
 
“Tentu saja tidak...”
 
“Lalu apa? Kenapa dia.... Heii kaaaaaauuu...” belum selesai aku bicara. Kejadian tiba tiba menimpa Tanaya. Ada yang menumpahkan minuman Jeli ke kepalanya. Dan turun membasahi seragamnya.
 
Aku ingin memiting kak senior yang tersenyum licik kearah Tanaya.
 
“Apa yang kau lakukan dengan adikku....” suara kak Livian terdengar marah di dekat pantri, berlari kearah kami, mimik mukanya antara terkejut, khawatir dan marah secara bersamaan.

Semua siswa melihat kearahnya dengan rasa yang sama terkejutnya denganku.

Apalagi Senior yang selalu menindas Tanaya sekarang wajahnya seperti mayat hidup.

Bersambung
*****
 
Terimakasih sudah baca ceritaku.
Jangan lupa tinggalkan jejak.
 
Padang, 10 september 2019
 
 
 
 
 
 

Reyna, How Are You (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang