#20 Masih Bertahan

108K 12.2K 771
                                    

"Sabar memang tidak ada batasnya, namun bertahan ia pasti ada batasnya."

Aiza Humairah

-Bukan Aku yang Dia Inginkan-

Karya storyhusni_

###

Hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang. Ketika semua masalah menimpa, ketika tidak ada lagi sandaran yang didapat, ketika rasanya hidup begitu tidak berarti, hanya Allah-lah satu-satunya tempat mengadu. Bersujud di atas sajadah, memilih bercerita akan segalanya, memilih menyebut asma-Nya sebanyak-banyaknya. Hal ini yang dilakukan Aiza hingga rasa sakit terasa berkurang.

Aiza mematut dirinya di cermin. Bibir yang sedikit pucat itu kini mencoba tersenyum walau harus terpaksa. Pagi setelah menyiapkan sarapan, ia sudah rapi dengan gamis dan khimar senada. Pagi ini ia harus mengikuti UAS walaupun kondisi hatinya sedang tidak baik-baik saja. Setelah mengambil tas dan berapa buku yang dibutuhkan, Aiza melangkah menuju kamar Fakhri.

Sebelum mengetok pintu ia lebih dulu menetralisir hatinya yang tidak bisa dijabarkan. Menarik napas dalam dan mengembuskannya panjang.

"Assalamualaikum, Mas?"

Hening. Tidak ada jawaban dari Fakhri. Aiza kembali mengetok pintu.

"Mas, sarapan dulu, yuk! Sarapannya udah Aiza hidangkan." Aiza mengetuk pintu lagi, bahkan ini sudah kelima kalinya, tapi tetap saja tidak ada jawaban. Ia mengernyit kecil. Lalu melirik jam di lengannya yang kini menunjukkan jam enam pagi. Fakhri bisa telat jika tidak sarapan sekarang.

Dengan ragu, Aiza memberanikan diri membuka pintu setelah sebelumnya menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Ia akan terima jika Fakhri nanti marah karena sudah lancang memasuki kamar. Membuka pintu, matanya menyisir melihat kamar yang terlihat kosong dan sudah rapi. Namun, satupun ia tidak melihat keberadaan Fakhri di dalam.

"Apa di kamar mandi?"

Aiza berjalan lebih dalam, mengetuk pintu kamar mandi dengan pelan, namun kembali tidak mendapat jawaban. Saat membuka pintu pun di dalam tidak ada orang. Aiza mengembus napas seiring kecewa yang menyergapi hati. Fakhri sudah pergi dan kembali melewatkan sarapan pagi. Bahkan ini sudah ke dua kalinya. Apa sebegitu menyesalnya Fakhri menikah dengannya hingga tidak lagi berkenaan mencicipi sarapan yang dibuatnya? Aiza menghapus air mata yang lancang membasahi pipinya.

Langkahnya berjalan cepat menuruni tangga dengan hati yang ngilu. Ia menyimpan semua hidangan ke lemari makan, meraih tas dan berjalan menuju motor. Nafsunya mendadak hilang untuk sekadar sarapan pagi ini.

Mas Fakhri:

Assalamualaikum, Mas. Hari ini Aiza ada ujian pagi. Aiza izin, ya. Mas jangan lupa makan

***

Kali ini Aiza benar-benar melewatkan sarapan paginya, padahal ini sudah jam sebelas siang, tapi ia tidak kunjung mengisi perutnya ataupun berniat mencicipi makanan sedikit pun di kantin.

Helaan napas yang sudah beberapa kali kembali terdengar dari bibirnya. Mata yang tadi menatap kosong buku kini kembali sendu seiring kepala yang dibenamkan di atas meja. Kali ini pikiran Aiza hanya tertuju pada masa rumah tangganya. Masalah rumah tangga yang bahkan tidak lagi terlihat ujungnya. Ini sudah hari ke dua Fakhri tidak makan di rumah, bahkan Fakhri lebih mendinginkannya.

Aiza menghela napas pelan, mengangkat kepalanya dan menutupi wajahnya dengan telapak tangan.

"Aiza... gue chat nggak dibalas tahunya di sini!"

Aiza meringis pelan, menghentikan segala pikirannya dan menoleh menatap Fani yang berteriak kesal kini berkacak pinggang di sampingnya.

"Perpusatakaan, Fan, kamu bisa kena marah," tegur Aiza. 

"Bodo, ah."

Fani menduduki dirinya sambil menggembungkan pipi kesal. Sementara Aiza kini memilih menutup buku yang sedari tidak dihiraukannya.

"Gue telepon kenapa nggak diangkat?" Aiza menoleh menatap Fani yang masih marah.

"Ponsel Aiza sengaja silent, biar nggak ganggu saat ujian." Fani mengerucutkan bibir, lalu menghadapkan badannya menatap Aiza. 

"Ya udah, yuk, makan. Gue sengaja belum makan nih tungguin lo, Za."

"Fani aja, ya, Aiza nggak lapar."

"Yah, Za, gue udah tungguin," rengek Fani membuat Aiza menghela napas.

"Aiza, kan, nggak ada suruh tunggu."

"Lo mah." Fani menggembungkan pipi kesal, menghadap ke arah lain, tangannya juga ia bekap saking kesalnya. Aiza yang melihat itu mengembuskan napas.

"Ya udah, yuk!"

Aiza akhirnya beranjak setelah menyimpan buku. Fani tersenyum lebar, mengangguk semangat lalu berdiri menyusul Aiza yang sudah keluar dari perpustakaan.

"Aiza temani aja, ya?" 

"Memang lo udah makan?"

"Udah."

"Kapan?"

"Semalam." Fani melongo tak percaya mendengar penuturan Aiza yang bahkan terdengar bukan jawaban. Sahabatnya itu menjawab begitu santai.

"Itu mah belum makan. Aiza," ucapnya gemas. "Lo kenapa nggak sarapan? Ada masalah?"

"Nggak ada," bohong Aiza, hatinya kian beristigfar memohon ampun. Aiza ingin saja bercerita, malah merasa butuh seseorang untuk menceritakan lukanya, namun ia jelas tahu tidak boleh menceritakan masalah keluarganya. Ini masalahnya dengan Fakhri. Biarlah Aiza sendiri yang kembali memendamnya sendiri sampai menyerah memang menjadi pilihan terakhirnya.

"Jangan bohong, ya, Za. Lo akhir-akhir ini sering melamun. Kak Fakhri nggak sakitin lo, kan?"

Rasanya Aiza ingin menangis saja saat ini. Mengingat Fakhri yang terang-terangan mengatakan mencintai Kakaknya dan menyesal menikah dengannya, membuat hatinya sakit dari apa pun. Tidak ada hati yang masih bisa baik-baik saja mendengar lontaran menyakitkan dari mulut orang yang dicintai.

"Nggak, Fan."

Aiza tersenyum, masih saja menutupi lukanya dan tanpa sengaja membiarkan luka itu semakin lebar menyakiti dirinya.

"Fani pesan apa? Biar Aiza pesan sekalian," ucap Aiza ketika mereka sudah menduduki diri di bangku yang mengarah ke taman. Ia meletakkan tasnya di meja lalu menatap Fani yang kini mengerucut kesal karena Aiza yang mengalihkan pertanyaan.

"Nasi goreng aja, minumannya lemon."

Aiza berlalu memesan makanan dan minuman. Sementara Fani menatap punggung Aiza dengan seribu tanda tanya. Entah kenapa ia yakin ada sesuatu yang ditutupi sahabatnya. Namun , Fani cukup sadar diri ia tidak boleh terlalu mengoreksi apa yang terjadi. Biarlah Aiza sendiri yang nanti menceritakan itu kepadanya.

*** 

Akankah Aiza setelah ini menyerah?

Kata untuk Aiza?

Kata untuk Fakhri?

Bukan Aku yang Dia Inginkan [ Publish lengkap ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang