"Baru pulang adikku...?" Sapa Livian saat Tanaya masuk kedalam flat dengan wajah murung.Tanaya hanya terdiam sesaat, menatap Livian sekilas lalu berjalan gontai kearah kamarnya. Sebelum meraih kenop dia membalikkan tubuh kearah Livian. gadis itu menatap Livian tajam.
Livian tentu saja bingung, melihat adiknya seperti itu. Setelah diperhatikan mata Tanaya sedikit sembab.
"Hei.. kau akhir akhir ini sedikit aneh dan kau sering pulang malam..." Livian menyisir rambut dengan tangan. Karena dia habis keramas. "Aaaaah..." Livian menyatukan kedua telapak tangan, sehingga berbunyi..
Clap...
Seakan mendapatkan wangsit.. "Kau putus cinta ternyata.."Sebulir air mata jatuh kepipi Tanaya. Air mata yang ditahannya dari tadi. Livian menatap Tanaya bingung dan iba, berjalan mendekat kearah adiknya, hendak menyentuh bahu Tanaya namun gadis itu menghindarinya.
"Jika aku tau akan begini jadinya... lebih baik dia melakukannya sejak dulu.. cinta..?" Tanaya berdecak jijik. "Menyedihkan, bagaimana bisa dia mencintai pria seperti mu..." Tanaya berjongkok didepan pintu kamarnya. Buat Livian Terlihat bodoh.. "Sungguh kasihan, sahabatku yang malang..." sekarang isakan tangis Tanaya teredam lutut.
Livian hanya berdiri bodoh didepan Tanaya. Tak berusaha menenangkan tangisan adiknya. Dia hanya menunggu sampai mood Tanaya pulih, normal..
Lima menit memudian. Tanaya berdiri, dan masuk kedalam kamarnya.
Dia teringat kejadian dirumah sakit tadi. Reyna tiba tiba colab. Jantungnya bereaksi cepat, sempat dalam keadaan kritis. Hanya mukjizad yang bisa buat dia sadar kembali.
Selama disana, Tanaya terus berdo'a begitu juga Ken disampingnya. Pria itu menepuk nepuk pundak Tanaya. Dan berkali kali berucap sabar. Sabar adalah kunci dari keiklasan.
Livian masuk kedalam kamar Tanaya membawa nampan, berisikan sepiring bubble & squeak yang dibelinya direstoran langganan mereka lantaran Tanaya pulang malam serta segelas susu.
diatas tempat tidur Livian menatap punggung Tanaya sebentar meletakkan nampan diatas nakas.
"Hei.. kakak tak tau apa yang terjadi. Setidaknya makanlah sedikit. Jangan tidur dengan perut kosong." Dia sangat khawatir.
Punggung Tanaya berbalik, sehingga perlihatkan mukanya yang kusam, mata sembab dan merah. Hidung meler. sungguh dalam keadaan kacau.
Tangan mungilnya terangkat dan menyentuh pipi. Tampaknya gadis itu sudah merasa tenang, setidaknya itu yang ada dipikiran Livian. Adiknya menatap nampan diatas nakas dan kembali menatap Livian yang berdiri kikuk sebelah lemari pakaian.
"Apa aku harus memohon dulu kak.. supaya kau meluangkan waktumu untuk bertemu Reyna. Setiap ku tanya kau selalu menjawab tunggu... tunggu aku sedang sibuk, tunggu pekerjaanku menumpuk. Tunggu, tunggu..." Tanaya diam sesaat mengambil napas "Sementara bagi Reyna tak ada kata tunggu. Setiap menit bahkan setiap detik dia berjuang sendirian. Waktu menghukumnya kak." Tegasnya parau.
Livian mendekat kearah Tanaya dan duduk diujung tempat tidur. Nafasnya berat, pundaknya seakan ada yang mendudukinya disana.
"Kau tau Naya... Aku perlu penjelasan. Jangan mencecar ku. Jangan menyalahkanku!!! Aku orang asing diantara kalian yang tak tau apa apa. Kau tau itu.. ?" Livian menunjuk dadanya "Apa masalahmu? Apa yang menimpamu..? Kau tak pernah cerita kepadaku, padahal kita hanya berdua dirumah ini. Seharusnya kita saling mengandalkan satu sama lain bukan? Sejak kapan kita sejauh ini?"
"Sejak kau juga merahasiakan masalah pribadimu padaku" sela Tanaya yakin. Namun dia terus saja menatap lantai. Tak berani menatap mata Livian.
Hening yang begitu lama. Mereka hanya bicara didalam pikiran masing masing. Hanya bunyi
Ngiiing..
Dari mesin komputer Tanaya terdengar didalam kamar itu."Dia korban tabrak lari. Dokter bilang tak ada kemajuan. Otaknya mati, namun yang lain tidak. Raga tanpa otak.. itu sama saja dengan mati. Hanya seonggok daging yang bernyawa. Yaa.. mukjizad?? Dia menunggu mukjizad datang. Jadi kapan itu? Reyna tak ada waktu. Maka biarkan dia merasakan kehadiranmu walau hanya sekali." Kali ini Tanaya menatap Livian sendu.
Ternyata dari tadi Livian menahan nafas. setelah Tanaya bicara pria itu membuang nafas lega. Lega karena dia tau apa masalah yang menimpa Tanaya.
"Aku turut prihatin Apa yang menimpa Reyna. Sungguh." dia ingin tahu banyak tentang Reyna. Namun biarkan itu menunggu. Untuk mengenal Reyna biarlah waktu yang menjawabnya.
Genggaman jemari pria itu terasa hangat memeluk jemarinya.
Tanaya tau kakaknya tulus. Tersirat dari mata pria itu, pupilnya bergetar. Gadis itu ikut meremas jemari Livian beri kekuatan.
"Apa kau sangat menyayanginya Naya..? Melebihi Menyayangiku...?" Livian penasaran.
"Ya.. besar sayangnya sama. Namun dengan cara yang berbeda.." Angguk gadis itu. Serta melepaskan genggaman tangan mereka.
Livian tersenyum kecil. Diusapnya kepala Tanaya. Gemes.
"Kau tau.. saat kau menentangku hari itu perihal Jenny. Kau sungguh keren dimataku. Waaahh.. adikku sudah dewasa.. didalam hatiku sungguh takjub. Namun hari ini aku melihatmu seperti kau waktu dulu. Kau ingat?"
Mata mereka bertemu. Kenangaan lama melayang layang dipikiran mereka. Bagaimana mungkin Tanaya melupakannya. Saat orang tua mereka bercerai. Waktu itu masa kelam buat anak yang baru tumbuh dewasa.
"Hari itu kau juga menangis seperti ini... aku pikir kau menangis karena orang tua kita bercerai.. namun kau menjawab..?"
"Tidak, aku tak ingin pisah denganmu. Alex bilang jika orang tua kita berpisah. Saat itulah anak anak tak bisa memilih tinggal dengan siapa. Padahal aku ingin terus bersamamu kak.?" sambung tanaya menirukan gaya bicaranya dulu. Sedikit dimanjakan.
Mereka berdua tertawa. Sungguh kenangan buruk namun membawa mereka tetap bersama. Livian memeluk Tanaya serta mencium puncak kepala adiknya.
"Jadilah keren..?"
"Dewasa itu menakutkan."
Selang beberapa saat. Livian mengambil nampan diatas nakas dan meletakkannya diatas kasur namun Tanaya hanya melihat makanan kesukaannya itu.
"Bagaimana kalau besok siang kita kerumah sakit.."
Livian senang adiknya kembali riang."Apa tak apa apa? bagaimana dengan pekerjaan kakak?" Tanya Tanaya disela gelas susu.
"Besok aku senggang.."
"Janji.."
"Janji.."
Bersambung.
****
Nb: terimakasih sudah membaca karya keduaku.
Gambar referensi pihak ketiga
Diambil dari pinterees. Jangan lupa bintang dan comennt nya ya..
KAMU SEDANG MEMBACA
Reyna, How Are You (End)
Teen Fictionseorang gadis yang mencintai kakak sahabatnya dalam diam. hanya melihat dari kejauhan lebih dari tujuh tahun. Setelah menceritakannya kepada sahabatnya. terjadi hal yang merenggut seluruh kehidupannya. cintanya. dan sahabatnya. Ya koma.. reyna.. kom...