#8 Tak Sesuai Harapan

110K 11.8K 173
                                    

"Perasaan wanita itu lembut. Hatinya mudah rapuh. Sedikit saja dilukai. Dia akan mengingatnya sepanjang waktu."

BAyDI

Karya storyhusni_

####

Aiza menatap Fakhri yang menikmati makanan buatannya pagi ini. Ingin membuka suara untuk minta izin, namun, tak terlalu berani karena takut respons Fakhri. Aiza mengembuskan napas pelan, memilih melanjutkan makan hingga kemudian menatap Fakhri lagi. Walaupun sedikit takut, ia harus siap dengan segala jawaban singkat atau dingin Fakhri yang menyesakkan dadanya lagi.

"Mas, Aiza izin ke kampus, ya, hari ini?"

Fakhri mendongak sebentar dan mengangguk, kembali melanjutkan makannya membiarkan Aiza yang sudah yakin akan respons seperti itu.

Apa paginya akan selalu begini? Dingin dan sunyi tanpa ada obrolan hangat sedikit pun?

Menyadari Fakhri yang beranjak setelah meneguk secangkir teh hangat yang tinggal setengah membuatnya mendongak. 

"Saya berangkat."

"Mas, Aiza bareng, ya?" Aiza ikut menyudahi makanannya. "Motor Aiza masih di rumah Bunda," jelasnya.

Fakhri terdiam sebentar hingga kemudian mengangguk. "Cepat, saya tunggu di luar."

Senyumnya mengembang. Fakhri mengizinkannya. Buru-buru Aiza membersihkan meja dan mencuci piring kotor setelah Fakhri berjalan ke luar lebih dulu. Lantas juga menyambar tas kuliah yang untungnya sudah ia bawa ke bawah.

Aiza sudah berdiri di samping Fakhri sepuluh menit kemudian. Fakhri terlihat mengutak-atik sesuatu di ponsel hingga setelah menyadari kehadirannya langsung menyimpan ponsel.

"Maaf lama, Mas."

Fakhri tidak menggubris, hanya melirik Aiza dengan ekspresi datar, lalu berlalu begitu saja tanpa sepatah kata. Aiza menghela napas. Setelah juga mengunci pintu rumah, ia menyusul masuk ke mobil. Sepuluh menit perjalanan sama seperti di meja makan, hanya kesunyian yang menemaninya, Fakhri sejak tadi benar-benar diam tanpa bicara, padahal Aiza ingin sekali ada obrolan pagi seperti sepasang suami-istri lainnya.

Aiza melirik Fakhri yang sibuk menyetir, tatapan Fakhri begitu lurus dan fokus, wajahnya terlihat sama seperti sebelumnya, datar. Tidak ada senyum sama sekali yang ia lihat.

Fakhri, suaminya itu memang tampan dengan garis-garis rahang yang tegas, hidung yang mancung, alis yang sedikit tebal dan potongan rambut yang begitu rapi. Ketampanannya memang masuk kategori mengapa Aiza jatuh hati, namun lebih dari itu, Aiza benar-benar jatuh hati karena akhlak Fakhri. Fakhri begitu baik kepada semua orang, terutama wanita. Tapi, yang menjadi pertanyaanya sekarang, ke mana sifat baik dan lembut Fakhri? Ke mana Fakhri yang ia kagumi?

Aiza mengembus napas panjang, menyandarkan kepalanya ke sandaran mobil, bola matanya kini beralih menatap gedung- gedung yang menjulang tinggi. Jika tidak karena cinta yang sudah tertanam, mungkin ia sudah menyerah saat ini.

"Sudah sampai."

Ban mobil yang tepat berhenti tepat di kampus membuat Aiza menarik perhatiannya dari jendela. Ia membuka seatbelt, menoleh menatap Fakhri yang masih berekspresi datar.

"Aiza ujian dulu, Mas. Mohon doanya." Aiza mengambil tangan Fakhri dan menyalaminya. "Aiza juga sekalian izin ke tempat Bunda nanti, mau ambil motor."

Fakhri terdiam. "Jam berapa?"

"Selesai kuliah. Sekitar pukul setengah dua belas siang." 

"Jam setengah dua belas saya tunggu di gerbang," putus Fakhri membuat Aiza mengerjap mata tidak percaya. Rasanya seperti mimpi. Fakhri bukan hanya mengizinkannya, tapi juga ikut menemaninya ke rumah Bunda?

"Benar, Mas?"

"Iya." Senyum Aiza merekah.

"Ya udah, Aiza masuk dulu. Assalamualaikum."

Aiza turun dari mobil dengan senandung ria. Sedang Fakhri yang di dalam mobil menatap Aiza yang mendadah ceria dengan helaan napas.

***

Setelah menyelesaikan ujian dalam waktu sembilan puluh menit, Aiza meregangkan tangannya. Soal sedikit, tapi dalam satu soal bisa langsung empat atau tiga pertanyaan. Jika masing-masing bagian tidak menuntut jawaban yang banyak tidak apa-apa, tapi masalahnya satu bagian saja bisa menghabiskan setengah dobel folio atau bahkan lebih. Memang membutuhkan analisis dan argumen yang tepat. Aiza mengambil tas dan berjalan menyusul Fani yang sudah keluar duluan.

"Lo lancar banget, ya, jawabnya. Gue aja ada yang kosong."

"Alhamdulillah. Tapi pegal tangannya."

"Ya, iya, lah, sebanyak itu. Heran gue, lo banyak banget isi jawabannya."

Aiza tersenyum. Kalau sudah disuruh menganalisis, ia memang akan mengisinya sedikit panjang.

"Lapar gue sama soal. Makan, yuk, Za!" 

"Bukannya masih ada kelas?"

"Masih satu satu setengah jam lagi." Aiza mangut-mangut. 

"Ya udah yuk!"

"Aiza temani aja, ya?" 

"Lo nggak makan?" 

"Udah tadi pagi." Fani mengangguk.

"Fan, Aiza ke masjid kampus dulu, ya. Mau salat Duha bentar," ucap Aiza setelah melirik jam tangannya. Ia takut jika nanti tidak sempat dan kehabisan waktu.

"Yah, masa gue sendiri di kantin. Gue ikut, deh."

"Yuk." Aiza mengamit lengan Fani dengan semangat. 

***

"Jadi gimana sama Kak Fakhri?" Fani membuka perbincangan di tengah makannya.

Aiza yang sedang memainkan ponsel mengalihkan perhatian. "Apanya?"

"Ya, nikah sama idola kampus."

Aiza terdiam. Jika diingat-ingat pernikahannya dengan Fakhri baru empat hari. Bahagia yang ia dapatkan hanya satu hari saat menikah. Jadi apa yang ia rasakan ketika menikah dengan Fakhri?

"Baik."

Bohong sebenarnya. Aiza bukannya tidak mau jujur, tapi hanya tidak ingin orang lain tahu akan masalah rumah tangganya. Cukup Allah, ia dan Fakhri saja yang tahu.

"Pasti Kak Fakhri suami idaman banget, ya, buat lo. Lembut, perhatian, penuh kehangatan."

Aiza hanya tersenyum miris. Andai saja seperti itu. "Gue iri, lo pasti bahagia sama Kak Fakhri."

Mungkin mereka berpikir Aiza bahagia menjadi istri Fakhri. Hal itu memang benar, tapi, tidak dengan sikap Fakhri.

Tanpa kehangatan, tanpa perhatian, tanpa kelembutan, yang ada hanya sikap dingin Fakhri, tatapan tajam, dan wajah datar yang tidak pernah ia harapkan kehadirannya. Aiza mendesah berat. Bahkan sampai hari ini, pertanyaan akan sikap Fakhri yang berubah dan kamar yang berpisah terus menjadi tanda tanya tidak berujung di kepalanya. Bertanya, Aiza takut Fakhri marah, selain itu sejujurnya ia juga takut akan suatu kenyataan yang tidak diketahui.

"Berat banget desahannya. Ada masalah?" Fani yang jelas mendengar embusan napas berat itu menatap Aiza.

Aiza tersentak. Menggeleng cepat. "Nggak ada." 

"Bohong, ya?" Fani menatap Aiza kurang yakin. 

"Nggak."

Fani yang masih ragu membuat Aiza kembali meyakinkannya, hingga akhirnya Fani tidak lagi bertanya.

***

Kira-kira apa yang akan terjadi selanjutnya? Mungkin Aiza masih bertahan dalam sikap Fakhri yang super dingin tanpa kehangatan?



Bukan Aku yang Dia Inginkan [ Publish lengkap ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang