LPY 16

4.4K 461 67
                                    

Jimin kembali ke kamar rawat Yoongi dengan langkah yang terburu, ia tidak mau bayinya nanti menangis menantikan susu.

"Eoh ... sudah tidur?" tanyanya pada satu-satunya orang yang masih terjaga di ruangan tersebut.

"Kau terlalu lama, dia menangis tadi. Mungkin karena kelelahan, dia sampai ketiduran," jawab Namjoon masih berkutat dengan laptopnya.

"Jin hyung belum sampai?" Gelengan dari Namjoon Jimin terima, sedikit kesal dengan saudara tertuanya itu, tak kunjung datang pun tak ada kabar.

Tepat beberapa detik setelah Jimin berhasil mempersatukan pantat dan permukaan sofa, pintu ruangan terbuka menampakkan sosok pemuda tinggi dengan penampilan kacaunya. Sungguh bukan visual Jin sekali.

"Astaga, Hyung, ada apa denganmu? Kau mabuk?" cerca Jimin yang kembali mengangkat bokong dari duduknya, menghampiri yang lebih tua seraya mengambil plastik yang pemuda itu tenteng.

"Bicara apa kau, hah? Aku masih sadar," jawabnya ketus dengan nada yang ditinggikan. Kepalanya sedang berdentum ingin pecah rasanya jika Jimin ingin tahu. Dan apa-apaan bocah itu dengan seenaknya menuduh ia mabuk.

"Eeungg ...." Tanpa sadar bentakan Jin itu mengusik tidur lelap sang adik bungsu, Jin dengan segera berlari menuju ranjang, mengelus dahi sempit itu sambil menggumankan kata-kata agar sang adik kembali nyaman dalam tidurnya.

Berhasil. Yoongi mulai mencari posisi nyamannya, ia bahkan menarik ibu jarinya untuk ia masukkan ke dalam mulut tapi sebelum itu terjadi Jin sudah lebih dulu menangkap gerakan tangannya, meminta pada Jimin untuk mengambilkan dummy yang ia bawa tadi di dalam kantung plastik lalu menjejalkannya pada mulut kecil Yoongi.

"Maafkan Hyung, ya, baby." Jin bubuhi kecupan panjang pada dahi Yoongi yang sudah nyaman pada posisinya dan mulut yang terus bergerak menghisap dummy, pemandangan yang tak akan pernah Jin lupakan, pemandangan yang menggemaskan.

"Lalu, ada apa dengan wajah dan juga rambutmu itu, Hyung? " Kini sang adik kandung menimpali, Jin menoleh sebentar lalu setelahnya menghela nafas panjang.

"Jungkook masuk rumah sakit, di rumah sakit ini."

"MWO?!" Dua pemuda yang lebih muda itupun meluncurkan kata yang sama secara bersamaa. Sejak Yoongi dirawat di rumah sakit beberapa hari yang lalu, mereka memang jarang memperhatikan Jungkook dan Jungkookpun tak mau jika diajak untuk ke rumah sakit menemani Yoongi, hanya sekali dan itu terpaksa.

"Lalu, bagaimana keadaannya? Dirawat di ruangan mana?" Jimin yang hanya terpaut usia satu tahun dengan Jungkook itu memang cukup dekat dan bahkan yang paling dekat dengan Jungkook hingga dia merasa bersalah karena sudah mengabaikan adiknya itu.

"Dia sudah ditangani dan dipindahkan ke ruang rawat D-97 dilantai dua. Dokter bilang dia terkena gejala typus, dia pingsan di parkiran sekolah dan kurasa kau jangan menemuinya dulu karna aku baru saja diusirnya," jelas Jin panjang lebar mengenai kondisi dan kronologi kejadiannya.

"Kenapa Hyung diusir?"

"Jungkook bilang kita sudah tak peduli lagi padanya, kita hanya memperdulikan Yoongi. Beri dia sedikit waktu untuk menenangkan diri lalu kita jelaskan semunya setelah dia tenang." Namjoon mengangguk setuju dengan saran kakaknya sedang Jimin mendengkus karena rasa bersalah yang kian menumpuk dalam hatinya.







.
.
.

















"Tae, boleh Daddy minta tolong sesuatu?" Kini Sungmin sudah sadar sepenuhnya setelah mendapat bebarapa suntikan dari dokter, panasnya sudah mulai turun, infus yang menancap pada punggung tangannya juga memberikan sedikit energi bagi tubuhnya.

"Katakan saja, Dad, Tae pasti akan mengusahakannya jika itu untuk Daddy." Taehyung memang sangat menyayangi ayahnya terlebih sepeninggal ibunya, Tae bergantung penuh pada Sungmin hingga saat ia akan pindah ke mansion di mana para cucu laki-laki keluarga Kim tinggal, Taehyung mengalami demam selama tiga hari. Ia takut tak bisa hidup tanpa ayahnya tapi apa yang ia takutkan hilang begitu saja saat bertemu dengan Jin.

Jin yang selalu ada untuk Taehyung, yang selalu menenangkannya ketika gelisah saat merindukan ayahnya. Hingga saat kedatangan Yoongi empat tahun setelahnya dan melihat Jin yang sangat dekat dengan Yoongi membuatnya perlahan menjauhkan diri dari Jin, tak lagi mau berkeluh kesah seperti saat dulu.

"Bisa antar Daddy ke kamar adikmu?" Kening Taehyung berkerut dalam. Adikmu? Apa Taehyung masih menganggapnya adik? Tahu akan keengganan sang putra, Sungmin menggerakkan tangannya untuk menggenggam tangan Taehyung.

"Daddy tak pernah melihatnya kesakitan seperti itu kecuali saat Daddy menghukumnya. Daddy tak menyangka jika selama ini adikmu--"

"DIA BUKAN ADIKKU, DAD!" Sedetik selanjutnya Taehyung merunduk dalam menyesali perbuatannya yang tanpa sengaja membentak ayahnya. Sungguh emosi telah menguasai hatinya.

Sungmin pun enggan untuk melanjutkan kalimatnya kembali, ia tahu luka seperti apa yang diderita putra sulungnya hingga bersikap seperti ini, ia tak bisa untuk menyalahkannya. Tapi untuk menyalahkan Yoongi, dulu ia tanpa pikir panjang bertindak demikian.

Semua kesalahan dalam kehidupan lampaunya ia limpahkan pada si bungsu yang bahkan sama terlukanya karena kehilangan. Tapi kini penyesalan perlahan mulai menyergapi relung hatinya. Terlebih saat kemarin istrinya datang dalam mimpinya. Sungmin sampai lupa jika sebelum Yoona pergi untuk selamanya, ia meminta untuk Sungmin menjaga kedua putranya, bukan salah satunya.


Ayahnya adalah segalanya. Begitu prinsip seorang Kim Taehyung, dengan pedoman itulah kini kakinya berdiri tepat di depan pintu kamar rawat adiknya dengan tangan yang mencengkeram erat pegangan kursi roda yang di atasnya terduduk seorang pria paruh baya yang ia panggi daddy itu.

Ia bergeming, begitupun dengan Sungmin. Sungmin tahu jika putranya belum siap dan ia akan menunggunya, selangkah lagi. Selangkah lagi Sungmin akan memperbaiki semuanya, kesalahpahaman yang bertahun-tahun ia pupuk hingga semai.

Pintu terbuka menampakkan sesosok pemuda berbahu lebar dengan wajah kuyunya.

"Ayo Samcheon, Yoongi sedang makan." Sungmin sedikit mengangkat alisnya heran. Apa keponakannya itu tahu maksud kedatangannya? Tentu, karena beberapa menit lalu Taehyung mengirim sebuah pesan singkat pada Jin untuk menjemput ayahnya di depan pintu, Jin pun tak banyak bertanya karena kepalanya masih sangat pening memikirkan berbagai persoalan dalam keluarganya. Jin juga tahu jika Sungmin dirawat di rumah sakit ini dari cerita Jimin.

Sungmin menoleh ke belakang, mendapati raut wajah sang anak, lalu pemuda itu bergumam tanpa suara.

"Maaf." Gerakan bibirnya mampu Sungmin tangkap. Sungmin sangat mengerti dan tak akan memaksa lebih jauh lagi, ia pun mengangguk dan meminta Jin untuk membawanya masuk ke dalam.

Baru memasuki ruangan, matanya sudah nampak berkaca-kaca. Apa yang Sungmin lihat adalah hal yang tak pernah Sungmin lakukan pada anak bungsunya itu bahkan saat anak itu dirawat di rumah sakit karena radang usus selama beberapa hari diusianya yang ke-enam dulu, Sungmin sama sekali tak pernah melakukan hal itu.

Di hadapannya, Yoongi tengah asik berceloteh dengan mulut menggembung penuh makanan yang Hoseok suapkan. Jimin dan Namjoon sudah pulang untuk istirahat.

Tak terasa beberapa tetes air mata menetes mengenai punggung tangannya yang berada di atas pahanya. Ia merasa terharu juga bersalah. Melihat putranya seperti tengah menikmati kehidupannya tapi di balik itu semua Sungmin tahu luka apa yang tengah putranya sembunyikan.

Jin semakin membawa kursi roda itu mendekat, Sungmin tak sadar karena masih terbuai akan lamunannya hingga ia berjengit kanget.



































"Huuwwaaaaaaaaaaaa .... "
































..
..
Tibisi

[ END ] Little precious YoongiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang