#2 Khitbah

144K 14.4K 548
                                    

Sebelum lanjut, harap baca dulu ya^^

1. Dilarang menyalin cerita ini

2. Cerita ini hanya fiksi belaka. Hanya cerita biasa yang tercipta karena imajinasi Author. Jika ada kesamaan nama tempat, waktu atau apapun itu hanya kebetulan.

3. Bagi teman-teman yang ingin mempromosikan cerita ini di ig ataupun tiktok silakan, dengan senang hati aku mengizinkannya :) Jangan lupa tag akun @storyhusni_

4. Dilarang mengambil sebagian part untuk kepentingan sendiri. Dilarang mengambil cerita dan mengubahnya untuk kepentingan sendiri.

5. Jika menemukan ada cerita sama dengan cerita ini hampir 95% silakan lapor ke aku.

6. Dilarang plagiat karena penulis tidak akan rhido.

Akibat Plagiat :
1. DOSA karena tulisan orang dicuri.
2. Bisa sampai dibawa ke ranah hukum
3. Kreatifitas, ide menulis tidak akan terasah.
4. Perkaranya nggak hanya di dunia tapi sampai di akhirat.

______________

AKU SUDAH MENGINGAT, JIKA TETAP DI LAKUKAN maka tanggung sendiri akibatnya di YAUMIL HISAB nanti.
---------------------

"Nyatanya sebuah cinta yang tertanam harus kuikhlaskan.""

Aiza Humairah

##

Dengan gumaman bismillah, Aiza berjalan dengan langkah pelan, mengekor di belakang Fara dengan kepala tertunduk. Akhirnya kini ia menyerahkan semuanya kepada Allah.

Perkara jodoh memang perkara yang sulit, terlebih ketika sebuah rasa sudah tertanam untuk seseorang. Sekeras apa pun ia menolak untuk tidak berjodoh selain dengan Fakhri, lelaki yang dicintainya. Nyatanya hal itu tidak akan terjadi.

Aiza menarik napas dalam seiring kaki melangkah melewati lantai yang mendadak terasa dingin walau sudah menggunakan kaus kaki. Pandangannya semakin tertunduk tatkala sebentar lagi akan sampai di ruang tamu. Di ruangan yang jelas sekali tengah ramai dengan dua keluarga yang baru datang. Untunglahmruang tamu itu cukup luas dan mampu menampung semua tamu untuk duduk di sofa.

Sampainya di sofa, Aiza menggigit bibir bagian dalamnya dan menduduki dirinya di samping Arisha, kakak kandungnya. Rasa gugup kembali menghampirinya. Ah ya, ini adalah pertama kalinya bagi Aiza akan dikhitbah oleh seseorang.

Aiza melirik sekilas ke sisi kanannya. Tangan yang selalu memberi saluran kasih sayang itu kini sudah terpasang cincin di jari manisnya. Ya, Arisha, kakaknya. Ia mengulum senyum, ternyata ini pilihan Arisha.

Aiza kembali tertunduk. Memainkan ujung jilbab dengan gugup. Pastilah kini gilirannya.

"Ehm."

Benar saja, dehaman Ali jelas memulai pembicaraan yang sempat terhenti karena kedatangannya.

"Ini putri kedua kami, Aiza Humairah."

Ali mulai mengenalkan dirinya, membuat Aiza mau tidak mau harus memberikan senyuman kecil kepada semua yang di sana dengan kepala masih tertunduk.

"Masyaallah. Cantik, ya, putrimu, Fa," puji seorang wanita yang sepertinya sebaya dengan Fara. Aiza yakin Fara sekarang tersenyum mendengarnya. Begitu pun Aiza yang juga tersenyum karena dipuji.

"Aiza, ada seorang lelaki yang berniat melamar kamu, Nak," seru Ali, membuat perhatian Aiza fokus mendengar Ali seutuhnya. Begitu pun semua tamu yang juga mendengar ucapan Ali. Aiza meremas gamisnya seiring kegugupan yang mulai melandanya.

"Dia "

Ya Allah....

"Fakhri Alfarazel."

Deg!

Mata Aiza membulat sempurna. Allah, benarkah seorang Fakhri Alfarazel telah mengkhitbahku di hadapan Ayah dan Bunda?

Allah, bernarkah itu dia? Orang yang selaluku sebut namanya di sepertiga malam di hadapan-Mu?

Senyum tidak dapat lagi Aiza sembunyikan. Desiran hangat perlahan menyelimuti hatinya yang sempat terasa hampa.

Allah, benarkah dia?

"Ayah serahkan semuanya kepada kamu, Nak, karena kamu yang menjalani," sambung Ali, membuat Aiza tersadar dari rasa senangnya. Ia mendongak sekilas, senyumnya kembali terbit tatkala menemukan lelaki yang selalu ia sebut di dalam doanya kini duduk tepat berseberangan dengannya.

"Aiza, apa kamu bersedia menerima saya sebagai calon imammu?" tanya suara itu lembut. Bahkan terasa lembut hingga seperti slow motion baginya.

Aiza menunduk malu, mencoba menutupi pipinya yang merona, mencoba menetralkan hatinya yang sudah tidak tahan lagi menjawab iya. Ingin rasanya Aiza berteriak senang, mengatakan kepada dunia bahwa ia adalah wanita beruntung yang telah dikhitbah oleh seorang Fakhri Alfarazel.

"Bagaimana, Sayang?" tanya Fara mewakili rasa penasaran semua orang yang ada di sini.

Aiza melirik sekilas ke arah Fara, mencoba memastikan pendapat Fara yang kini tersenyum ke arahnya.

Bola matanya beralih sekilas pada Fakhri yang kini tersenyum. Ah, masyaallah, senyum itu, senyum yang membuatnya semakin melayang tinggi dan ingin segera menjawab iya.

Aiza mengangguk seiring pipi yang kembali memanas. Bodoh sekali jika ia menjawab tidak, ini adalah harapannya dan tidak mungkin melepaskannya begitu saja.

"Bismillah... Aiza menerima Kak Fakhri sebagai pasangan hidup Aiza," kata Aiza tersenyum malu. Membuat semua orang berucap hamdalah sambil tersenyum senang.

"Pilihan yang tepat," bisik Arisha di sampingnya. Allah, ternyata rencana-Mu sungguh indah.

Maafhan Aiza yang sempat ragu akan takdir-Mu. Sekarang Azia percaya dengan segala ketetapan-Mu. "Nak Aiza."

Aiza menoleh ke samping begitu sadar ternyata ada wanita yangseumurandengan Farasudahdudukdisampingnyamembawa sebuah kota merah yang berisi cincin. Ia tersenyum malu, yakin sekali itu ibu Fakhri atau lebih tepatnya calon mertuanya

Perhatiannya teralih menatap ibu Fakhri yang kini tersenyum hangat kepadanya. "Mama pasangin, ya?"

Aiza mengangguk, tersenyum haru begitu cincin telah terpasang di jari manisnya. Ah, rasanya ia ingin meneteskan air mata saja. Ia sungguh senang.

"Terima kasih kamu sudah menerima lamaran putra Mama, Nak," ucap Aisyah tersenyum lembut, lalu menggenggam hangat tangannya, seakan juga merasa senang dengan jawaban yang ia berikan.

"Sama-sama, Ma." Aiza balas tersenyum.

Pukul sepuluh pagi, dua keluarga itu berpamitan setelah selesai membicarakan kapan akad dan resepsi yang diadakan. Akad Aiza akan dilaksanakan sebulan lagi dan Arisha dua minggu setelahnya. Setelah mengantarkan tamu menuju halaman, kini Aiza dan Arisha sama-sama balik menuju kamar setelah tadi disuruh Ali.

"Za."

Panggilan Arisha membuat Aiza yang tadi tersenyum menoleh menatap kakaknya. "Ya, Kak?"

Pancaran wajah ceria Aiza yang sama sekali tidak pudar, membuat Arisha tersenyum melihatnya Adiknya bahagia. "Senang banget kamu, ya."

Pipi Aiza memanas, buru-buru ia menutup pipinya. "Apa, sih, Kak."

Arisha tertawa. "Tuh, kan, benar."

Aiza mengerucutkan bibirnya. "Kamu cinta Fakhri?"

Wajah Aiza langsung memerah, ia tidak menjawab, memilih melesat menuju kamar yang membuat Arisha kini yakin Aiza sangat mencintai Fakhri.

Bahagiamu, bahagia aku, Aiza.

****

Yang terbesit dalam pikiran saat ini?

Huznudzon atau su'udzon

Kata untuk part ini?

See you ❤️

Bukan Aku yang Dia Inginkan [ Publish lengkap ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang