“Kau bisa pakai kamarmu yang sekarang kalau kau mau.”
Koko menoleh kaget saat suara Ceunah terdengar. Lelaki itu baru saja mengantar pak Hisakawa keluar kemudian kembali untuk bersiap-siap ke kampus.“Apa?” gumamnya.
“Aku akan pakai kamar yang satunya.” Perempuan itu tersenyum sekilas sebelum kemudian berdiri dari sofa.
“Tapi—“
“Ya?”Tapi kamar utama adalah kamarmu, batin Koko. Oh, tunggu! Bukankah itu bagus? Dia punya kamar yang lebih luas daripada pemilik-apartemen-sebulan-ke-depan.
“Ah, tidak. Biar aku tunjukkan kamarmu.” Koko juga mengulum senyum manis lalu membimbing Ceunah ke kamar kedua.Ceunah mengangguk sekali, menarik koper dan membawa tas bawaannya mengikuti langkah Koko.
“Ini dia,” ucap lelaki itu sambil membuka pintu kamar yang jarang dia tempati selama tinggal disana. Kamar itu cukup luas, hanya lebih luas kamar yang sudah lelaki itu tempati selama kurang-lebih 3 tahun belakangan. Dindingnya putih bersih, ada satu single bed, lemari pakaian dan juga meja kursi yang bisa dipakai.“Terimakasih,” gumam Ceunah dengan memakai bahasa Indonesia.
“Sama-sama.” Koko tersenyum lagi. “Kalau begitu, aku akan meninggalkanmu supaya kau bisa beres-beres. Semoga kau betah disini, ya?” tambahnya sambil tersenyum lebih lebar.
Ceunah mengangguk lagi, tidak mengeluarkan suara untuk membalas ucapan Koko. Lelaki itu juga tidak terlalu peduli, teringat kalau dia harus segera pergi ke kampus. Walaupun suka bolos, tapi dia tau kapan harus hadir dan mendengarkan kuliah.
Koko bersiap secepat kilat. Karena Ceunah menutup pintu kamarnya dan tidak mengeluarkan suara sedikitpun, Koko jadi merasa senyaman biasa. Dia tidak membawa baju ganti ke kamar mandi yang hanya ada satu di apartemen itu. Dalam waktu lima belas menit, Koko sudah siap pergi.
“Ehm, Koko-san? Bisakah kau memberi tahuku arah jalan menuju perpustakaan Tokyo?” suara Ceunah menginterupsi langkah kaki Koko menuju pintu keluar.
“Oh, maaf. Bisakah kau tanya pada GPS di ponselmu? Aku sedang terburu-buru.”
~~~
Koko sampai di kampusnya on time. Teman-temannya sudah menunggu di depan kelas begitu dia datang. Ada tiga orang, Naoki Yakimizu yang berambut jigrak dan pakaian ala rocker, Keita Fumitatsu yang berwajah tampan dengan tinggi badan 190 cm, dan terakhir Yui Elena yang merupakan satu-satunya perempuan dilingkaran pertemanannya. Yui keturunan Prancis, tapi darah Jepang mendominasi penampilan fisiknya.“Koko-kun!” seru Yui begitu melihat Koko. Perempuan itu berlari menyosongnya kemudian menyelipkan tangan ke lengan kanan lelaki itu. Senyum lebar Yui menular padanya.
“Hai, kau rindu padaku?” ringis Koko.
“Oh, ayolah! Aku masih agak kesal karena kau menolakku semalam!” dengus Yui. Perhatian Koko teralih sedikit ketika dia membalas tos Naoki dan Keita.
“Apa? Apakah servis Nao dan Kei mengecewakanmu?” canda Koko, berkelit saat Naoki hendak memukul kepalanya.
“Sialan! Coba kau tanya padanya, berapa kali dia klimaks dibawahku? Untuk seseorang yang mengidap hypersex, dia sangat payah!” maki Naoki, memelototi Yui. Koko tertawa keras, begitu juga Keita.
Ya. Beginilah pergaulan Koko selama ini. Meskipun dia dan Yui berteman, mereka tidak sungkan melakukan sex. Koko sudah terbiasa. Bahkan, sesekali mereka melakukan threesome bersama Yui, Keita dan Naoki.
Mendengar ucapan Naoki, Yui cemberut bulat. Perempuan itu menghentakkan kaki kesal lalu masuk ke kelas tanpa mengajak ketiga lelaki yang ada disana.
“Lihat apa yang kau lakukan, Nao!” tegur Keita dengan nada mengejek. Naoki meringis.
“Koko yang akan menanggung getahnya,” ucap Naoki.
“Sialan!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Unmei No Akai Ito (Rate M) {Fin}
ChickLitMature content!!! Apa kamu percaya mitos?