chapter 22

2K 131 1
                                    

Mesin mobil Livian padam dan berhenti didepan gedung tingkat 7 warna bata. Dimana Jenny sang kekasih bekerja disana. Livian sengaja datang kesana tanpa beritahu Jenny. Sebagai kejutan juga, namun besar didalam hatinya dia ingin melihat dengan matanya sendiri apa yang diceritakan Tanaya sehari lalu.
 
Bukan karena dia tidak percaya pada Tanaya. Tapi lebih ingin membuktikan bahwa Jenny mengkhianati kepercayaannya.  
Sengaja dia mengambil cuty pada hari senin, pada jam sibuk sibuknya bekerja. Agar dia bisa melihat Jenny pulang dari kantor, hendak hati ingin membuntutinya terlebih dahulu.
 
Waktu sudah menunjukkan jam 5 sore. Itu tandanya sebentar lagi Jenny keluar dari gedung tersebut. Tapi sampai sekarang dia tidak melihat batang hidung Jenny.
 
Kaca jendela mobil sedan warna biru metalik Livian turun sepenuhnya. Lalu kepala Livian tersembul sampai leher. Pria itu Pandang kesana kemari. Mungkin saja dia meloloskan Jenny.
 
Lekas Livian menarik kepalanya kedalam sampai ubun ubunnya mencium bingkai atas jendela mobil.
 
“Shit...” Gerutunya.
 
Dia seperti itu lantaran melihat Jenny keluar diapit dua teman perempuannya. Dan mereka berpisah ditengah jalan. Livian melihat Jenny berhenti diditepi jalan seolah dia Sedang menunggu seseorang. Benar saja, tak berapa lama mobil sedan warna hitam berhenti didepannya. Lalu Wanita itu melebur dibawa mobil tersebut.
 
Livian tentu saja tak mau melewatkannya. Pria itu Mengikuti kemana mobil itu menuntunnya.
 
Mobil tersebut berhenti disebuah mall ternama diLondon yang berada dipusat kota. Dia melihat Jenny turun sambil bergandengan tangan dengan sorang pria. Dan, hei... Livian mengenal pria tersebut. Ben, dia adalah teman sejawat mereka waktu sama sama memperjuangkan semester akhir.
 
Livian masih mengkaji hubungan apa yang membawa mereka bergandengan tangan lalu saling rangkul. Livan turun dari mobil saat dilihatnya Jenny dan Ben berkelok masuk kedalam mall.
 
Dengan langkah lebar dan gesit Livian mensejejarkan irama langkah mereka agar tak ketinggalan.
 
Tangan kanan Ben tak pernah lepas dari bahu Jenny serta Tangan kiri Jenny tak pernah lepas dari pinggang Ben. Rasanya Livian ingin berjalan ditengah tengah mereka dan melayangkan cacian paling mengerikan didepan muka Jenny Dan tak lupa mengayunkan bogem mentah ke wajah Ben. Namun, pikiran dan kendali tubuhnya tak sejalan.
 
Terlebih jarak mereka tak cukup jauh. Disana Livian melihat Jenny sungguh bahagia karena bibirnya selalu terkembang dengan manisnya. Apalagi dilihatnya sesekali Ben mencium puncak kepala Jenny. Yang dia tahu beberapa bulan ini Jenny selalu menampakkan wajah memberengut kearahnya setiap kali mereka bersua.
 
Ya, dia seperti pecundang sekarang. Karena tak berani menghampiri sepasang kekasih yang dimabuk cinta tersebut. Pecundang kalah.
 
Apesnya sepatu pentofel Livian semacam membawa besi seribu ton. Berat rasanya untuk dia terus membayangi langkah Jenny. Livian merengkuh  separuh rambutnya. Frustasi. Ternyata selama ini Jenny menghancurkan kepercayaan mereka. Bahkan sekalipun dia tak pernah terpikirkan untuk mengkhianati Jenny. Lalu, kenapa Jenny tega menduakan cinta mereka. Remuk sudah hatinya.
 
Patah patah dia melangkah pulang seakan akan tungkainya meleleh  bak eskrim. Akan tetapi berhenti ditengah jalan, karena dia merenung didepan gerai perhiasan. Setidaknya dia pulang tidak dengan tangan kosong.
 
****

Dering bel flat Tanaya mengejutkannya. Gadis itu menghentikan keasikannya menonton serial Tv kesukaanya. Dia tidak menunggu siapa siapa dan jika itu Livian dia bisa masuk sendiri tanpa menyembunyikan bel. Nyle lebih tidak masuk akal, karena baru saja dia berbicara dengan Nyle lewat telpon. Karena mereka janji akan bertemu besok siang.
 
Tanaya melirik jam dinding waktu menunjukkan jam Dua belas malam. Nah, siapa malam malam berkunjung kerumah mereka. Apa, mungkin Annabella... tidak mungkin, karena sampai sekarang pun Anabella tak sudi menyapanya.
 
Lalu siapa?
 
Walau tak mendapatkan jawabannya, siapapun orang diluar sana. Setidaknya dia bukan hantu. Lucu saja bukan kalau hantu masuk ke dalam rumah menyembunyikan bel terlebih dahulu.
 
Tanaya tergelak sendiri dengan pemikirannya. Dia menyembat engsel pintu membuka kunci dan menyentakkan pintu coklat tersebut kearahnya.
 
Dia betul terkejut saat tubuh Livian tumbang mengenai kakinya.
 
“Hei.. apa apaan ini. Apa kau pingsan...?”
 
Aroma tubuh Livian begitu tajam. Alkohol lebih mendominan. Dan buntungnya pria itu sungguh berat.
 
Tergopoh gopoh Tanaya menarik tubuh kekar Livian dan menelantarkan tubuh tersebut diatas lantai dingin. Livian mengerjap dan matanya terbuka sempurna.
 
“Heiii.. selamat datang di neraka...” sapa Tanaya dengan cengir kuda.
 
Livian mengernyit dan menutup mulutnya, saat dirasakannya sesuatu naik ketenggorokannya.  Kocar kacir kearah toilet dan memuntahkan semua isi perutnya.
 
Hoeeekk...
 
Tanaya masih setia dibelakang Livian, memijit pundak kakaknya. Walaupun dia menutup hidung ditangan satu lagi.
 
Gadis itu menyerahkan handuk kecil dan segelas air putih saat dilihatnya Livian mulai membaik. Tenggorokan Tanaya tercekat padahal bibirnya gatal ingin bertanya apa yang terjadi pada kakaknya. Disaat mereka berjanji untuk tak menyentuh minuman beralkohol kecuali musim dingin.
 
Livian menyandarkan kepala disandaran sofa dan melepaskan jaket kaos yang sedari tadi menyatu ditubuhnya. Napasnya naik turun seirama dengan detak jantungnya.
 
Tanaya menggelesot disamping Livian dan memantau tindak tanduk Livian.
 
“Kau.. tampak kacau... seperti bukan kau saja...” ya, Livian tak pernah sekacau ini apalagi sampai mabuk.
 
Livian tergelak sendiri dan semakin bertambah gila. Tawanya mengelegar diseluruh kapasitas ruangan. Tanaya hanya geleng geleng kepala. Sampai Livian terdiam dan hei, sejumput air bening meluncur laksana seluncuran di pipi mulus Livian.
 
“Sepertinya masalah Livian cukup berat.” Pikir Tanaya.
 
“Apa kau mau menangis, bahuku ada disini...” ujar Tanaya menapuk bahu kecilnya.
 
Livian senyum canggung dan mengelus pucuk kepala Tanaya.
 
“Aku seorang pecundang. Yah, mungkin aku pria kurang perhatian. Atau tak cukup baik untuk Jenny. Aku melihatnya dengan seorang pria. Dan aku mengenalnya... semoga dia bahagia dengan Ben...”
 
Tanaya menggeram kesal dan Memutar bola matanya.
 
“Dia yang tak cukup baik untuk mu. Kau tahu, orang baik bersama orang baik juga. Kau, bahkan tak pernah mengkhianatinya. Kau, pria paling setia yang pernah ku temui. Nih ya, berselingkuh itu adalah pilihan. Jenny memilih berselingkuh dibelakangmu dengan segala konsekuensinya. Entah itu cacian, makian, atau pujian yang didapatnya. Menurutmu dia masih baik...?”
 
“Tidak, dia seperti itu karena aku kurang memperhatikannya. Mungkin, karena dia kesepian karena aku jauh dari sisinya”
 
“Wauu.. persetan dengan pikiran positifmu kak...” maki Tanaya. “Aku bersukur kau putus dengan cara seperti ini. Maksudku, jika kau tak melihatnya mungkin dia akan terus membodohimu...kau tak pantas untuk Jenny...”
 
Tanaya melihat Livian menutup mata. Rona mukanya terlihat Penat.
 
“Ayo, tidur dikamar. Tenangkan pikiran dan hatimu. Setelah itu, kembali seperti Livian yang aku kenal selama sebulan ini...”
 
Mata Livian langsung tersingkap, berpaling kearah Tanaya. Kedua alisnya mencuat naik.
 
“Sebulan Ini???”
 
“Ya.. kau bersemangat mengenal Reyna. Jangan karena masalah ini kau sekarang melupakannya...?”
 
Livian  lama tercenung. “Apa aku pantas untuknya. Jujur aku sedikit patah arang..”
 
Tanaya menerkam kesepuluh jemari Livian. Walaupun tampak besar dari jemarinya tapi dengan keras kepalanya Tanaya menautkan kesepeluh jarinya juga seolah tak ada yang bisa melepaskannya.
 
“Ingat, kau pria paling tepat untuk Reyna. Dan, aku yakin Reyna tak akan  mengkhianatimu. Percaya padaku..." Tanaya memasukkan kata kata itu dipikiran Livian  ibarat candu dan menghunjam tepat dimanik mata Livian dengan ekspresi lucu. Sehingga Livian tak bisa menahan tawanya.
 
“Oiya... aku membelikan sesuatu untuk Reyna. Hadiah ulang tahunnya nanti...” Livian mencari cari benda tersebut didalam saku celana levis yang dilekatkannya. Dan sebuah kotak panjang pipih seperti ponsel warna beludru coklat muda berpindah ketangan Tanaya.
 
Gadis itu memamerkan isi kotak tersebut. Sebuah gelang cantik berkilau terkena cahaya lampu.

 Sebuah gelang cantik berkilau terkena cahaya lampu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

 
“Wauu.. ini sangat cocok untuk Reyna. Lihat, kau tidak jatuh begitu dalam kak. Setidaknya kau mengingat Reyna ditengah jurang. Bahkan kau tidak membelikan hadiah untukku...”
 
“Oh, maaf...”
 
“Tidak Livian. Sungguh, aku senang kau mengingatnya Itu tandanya kau mulai menyukai Reyna...”
 
Livian membetulkan posisi duduknya. Sedikit tegap. “Tidak sesuka itu...” Jawabnya sungkan.

“Dari skala 1 sampai 10. Nomor berapa rasa sukamu kak...?”
 
“Apa? Kau menduplikat pertanyaanku..?” Livian berdiri dari duduknya. Dan hendak berjalan ke kamarnya.
 
“Jawab dulu dong kak... aku kan penasaran...” paksa Tanaya dibalik punggung Livian.
 
“Ada deh rahasia...” setelah itu Livian tertelan dibalik pintu kamarnya.

"Aku akan memaksamu sampai kau bosan...." kukuhnya.

Bersambung
****

Terimakasih udah baca.
Jangan lupa tinggalkan jejak.

Padang, 19 september 2019
 
 
 
 
 

Reyna, How Are You (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang