LPY 19

4.3K 447 60
                                    

"Euunghh."

Jin dan Hoseok segera mendekat saat mendengar erangan kecil dari mulut mungil Yoongi.

"Yoongi, kau--" Jin menghentikan gerakannya saat Sungmin tiba-tiba meraih kotak tisu di atas nakas dan mulai membersihkan darah pada bibir Yoongi yang sudah mulai mengering. Karena hanyut akan rasa haru, mereka sampai lupa jika beberapa saat yang lalu si kecil mengangis karena bibirnya berdarah akibat tergigit sendiri olehnya.

"Sudah. Masih perih, hum?" Yoongi menggeleng kecil masih dengan bibir bawahnya yang ia majukan menambah kadar kegemasan bagi semua yang melihatnya.

Sungmin menyesal, bagaimana bisa selama bertahun-tahun ia melewatkan wajah itu, wajah yang menghantarkan kedamaian saat kau melihat lekat manik mata kecilnya, wajah yang mengingatkannya pada si cantik mendiang istrinya.

"Cucu." Ketiga yang lebih dewasa itu mematung. Yoonie kembali mengambil alih.

"Ahh, Yoonie mau susu? Ohh iya, ini juga waktunya minum obat." Jin mengambil botol susu yang tadi sudah ia siapkan di atas meja sedangkan Hoseok menyiapkan beberapa butir obat yang harus Yoongi konsumsi.

Yoongi menutup mulutnya rapat-rapat dengan kedua telapak tangannya. Ia benci minum obat.

"Ayo baby, minum obatmu dulu, baby tidak mau pulang? Mau tidur di sini terus?" Lagi-lagi si kecil menggeleng kuat, bahkan sejak kemarin ia merengek minta pulang.

"Daddy." Sungmin memegang dadanya yang berdegub lebih kencang saat putra bungsunya memanggil dirinya dengan nada manjanya seperti dua belas tahun yang lalu. Mata kecil yang mengerjap-ngerjap dengan mulut kecil yang dikerucutkan bak kucing minta dipungut itu sungguh memporak porandakan hati Sungmin.

"Jin?"

"Ya, Samcheon? " Jin mengernyit saat Sungmin menggenggam tangannya erat.

"Apa Samcheon baik-baik saja?"

"Jantungku, apa aku akan menderita sakit jantung, i-ini berdebar sangat kencang." Jin dan Hoseok terdiam sesaat lalu tertawa geli bersamaan.

"K-kenapa kalian tertawa, a-aku sakit dan kalian menertawakanku? Cepat panggilkan aku dokter." Mendengar perintah Sungmin, tawa kedua pemuda itu bertambah nyaring hingga Jin merasa suatu menitik di sudut matanya.

"Hahaha ... aduh perutku, huh aku sampai mengeluarkan air mata, Seok. Samcheon, bukan dokter yang Samcheon butuhkan, tapi--" Jin membawa tangan Sungmin yang masih setia menggenggam tangannya untuk naik ke atas, meletakkannya di bahu Yoongi lalu menarik tubuh Sungmin agar mendekat ke arah Yoongi.

"Ini yang Samcheon butuhkan. Sudahkah Samcheon sadar, tidak ada yang bisa menolak pesona adik kecil kami. Dulu kami juga begitu saat dia pertama kali datang ke mansion, jadi Samcheon tak perlu khawatir, jantung Samcheon sehat."

Sungmin tersenyum kikuk setelahnya lalu memandang wajah yang masih setia meminta tolong padanya itu, merengkuhnya dengan sangat hati-hati, menyalurkan rindu yang sudah tertumpuk tanpa Sungmin sendiri sadari.

"Maafkan Daddy, Daddy janji tidak akan meninggalkanmu lagi." Yoongi menggeliat kecil dalam pelukan Sungmin.

"Daddy, cucu."










o0o





Taehyung asyik dengan apel di tangannya yang ia kupas dan potong menjadi kecil-kecil, sudah hampir satu jam dia di sini sembari menunggu ayahnya kembali dari ruang rawat sang adik.

"Hyung." Taehyung mendongak, mengalihkan seluruh atensinya pada pemuda yang tengah bersandar pada kepala ranjang rumah sakit itu.

"Apa Hyung sudah menjenguknya?" Taehyung tahu siapa yang pemuda itu maksud. Taehyung kemudian menggeleng samar sambil melanjutkan acara memotongnya.

Ia taruh pisau itu dan membawa mangkuk kecil berisi potongan buah apel itu mendekat ke ranjang si pemuda. Mengambil satu dan ia suapkan padanya yang diterima dengan baik oleh si pemuda.

"Aku tidak tahu, Kook. Kau tahu,aku sudah berada di depan pintu ruangannya tapi kakiku sangat sulit untuk melangkah lebih jauh lagi." Jungkook, pemuda itu hanya manggut-manggut sambil menguyah apelnya.

"Kau masih membencinya?"

"Tentu." Tanpa pikir panjang Taehyung menjawab, ia memang belum atau mungkin tak akan pernah bisa mengenyahkan perasaan benci itu. Tapi entah mengapa, melihat ayahnya yang tiba-tiba ingin menemui adiknya itu tak membuatnya emosi padahal yang ia ketahui, rasa benci sang ayah terhadap adiknya itu sama besarnya seperti rasa benci yang ia miliki.

"Kook, kau juga membencinya?" Taehyung balik bertanya. Sebenarnya Taehyung tak begitu ingin tahu, dia juga selama ini acuh walau mulai menyadari perubahan sikap Jungkook sejak lama.

"Emm ... bagaimana ya, Hyung, entah ini disebut benci atau apa, tapi aku kesal. Kesal setiap yang lain memperlakukannya seperti bayi, kesal saat yang lain lebih memperhatikan dia dari pada aku. Lihat saja sekarang, bahkan mereka tak menjengukku walau akau yakin Jin hyung sudah memberitahu yang lain kalau aku juga dirawat di sini. Tapi melihatnya sakit juga membuatku sedih, Hyung."

Taehyung terdiam, Jungkook saja yang meskipun menyimpan rasa tak suka pada Yoongi masih bisa merasakan sedih saat melihat anak itu kesakitan walaupun Jungkook hanya saudara sepupunya, lalu kenapa dengannya. Ia sama sekali tak berniat mendekat saat berkali-kali melihat adiknya itu kesakitan, meraup nafas dengan susah payah di hadapannya, ia sama sekali tak mau tahu. Ego tinggi memang sudah merajainya, hatinya nyaris mati.

"Hyung, bolehkan aku memelukmu?" Taehyung terkesiap, seketika lamunannya terbuyarkan. Taehyung bukan tipe pria lembut dan penyayang seperti Jin ataupun Hoseok. Ia bahkan bisa menghitungnya dengan jari, berapa kali ia pernah memeluk saudara-saudaranya.

"Bolehkah?" ulang Jungkook. Taehyung lalu membawa tubuhnya mendekat, melingkarkan kedua lengannya di atas bahu yang lebih muda. Tak lama ia merasa hangat di bagian dadanya.

Tiba-tiba suara isakan terdengar, rupanya si kelinci itu menangis. Jujur saja, Taehyung tak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia sama sekali tak pandai dalam hal menenangkan seseorang apalagi seorang adik, ia bahkan tak pernah melakukannya karena ialah penyebab tangisnya.

"Aku rindu Hyung, Papa, Mama, aku rindu mereka. Kenapa mereka jahat sekali, kenapa mereka meninggalkanku?" Taehyung telak tak punya jawaban, bagaimana bisa ia menjawabnya jika Taehyung sendiri punya pertanyaan yang sama. Kenapa ibunya pergi meninggalkannya, atas keinginan sendiri bukan karena dijemput Tuhan seperti kedua orang tua Jungkook.

Taehyung mulai menggerakkan tangannya memutar, mengusap punggung bergetar itu. Setidaknya ia masih sedikit beruntung karena ayahnya masih berada di sisinya.





















"Aku di sini, Hyung di sini."






























Tibisi

[ END ] Little precious YoongiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang