#3 Butik

126K 12.1K 444
                                    

Bukan Aku yang Dia Inginkan

"Dia seolah seperti bintang yang sulit digapai. Namun, begitu takdir berkata, dia yang tidak mungkin kini menjadi mungkin untuk kugapai."

Aiza Humairah

Karya storyhusni_

###

Aiza menatap pancaran cahaya matahari yang tertutup awan, angin sepoi-sepoi berhembus kencang seiring awan kelabu yang mulai menggumpal. Dari arah barat terlihat sekali awan gelap sudah siap turun mengguyur bumi dengan lebat.

Aiza tersenyum samar. Sayang sekali, cuaca tidak seirama dengan hatinya yang secerah langit biru yang perlahan sudah tertutup awan kelabu. Aiza menunduk, menatap jari di tangan kanannya. Ada cincin manis yang terpasang indah di sana. Aiza tersenyum lebar mengingat khitbah malam tadi. Hatinya kembali berdesir.

"Senyum aja terus sampai tua." Aiza tersentak. Menyimpan cepat-cepat jarinya yang tersemat cincin.Aiza menghela nafas kecil setelah melirik Fani yang kini duduk santai dihadapannya.

  Semoga saja Fani tidak melihat.

"Ucapin salam gitu, Fan," ingat Aiza menutup buku pelajaran yang dibacanya. Buku itu tidak di bacanya sama sekali dari tadi. Aiza hanya sibuk tersenyum sepanjang waktu.

"Assalamu'alaikum Aiza." Fani tersenyum manis, bahkan terlampau manis hingga membuat Aiza memutar mata malas setelah menjawab salam.

"Ih balas senyum manis gitu, Za. Gue udah manis gini kayak gula, lo responnya kayak gitu," kesal Fani. Begitulah kalau dia yang dibikin kesal, pasti protes. Giliran Aiza yang kesal hanya dianggap angin lalu saja oleh Fani.

"Bodolah Fan." Aiza mulai memeriksa semua buku-bukunya. Tidak cukup setengah jam ia harus masuk kelas dan harus membawa satu buku penting untuk keselamatan nilainya.

Fani mengerucutkan bibirnya kesal. Sedetik kemudian tersenyum begitu menyadari ada sebuah cincin yang terpasang manis di jari sahabatnya. Secepat kilat, Fani sudah berpindah duduk disamping Aiza, membuat Aiza yang sibuk memeriksa buku-buku ditasnya mengusap dada istighfar.

"Fan, lo ngagetin gue," seru Aiza yang hanya dibalas Fani dengan tawa. Aiza menghela napas kecil.

"Lo ngapain pindah tempat duduk?" tanya Aiza curiga, pasti ada maunya.

"Nggak usah liatin Aiza kayak gitu, Fan," tegur Aiza menyadari Fani bukannya menjawab malah tidak hentinya menatapnya dari tadi. 

"Gue udah tebak lo mau nanya, nanya apa?" Aiza tersenyum lega buku yang dicarinya ketemu. Aiza menutup reselting tas seraya memutar badan menatap Fani secara sempurna.

"Lo nyembunyiin sesuatu dari gue kan, Za," ujar Fani. Tangannya memegang lengan Aiza dengan cemberut.

"Nyembunyiin apa?" 

"Malas ah. lo pura-pura nggak tahu. Itu cincin lo," tunjuk Fani. Aiza ikut melirik ke arah yang ditunjuk Fani.  Aiza mengangguk paham sembari menghela napas. Sangat susah memang menyembunyikan sesuatu dari Fani yang notabenenya sudah mengenalnya sejak lama. Bahkan tahu bagaimana dirinya.

"Lo hutang cerita sama gue, " Fani berdecak kesal, lalu menggeser tubuhnya hingga berjarak lima puluh centi dari Aiza.  Fani menatap Aiza. "Kapan lo dikhitbah?"

"Semalam," jawab Aiza. 

"Sama siapa?" tanya Fani lagi. Belum puas jika hanya itu yang ia lontarkan.

Aiza mengalihkan tatapannya ke arah lain. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas, bahkan pipinya ikut memerah. Fani menaikkan satu alisnya bingung dengan perubahan sahabatnya.

"Kak Fakhri," jawab Aiza pelan. Mampu membuat Fani melongo tidak percaya hingga heboh.

"What?" Aiza meringis mendengar teriakan Fani yang sangat alay.

"Kak Fakhri? Fakhri Alfarazel?" tanyanya keras. Sontak membuat beberapa pengunjung kantin malah menatap kearah keduanya. Langung saja Aiza menutup mulut Fani yang tidak bisa dikontrol. Sahabatnya itu selalu tidak bisa menahan volume suara.

"Nggak usah keras-keras, Fan," ujar Aiza kesal. Aiza menurunkan tangannya dari membekap mulut Fani begitu tatapan melayang itu telah berakhir.

"Jadi lo benar dikhitbah kak Fakhri?" tanya Fani dan Aiza mengangguk. Untunglah volume suara Fani kali ini terdengar kecil.

****

Aiza menatap arlojinya seraya tersenyum tidak sabaran menanti sebuah mobil sedan berwarna hitam di gerbang kampus. Tadi pagi Fakhri mengabarinya bahwa hari ini Aisyah mengajak mereka ke butik tempat teman Aisyah bekerja. Hari ini mereka akan mencari baju pernikahan. 

Tin ...

Bunyi klakson mobil membuat Aiza membuyarkan lamunannya. Setelah disuruh masuk oleh Aisyah, Aiza buru-buru masuk dan langsung duduk di bangku penumpang bersama Aisyah yang sudah pindah ke belakang.

"Assalamu'alaikum, Ma" Aiza menyalami tangan Aisyah.

"Wa'alaikumsalam, Aiza." Aisyah balas tersenyum. "Fakhri nggak dikasih salam?" goda Aisyah yang membuat Aiza jadi salah tingkah sendiri. Masih dengan menduduk dan dengan jantung yang mulai tidak karuan, Aiza mengucapkan salam kepada calon imamnya.

"Assalamu'alaikum, Kak Fakhri," salam Aiza, ia berusaha mati-matian mengendalikan kegugupannya yang tidak menentu.

"Wa'alaikumsalam, Aiza." Suara lembut itu membalas salamnya dengan tersenyum. Membuat Aiza tidak dapat lagi menyembunyikan gemuruh di hatinya. Ya Allah ...

"Kita berangkat sekarang?" tanya Fakhri yang diangguki Aiza dengan senyum yang terus mengembang di pipi. Sungguh Aiza tidak sabar menunggu akad sebulan lagi.

"Iya, Kak."

Hanya lima belas menit perjalanan, kini mobil Fakhri sudah terparkir rapi di halaman toko. Tanpa berlama-lama karena hari yang semakin sore Aisyah, Aiza dan Fakhri  berjalan masuk ke butik.

Aisyah terlihat berbicara sebentar dengan temannya, setelah mengatakan beberapa kalimat, teman Aisyah yang Aiza tahu namanya Rina masuk ke sebuah ruangan dan keluar dengan membawa gaun pengantin syar'i. Mata Aisyah berbinar saat pertama kali melihat gaun itu. Aisyah menoleh ke belakang untuk memanggil Aiza dan Fakhri agar segera mendekat ke arah.

"Menurut kamu gimana, Za?" tanya Aisyah.

"Aiza suka," jawab Aiza setelah mengamati lama gaun yang begitu indah. Senyumnya mengembang.

"Pilihan yang tepat, sayang. Mama juga suka gaun ini. Kalau menurut kamu gimana, Fakhri?" Aisyah menoleh menatap putranya. Fakhri yang ditanya malah diam, tidak kunjung bersuara, membuat Aiza ikut menoleh ke samping kirinya

"Fakhri," panggil Aisyah, namun tidak digubris oleh putranya. "Nak," panggil Aisyah lagi.

Aiza ikut menoleh pada Fakhri yang tetap bergeming. "Kak," panggilnya.
Barulah Fakhri mengerjap sadar.

"Apa, Sha?" Fakhri kini balik menatap Aiza bingung.

"Sha?" Aiza mengernyitkan dahinya.

"Ah maksud saya Aiza." Fakhri mengoreksi ucapannya.

Aiza terdiam akan sebutan Fakhri yang salah.

"Jadi bagaimana menurut Kamu gaun ini, Fakhri?" tanya Aisyah lagi. Fakhri melirik sebentar ke arah baju tersebut, kemudian mengangguk setuju. Merasa bagus dengan usulan Rina.

"Itu aja, saya suka sama baju ini. Cocok untuk Aiza," jawab Fakhri mampu membuat Aiza dan Aisyah tersenyum. Tidak terkecuali Aiza yang kini seakan melayang tinggi diangkasa karena Fakhri yang melempar senyum ke arahnya.

****

Bukan Aku yang Dia Inginkan [ Publish lengkap ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang