“Waaaah...”
Mulut Tanaya terbuka lebar, mengerling kearah Nyle, bahwa feelingnya benar.
setelah dirasanya jarak pandang mereka tidak terlalu dekat. Nyle dan Tanaya ikut masuk kedalam hotel tersebut. Mereka tidak bergerak menghampiri Jenny tapi memperhatikan gadis itu dari seberang ruangan dengan keheningan seekor burung yang cemerlang.
“Ambil koran itu..” ujar Tanaya menyuruh Nyle mengambil koran diatas meja dilobi hotel. Mereka duduk menyilang diatas sofa dengan Tanaya menyembunyikan muka dibalik koran. Karena Jenny dan teman prianya sedang berbincang dengan reseptionis hotel.
“Apa mereka mau menginap disini... wauu, Livian harus tahu ini.” senang Tanaya berbisik ketelinga Nyle yang duduk disebelahnya. Jarak mereka hanya setipis kabut. Nafas Tanaya menyapu telinga Nyle. Tengkuk pria itu bergidik dan menggeser duduknya sedikit menjauh. Mungkin Tanaya tak menyadarinya bahwa telinga Nyle sedikit memerah.Kening Tanaya berkerut dalam melihat tingkah Nyle. Dulu dia tak pernah segugup ini. Bahkan mereka pernah saling rangkul.
Manik mata abu abu Tanaya menuntut meminta jawaban. Karena ia tak mau melihat kearah Jenny sebab wanita itu tengah melihat kearah mereka duduk.
Kepala Nyle tertarik kebelakang kearah Reseptionis, seolah punggungnya di semen bila digerakkan akan berderak.
“Mereka berjalan kearah belakang tuh...” Jelas Nyle cuek.
Saat Tanaya ingin mengikuti. Nyle mencekal pergelangan tangannya dengan kuat namun tak sampai meninggalkan jejak.
“Heiii... kita tunggu disini saja, kau tau Mereka kemana...?"
Kepala Tanaya menggeleng pasrah, karena ia tak pernah masuk kehotel tersebut.
“Restoran diHotel ini... kayaknya kita keliru menuduh wanita itu. Mereka mungkin... yah.. berteman...” bahu Nyle terangkat sesaat.
Tanaya melemaskan otot punggungnya. Pipinya mengembang bagai ikan buntal.
Saat gadis itu bergerak ditempat duduknya telapak tangan Tanaya tak sengaja berada diatas punggung tangan Nyle.
Mereka sama sama menoleh. Mata mereka terkunci cukup lama. Dan sama sama menarik tangan mereka. Salah tingkah.
“Shit ...” umpat Tanaya dipikirannya. Dia tak pernah seperti ini. Jantungnya berdetak cepat seolah ribuan godam memukulnya.Apa yang salah dengan hatinya..
Pipi gadis itu semerah tomat, cepat cepat Ia mencampakkan muka kearah lain. Tak ingin dilihat Nyle.
Kurang lebih 10 menit mereka menunggu Jenny keluar. Namun sampai Lobby. Jenny bersalaman dengan si pria, serta Pria itu mencium kedua pipi Jenny berjalan mantap kearah Lobby. Sedangkan Jenny balik badan menuju lift. Sampai menghilang kedalam lift.
“Ayo kita pulang...” ajak Nyle kemudian.
Tanaya masih mematung ditempatnya. Hari ini tak membuahkan hasil sama sekali. Rasa senangnya hanya sebentar. Lantaran ia tak mendapi Jenny selingkuh di belakang Kakaknya. Mungkin saja pria itu teman kerjanya.
Tanaya mengangguk cepat dan berjalan gontai kearah pintu keluar.
*****Ada sesuatu yang aneh dalam ekspresi Tanaya, seolah dia sedang menyembunyikan sesuatu, tetapi ekspresi itu lenyap bahkan sebelum Livian tak yakin ada disana.
Sekali lagi gadis itu melihat kearah Livian yang sedang duduk didepan tv.
Gadis itu berdiri didekat lemari yang menghubungkan dapur dengan ruang Tv. Lima menit lalu dia pulang kerumah dengan kepala tertunduk lesu. Berjalan kearah lemari es dan meminumnya langsung dari botol.
“Ada yang ingin kau bicarakan Naya.?”
Tanaya malah menatap Livian kemudian berjalan kearah Livian. Sedikit menghempaskan bokongnya keatas sofa sehingga Sofa tersebut bergeser. Bau tubuh Tanaya campur aduk antara vanila dan sedikit bau garam. Karena tercampur peluh sebab gadis itu belum mandi serta belum berganti pakaian.
Otot-otot di kedua lengan LIvian melemas ketika ia menumpukan siku pada sandaran kursi.
Matanya tertuju kearah Tanaya. “Mandi Sana.. Anak perempuan kok malas mandi..” gelaknya dan meneruskan dengan mencubit pipi adiknya.Tanaya mengelus bekas cubitan Livian sedikit memerah.
“Kapan Jenny kesini..?” Tanyanya kemudian setelah lama terdiam.
“Besok...” jawab Livian singkat.
Tanaya memiringkan kepalanya menatap Livian. Kedua alisnya terangkat sampai sebatas poninya.“Kau yakin...?” Selidiknya sekali lagi.
“Aku yakin.. karena tadi siang dia meneleponku...”
Kening Tanaya berkerut samar. “Nah.. kenapa dia berbohong pada Livian...” pikir Tanaya.
“Kenapa..? Kau ingin Aku tak menemuinya..?” Livian balik menatap Tanaya. Mencari jawaban pada raut muka gadis itu. Mata Tanaya terlihat lelah.
“Apa kau akan mendengarkanku.. Jika aku melarangmu...?”
“Tidak...” sela Livian cepat.
Tanaya tergelak. “Ya sudah.. jangan menyesal ya.” Jawab gadis itu penuh arti, dan berjalan kearah kamarnya.
Gadis itu menyembulkan kepalanya dibingkai pintu macam kura kura.
“Kau tahu Kak.. jangan terlalu mempercayai seseorang. Dikhiati itu menyakitkan..” Setelah berbicara gadis itu menutup Pintu. Meninggalkan Livian dengan berjuta pertanyaan.
Setelah beberapa lama. Tanaya keluar dari kamar. Handuk putih tersampir dibahunya serta baju bersih ditangan kanannya. Livian hanya memperhatikan gerak gerik Tanaya, bahkan saat gadis itu menghilang dibalik pintu kamar mandi.
Livian masih dalam keadaan penasaran. Apa maksud semua yang dikatakan Tanaya. Pria itu berjalan kedapur mengambil air mineral didalam lemari es. Kembali lagi kearah sofa dengan sebotol air mineral digenggamannya.
Pria itu mengambil hp diatas nakas dan menekan tuts layar hpnya. Lalu membawanya kearah telinga kanan. Dibalik telepon suara operator menyele suara Tv.
“Shit..” umpatnya pelan
Karena didapatinya nomor Jenny tak aktif.
Tanaya keluar sudah mengenakan kaos katung celana treining, handuk putih tadi melilit kepalanya.
“Apa kau menyembunyikan sesuatu..?” Tanya Livian dengan rasa penasaran yang memuncak.
Tanaya menghentikan langkah didepan pintu kamar. Menatap Livian lama.
“Aku tidak yakin...” jawabnya ragu ragu. Menimang nimang apa dia harus mengatakannya pada Livian. Lantas apa yang terjadi setelah dia mengatakan semuanya. Apa Livian akan meninggalkan Jenny. Disaat ia tak yakin apa hubungan Jenny dengan pria tersebut. Ia tak mau jadi alasan putusnya hubungan Livian dengan Jenny.
“Tidak penting...” tukasnya kemudian. Dan masuk kedalam kemarnya.
Tak berhasil mencari jawaban pada Tanaya. Pria itu mematikan Tv dan berjalan kearah kamarnya.
Dia menghempaskan tubuh diatas tempat tidur dan sekali lagi mencoba menghubungi Jenny. Namun masih sang operator yang menjawab teleponnya namun saat ini nomor tersebut sedang sibuk.Saat pria itu menaruh Hp diatas nakas sesuatu jatuh diatas ubin karena terdorong tangannya.
Livian melongokkan kepala kebawah, kearah benda tersebut. Dagunya menekan tepi tempat tidur.
Sebuah diari berwarna abu abu itu terkembang diatas ubin.
Hai.. ini diari pertamaku.. sungguh aku merasa gugup untuk memulai dari mana. Bahkan aku tak tau kenapa aku menulis diari disusiaku beranjak dewasa. Maksudku.. aku sekarang kelas 10. Bahkan usiaku saja sudah hampir beranjak 17 tahun mei mendatang....
Livian membaca kalimat-kalimat di kertas pertama. Curhatan hati khas anak remaja.
Tangan pria itu terulur dan membawanya mendekat sampai kedadanya. Sekarang posisi Livian mengadah keatas, diangkatnya Diari itu setinggi mukanya, dan membolak balik diari tersebut sedikit berminat.
Saat tangannya hendak membuka kertas kedua. Hpnya berbunyi nyaring.
Disana tertera Jenny calling. Bibirnya terangkat. Menghentikan gerakan tangannya.
Bersambung
****
Terimakasih udah baca.
Jangan lupa tinggalkan jejak.Padang, 3 september 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Reyna, How Are You (End)
Teen Fictionseorang gadis yang mencintai kakak sahabatnya dalam diam. hanya melihat dari kejauhan lebih dari tujuh tahun. Setelah menceritakannya kepada sahabatnya. terjadi hal yang merenggut seluruh kehidupannya. cintanya. dan sahabatnya. Ya koma.. reyna.. kom...