chapter 17

2K 135 2
                                    

“Wauuu.. apa kita menemukan harta karun...?”
 
Aku tak menyangka menemukan botol botol minuman keras diatas sana. Seingatku ada larangan membawa minuman kedalam asrama sekolah. Lalu apa ini hadiah natal yang diberikan sinterklas terlalu cepat.
 
“Apa ini pesta yang dimaksud Sonia..?”
 
Tanaya sama bingungnya denganku. Aku mengamati enam botol satu persatu, semuanya berbeda merek. Tapi terlalu mahal untuk ukuran anak sekolah, bahkan ada dua tiga botol yang diminum oleh Dad saat musim salju tiba. Atau mungkin mereka patungan membelinya. Aku tersenyum jail kearah Tanaya. Kulihat kening Tanaya berlipat dalam seolah dia tengah memakai masker berkeretak jika banyak bergerak.
 
Semua botol itu kujejalkan kedalam tas yang memang sudah ada didalam loker. Tanaya menyentak tanganku seketika.
 
“Apa yang kau lakukan Rey...?” Tanaya melihat sekeliling tampak cemas. “Kau tidak berencana meminum semuanya kan...?”  lanjutnya menatapku seolah aku baru keluar dari rumah sakit jiwa.
 
“Apa aku segila itu...”
 
“Lalu apa yang kau lakukan?”
 
Tanaya mulai panik saat melihat ku berjalan menenteng botol botol tersebut kearah timur.
 
“Ini kan dilarang... jadi aku harus membuangnya...”
 
“Apa kau gila.. lebih baik kita melapor sama kepala asrama saja...” ujarnya yang mulai berjalan mondar mandir dibelakangku. Kebiasaan yang harus kulihat untuk waktu yang sangat lama.
 
“Apa kau pikir kepala asrama tidak tahu...?”
 
Tanaya tampak heran. Dia bodoh apa polos sih. Aku gemes dengan Tanaya.
 
“Kau lihat saja, mereka menyembunyikan botol botol ini ditempat yang mudah ditemukan.. apa ini tidak mencurigakan...”
 
Tanaya mengangguk mengerti. “Aku tak mau ber urusan lagi dengan senior senior itu....”
 
“Tenang Naya, mereka tidak akan tahu kalau kau tutup mulut...”
Lagian apa benar ini milik para senior. Entahlah.
 
Tanaya melakukan apa yang ku katakan. Tanaya seolah olah mengunci mulutnya dengan menarik telunjuk dan ibu jari dari sisi kanan lalu kekiri disepenjang bibirnya, dan membuang kunci itu diudara.  Aku tertawa kecil melihat tingkah konyolnya.
 
Dia hanya melihatku, bau yang tidak sedap keluar dari botol tersebut saat aku membuka tutupnya semakin menyengat hidung saat membuang semua isi botol itu kedalam got saluran air diatas sana. Setelah semua botol kosong. Aku menaruhnya lagi didalam loker.
 
“Nah, mereka tidak akan curiga...”
 
Aku menggamit tangan Tanaya, dan kami berlari masuk kedalam Kembali. Dikoridor aku berpapasan sengan Sonia. Gadis itu menatap kami dengan kedua matanya yang seperti laser. Aku lebih baik tak memperdulikannya.

Tanaya tampak ragu ragu didepan pintu kamarku. Dan memainkan ujung piyamanya.
 
“Kau mau tidur dikamarku...?”
 
Dia menatapku dengan mata berbinar binar, seperti anak kecil mendapatkan sekantong permen dipermainan truth and dear dihari hollewen. Dia tersenyum senang. Masuk terlebih dahulu kekamarku.

Mudah sekali membaca pikiran Tanaya bagai buku terkembang.
 
Dia terlihat lucu.
 
****
Aku ditunjuk kak Aland menjadi Pothographi untuk lari 400meter putra. Siswa yang mewakili  sekolahku. Kak Livian salah satunya. Entah kenapa aku merasa senang. Karena ini pengalaman pertamaku atau karena aku bisa memotret kak Livian lebih leluasa. Yang pasti aku harus menunjukkan kebolehanku pada senior senior klub photographi.
 
Sekarang aku di dalam bus sekolah hendak menuju Ke stadion, bersama Senior yang akan memberikan dukungan untuk kak Livian serta guru olahraga yang bersangkutan. Dan Kak Aland yang duduk disampingku. Kami memilih duduk paling belakang terdiri dari 5 bangku saling berjejer.
 
Kak Livian berdiri dilorong jauh didepanku didekat peserta laki laki yang waktu itu kulihat berlatih bersama kak Livian, dia tidak duduk bagai pantatnya bisulan. Padahal kursi didepannya kosong.

Mereka terjebak pembicaraan seputar lomba lari yang akan mereka ikuti nanti. Nasehat nasehat yang diajarkan pelatih, mereka mendengarnya dengan seksama.
 
Entah kenapa aku suka melihat kak Livian tertawa saat ini. Sesekali Kak Livian Mengernyitkan hidungnya. Itu telihat lucu. Dan saat ia terlihat senang atau kaget matanya langsung melebar. Aku memotret nya diam diam. Dan melirik kearah kak Aland, pria itu juga terjebak obrolan panjang dengan senior lainnya.
 
Aku masih memandangi Kak Livian, dan mencermati gerak geriknya dari hal terkecil sekalipun. Saat dia memainkan ujung bajunya. Hei, itu mengingatkanku dengan Tanaya.
 
Sesekali kak Livian menoleh kearahku. Aku menganggukkan kepala dan tersenyum kearahnya. Sialnya, dia hanya menoleh saja tanpa membalas senyumku. Yah, aku sudah terbiasa dengan sikap cueknya. Dan mengganggap itu salah satu keanehan kak Livian. Setidaknya dia tidak suka tebar pesona.
 
Kami sampai di stadion olahraga Yang boleh digunakan untuk acara olahraga apapun.
 
Cukup ramai jika digolongkan hanya lomba antar sekolah. Semua membawa sporter masing masing. Aku, pelatih dan kak Aland berdiri ditepi lapangan. Senior lainnya duduk ditempat duduk stadion.
 
Kak Livian dan Joy setelah ku tahu namanya dari kak Aland melakukan pemanasan di tengah lapangan lari.
 
Kak Aland meng intruksiku untuk memotret apa saja. Dan aku melakukannya. Walaupun fokusku sepenuhnya terarah pada kak Livian.
 
Sepuluh pelari bersiap dan pistol telah dibunyikan di udara. Di star pertama Kak Livian memimpin dibaris kedua. Setengah berlari hampir 100 meter Kak Livian hampir menyusul pelari didepannya. Sekarang mereka berlari bersisian. Aku tak menyangka kak Livian sejago ini. Jika dia menekuninya mungkin dia akan menjadi pelari profesianal.
 
Jantungku hampir terlempar keluar dari tulang rusakku saat ku lihat kak Livian hampir terjatuh namun bisa menyusul pelari didepannya. Sekarang kak Livian memimpin perjalanan lari. Sedikit lagi kak Livian sampai digaris finis.
 
Semua seporter tak henti hentinya berteriak dan memberikan dukungan untuk Peserta lomba lari.
 
“Kak Livian semangat..”
 
Aku juga sama menyoraki kak Livian, dan saat ia sampai digaris finis. Aku berhamburan memeluknya. Walaupun badannya penuh dengan peluh dan napasnya ngos ngosan. Namun wajahnya terlihat bahagia.

Dia tidak membalas pelukanku, namun tersenyum kecil kearahku. Kak Livian diberikan minum oleh pelatih Dan digiring kearah panggung. Untuk menerima tropi dan hadiah uang.
 
Sungguh aku bahagia, dan sialnya jantungku tak berhenti menari tango.
 
“Heiiii.. selamat ya...”
 
Kak Livian menerima uluran tanganku. Matanya berbinar binar walaupun wajahnya tampak lelah berlari dan bibir sedikit pucat. Dia menatapku lama.
 
“Terimakasih.... maaf, siapa namamu..?” Dia menanyakan namaku dideru napasnya.
 
Dan aku merasakan kupu kupu mengepak diperutku.
 
“Nama ku Rey...”
 
“Livian ayo kesini....”
 
Belum selesai aku memperkenalkan diri, kak Livian dipanggil pelatih dan berlari menjauh tanpa mendengar nama Lengkapku.
 
“Reyna... namaku Reyna. Aku harap kau mengingatnya...” aku berteriak didbelakang punggung kak Livian ada dua meter jauhnya. Dan aku berteriak ditempat seramai ini.
 
Pria itu membalikkan badan dan melihat kearahku namun tetap berjalan disamping pelatih seolah berjalan mundur. Dia mengacungkan troli ditangannya tinggi tinggi Dan bibirnya terkembang.
 
Apa artinya itu. Dia mendengar namaku...?
 
Bersambung
*****
Terimakasih ya udah baca.
Jangan lupa tinggalkan jejak.

Padang, 13 september 2019
 
 
 
 
 
 
 

Reyna, How Are You (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang