4. Serangan Pertama

2.1K 315 43
                                    

Yang Ceunah bayangkan, nanti ketika pulang dia bisa menikmati ramen panas dengan seduhan teh melati manis sebelum tidur. Badannya pegal sekali karena bekerja seharian. Pekerjaan sebagai perpustakawati memang tampak sepele, hanya saja tetap saja melelahkan. Belum lagi kalau anak-anak di Kids Carring lolos dari pengawasan Mina serta Momo.

Ah, Ceunah harus sabar. Dia sadar, dia butuh waktu yang panjang untuk meraih mimpinya--menjadi pengangguran kaya raya. Apalagi dengan pekerjaannya sekarang. Nggak apa-apa, karena ini pekerjaan yang dia pilih sendiri. Pekerjaan yang bisa dia nikmati. Tidak hanya sekedar bergaji, batin Ceunah menyemangati dirinya sendiri.

Dalam perjalanan ke apartemen, Ceunah memijat-mijat lengannya yang pegal. Suasana disekitar tidak terlalu sepi, masih ada satu atau dua orang yang berlalu-lalang di pukul sepuluh malam tersebut. Dia ingin cepat pulang dan tidur, soalnya besok dia harus ganti berjaga di Kids Carring bersama Sana.

Ngomong-ngomong, apa Koko sudah pulang? Apakah dia sudah makan? Masalahnya, Ceunah tidak pernah melihat Koko memasak sebelumnya. Dan lagi, lemari es diapartemen tidak ada yang mengenyangkan ketika Ceunah datang.

Teringat Kotaro yang tadi terserang maagh, Ceunah juga jadi khawatir kalau teman seapartemennya tersebut menderita penyakit yang serupa. Bukan apa-apa, tapi maagh juga bisa menjadi masalah besar kalau tidak segera diobati.

Angin malam berhembus, dinginnya membuat Ceunah gemetar. Perempuan itu mempercepat langkah melihat gedung apartemennya yang hanya tinggal seratus meter lagi.

"Baru pulang, Ceunah-chan?" baru masuk melewati gerbang, Ceunah menoleh kaget mendengar suara pak Hisakawa yang menegurnya. Pria itu duduk di bawah pohon sakura, diatas kursi kayu yang mengelilingi batang pohon.

"Ah, iya. Kenapa anda duduk disitu sendiri? Tidak dingin?" balas Ceunah, mendekati pak Hisakawa.

"Aku sedang menunggumu. Apa kau sangat sibuk sampai pulang semalam ini? Biasanya kau pulang sore?" sahut pak Hisakawa.

Ceunah langsung merasa bersalah.
"Astaga Ojiisan, anda tidak perlu melakukannya. Tadi ada sedikit masalah, tapi saya baik-baik saja. Lain kali, tunggu saja di dalam. Sekarang suhu udara sudah mulai dingin, anda harus menjaga tubuh anda sendiri!" oceh Ceunah, menegur khawatir.

Pak Hisakawa tertawa sebelum menanggapi, "ah, ini belum seberapa Ceunah-chan. Aku tidak akan membeku. Kau tidak pulang di jam biasa, kau orang baru di Jepang, kau perempuan muda yang cantik dan kau tidak memberi tauku, tentu saja aku harus cemas."

Ceunah merasa tersanjung. Pak Hisakawa sangat perhatian, berbeda dengan lelaki yang dia kenal.
"Baiklah, saya minta maaf karena tidak memberi kabar. Tapi, lain kali kalau mau menunggu, lakukan saja di dalam, oke?"

Pak Hisakawa tertawa lagi. Tampaknya beliau senang mendengar aksen aneh yang keluar setiap Ceunah bicara. Terlebih, pak Hisakawa tidak punya anak.

"Ngomong-ngomong, apakah Koko-kun sudah pulang?" tanya Ceunah begitu pak Hisakawa sampai didepan unit apartemennya.

"Ah, iya. Dia sudah pulang sejak sore. Dia datang bersama teman-temannya. Aku senang melihatnya, karena selama ini dia selalu sendirian. Aku pikir dia tidak punya teman. Untunglah kau datang, lalu sekarang teman-temannya muncul juga," jawab pak Hisakawa.

Ceunah balas mengangguk dan tersenyum tipis. Perempuan itu jadi ragu ingin segera pulang atau tidak? Bagaimana kalau dia menyela kegiatan Koko dan teman-teman?

"Oh, Ojiisan, apakah Koko-kun dan teman-temannya sudah makan?"

"Sepertinya belum. Aku tidak melihat mereka pergi sejak sore. Mungkin, mereka memasak ramen?" jawab Pak Hisakawa ragu.

Unmei No Akai Ito (Rate M) {Fin}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang