LPY 10

4.9K 460 22
                                    

Taehyung dengan segera memasuki kamarnya, mengambil tabung bening besirikan teman-teman kecilnya lalu mengambil satu di antaranya dan ia tenggak tanpa bantuan air. Selalu seperti ini saat mengingat ibunya.




Flashback on

"Tidak, aku tidak akan menyetujuinya," ujar Sungmin dengan nada tegasnya. Sang istri yang tengah terbaring di hadapannya itupun hanya mampu menghela nafas lelah.

"Aku tak meminta persetujuanmu, surat pernyataan itu atas namaku sendiri," jawab sang istri, Kim Yoona dengan nada lirihnya.

"APA KAU GILA?!" Nadanya membentak, Sungmin tak bisa mengontrol emosinya setelah mendengar pernyataan dari Yoona. Sedangkan bocah delapan tahun yang tengah berdiri di ambang pintu itu tersentak kaget saat sang ayah membentak ibunya. Seumur hidupnya belum pernah ia mendengar ayahnya membentak ibunya, ia mulai menangis dalam diam.

"Kau yang gila, kau mau mengorbankan darah dagingmu sendiri?"

"Kita bisa cari cara lain, aku bisa lakukan apapun dengan uangku," jawab Sungmin angkuh

"Tapi kau tak bisa membeli darah dagingmu dengan uang. Yeobo, kumohon mengertilah. Waktuku tak banyak lagi," mohon Yoona pada suaminya yang tengah mengusak wajahnya kasar.

"Tapi tidak dengan mengorbankan nyawamu, Yoona. Jika kau mendonorkan jantungmu untuk Yoongi maka kau akan-- kau aaargghh ... aku tak bisa Yoon, aku mencintaimu lebih dari apapun, ku mohon jangan tinggalkan aku." Suara Sungmin melirih, ia benar-benar takut kehilangan Yoona saat ini. Mengingat perjuangannya untuk mendapat restu dari orangtuanya tak mudah, ia tak akan melepas Yoona begitu saja.

"Kau mendengarnya sendiri bukan? Yoongi tak akan bertahan lebih dari tiga hari jika tak segera melakukan transplantasi jantung dan tak ada satupun stok jantung untuk Yoongi. Dan kau juga tahu 'kan mengenai vonis dokter tentangku?" Sungmin terdiam. Kini ia dihadapkan dengan buah simalakama. Ia menyayangi Yoongi tentunya tapi di sisi lain cintanya terhadap Yoona ternyata lebih besar.

Yoona menggapai lalu menggenggan tangan suaminya dengan lembut. Ia elus lalu diberinya ciuman hangat.

"Aku sudah merasakan kehidupan tiga puluh tahun lamanya. Aku rasa aku sudah puas. Aku ingin memberi kesempatan pada malaikat kecil kita. Dia baru empat tahun berada di dunia ini, kita juga belum benar-benar membahagiakan dia. Setidaknya berilah ia kesempatan hidup."

"Tapi itu artinya, kau akan meninggalkan aku, meninggalkan Taehyung."

"Kalau Yoongi yang lebih dulu pergi, aku juga tak janji untuk tak menyusulnya lebih cepat. Jadi biarkan aku pergi, setidaknya jika kau merelakanku, aku akan tenang dan bahagia di sana."

"TIDAKKK ... TAE TIDAK MAU MOMMY PERGI ... MOMMY JAHAT." Setelah mendengar semuanya, akhirnya Taehyung mengerti isi dari percakapan antara kedua orang tuanya. Ia marah juga sedih, sakit yang menyesakkan dalam dadanya membuat ia lantas berlari menuju ruang PICU di mana sang adik terbaring lemah di sana.

Flashback off



Taehyung membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Sakit di kepalanya juga sudah berkurang, lama kelamaan mata elang itu memberat dan tenggelam dalam buai mimpinya.

.
.
.

"Maafkan aku, Ahjussi jadi melihat lagi hal yang tak seharusnya Ahjussi lihat." Jin mengantar Sinyuk sampai di depan teras setelah berhasil menidurkan Yoongi. Ia tak enak karena lagi-lagi Bang Sihyuk menyaksikan perseteruanannya dengan Taehyung. Meskipun sudah bukan hal baru lagi bagi Sihyuk.

"Tak apa, aku mengerti. Ya sudah, aku pulang dulu. Sampaikan salamku nanti pada Yoongi." Sihyuk menepuk pelan bahu lebar Jin seakan memberinya semangat.

"Sekali lagi terimakasih, Ahjussi." Jin melambaikan tangannya pada Sihyuk yang sudah mulai menjalankan mobilnya keluar dari pekarangan mansion Kim.

Hari ini kuliahnya dimulai pukul tiga sore, jadi dia bisa menjaga Yoongi sampai salah satu dari saudaranya pulang. Ini sudah jam setengah satu ngomon-ngomong. Jin mengingat bahwa tadi Taehyung bilang kuliahnya akan dimulai lagi pada pukul satu tapi anak itu belum keluar juga dari kamarnya.

Meskipun sempat bertengkar, tapi Jin adalah seseorang yang penuh perhatian. Ia berjalan menuju kamar Taehyung untuk mengingatkannya akan jam kuliahnya, barangkali ia juga tertidur.

Ia ketuk beberapa kali pintu kamar Taehyung tapi tak ada jawaban, Jin lantas memberanikan diri untuk masuk, Taehyung itu jarang mengunci pintu kamarnya jika tak sedang keluar.

Pintu terbuka, Taehyung tak ada di sana tapi Jin bisa mendengar suara gemericik air dari kamar mandi yang tertutup itu, Taehyung jelas sedang mandi.

Jin masuk lebih dalam lagi, sekedar melihat-lihat. ia mengernyitkan dahi saat melihat sesuatu tergeletak di atas lantai. Ia pungut benda itu, matanya sedikit membola saat membaca label pada benda kecil itu. Tapi, tiba-tiba saja sebuah tangan mengambil dengan cepat benda itu dari tangan Jin.

"Tae, itu ... kau--" Taehyung yang baru saja keluar dari kamar mandi masih dengan handuk yang melilit di pinggangnya melihat nyalang pada Jin.

"Keluar, Hyung, aku mau bersiap," ucapnya dengan nada datarnya, tatapannya masih menajam, bak hunusan pedang di mata Jin. Jin menelan salivanya kasar, Tae jika marah akan sangat sulit dikendalikan jadi, Jin memilih untuk meninggalkannya. Mungkin nanti ia akan menceritakannya jika sudah siap.

"Apa yang kau sembunyikan dari kami Tae," monolog Jin yang masih memandangi pintu yang tertutup itu.



















"Hyung. "













.
.
.
.
.
Tibisi

Pendek aja lah ya daripada gk Up




[ END ] Little precious YoongiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang