Riuh rendah suara tamu undangan. Menggemakan sukacita di altar pernikahan. Rasa gugup di dada tak tertahan. Menanti sang mempelai pria datang menyempurnakan iman. Kuremas sapu tangan jingga dalam genggaman. Mencoba meredam gugup dan debaran yang kian kencang.
Lalu ... disana. Kulihat sepasang mata menatapku lekat.
Kami saling bicara melalui tatap. Tentang rindu dan masa yang telah terlewat.
Dan memori itu tanpa permisi terus berputar kembali. Menari-nari menyemai luka yang tersembunyi.
Rezka, sahabat sekaligus mantan terindahku. Dia datang ke pelaminan membawa hadiah yang Ia janjikan.
Kembali merasakan nyeri mengingat perpisahan yang menyayat hati.
****
Enam tahun lalu, kami adalah sepasang sejoli yang tak terpisahkan. Satu sama lain bagaikan hujan dengan mendungnya. Langit dengan bintangnya. Pasangan sempurna. Bergelar sweetest couple di kampus.
Sepasang jenius yang terus berlomba mengukir prestasi. Demi presisi.
Belajar bersama. Bercanda sepanjang hari, travelling, mendengarkan musik, nonton film, jalan bareng, lomba bareng. Diskusi dan perdebatan nyaris tiada akhir.
Rezka adalah lawan bicara yang sempurna. Sosok pria lembut, berkulit kecoklatan. Memiliki sepasang mata teduh, sekaligus sangat tajam.
Dia adalah teman dekat dan sahabat baik. Seorang kekasih yang setia dan sekali ada.
Senantiasa memberi semangat sekaligus menjadi pesaing yang hebat.
Semua orang mengira kisah kasih kami akan berakhir bahagia.
Tapi Tuhan punya rencana, dan manusia hanya mampu berada di atas garis takdir-Nya. Laksana boneka.
Seperti aku hari ini.
Jodoh. Sesuatu yang bisa kau rencanakan, namun tak akan pernah meleset dari 'catatan'. Apa, bagaimana dan siapa yang akan mengukir sejarah di sepanjang usia. Sudah diputuskan.
Dan, di sinilah aku. Berdiri di pelaminan laksana bidadari menanti hukuman mati.
Sebuah pernikahan walau bertabur kemewahan tak menjamin mempelainya akan hidup bahagia.
Bak kisah putri dalam dongeng.Dua hati yang tak saling memahami mustahil akan bertahan dalam bahtera yang sama. Mengingat tak pernah searah, justru kerap menyulut amarah.
Ketika hanya salah satu yang dianggap salah. Sedangkan yang lain maha benar.Aku merasa bagaikan tumbal persembahan.
Tidak ada rasa bahagia. Hanya ketakutan yang merajam. Melumat hati dengan derai resah.****
Yang kutakutkan terjadi sudah.Lima tahun mengarungi bahtera dalam lautan amarah. Kekecewaan dan kepalsuan membingkai di setiap sisi. Menyisakan perih dan luka menganga. Kala perpisahan yang tak terelakkan mencipta trauma.
Mas Herman, memperlakukanku layaknya tawanan. Tidak ada kemuliaan apalagi kenyamanan. Dalam istana yang terasa seperti neraka.
Terlahir dengan gelimang harta membuatnya memandang rendah manusia yang tak setara. Sepertiku.Dia menginginkan diri ini hanya karena wajah cantik lengkap dengan kebanggaan gelar sarjana. Yang kudapatkan dengan keringat dan air mata. Bersama Rezka.
Kering sudah jiwa ini menangisi sang belahan jiwa. Yang kuyakini juga sama hancurnya.
Walau kedua keluarga kami telah sepakat dalam isyarat. Apalah daya keadaan memaksa bapak menerima lamaran Mas Herman. Putra keluarga Sanjaya. Tempat bapak bekerja sebagai sopir, sejak aku balita.
Biaya kuliahku sebagian berasal kemurahan hati mereka. Yang sayangnya, tidak diwarisi oleh sang pewaris tahta.
Hari-hariku dipenuhi lontaran cerca dan kata-kata kasar nan hina. Tubuh yang terbalut rapi dalam busana muslimah keluaran butik ternama, seolah sempurna menutup luka dan lebam yang kuderita.
Senyum palsu yang selalu tersaji adalah air mata berganti rupa. Hingga aku tak mampu membedakan keduanya.
Satu hal yang membuatku mampu bertahan. Adalah kehadiran seorang lelaki kecil, buah hatiku yang menggemaskan.
Yang seharusnya hidup layaknya pangeran. Tapi dikucilkan bagai tawanan. Karena dianggap tidak sederajat.
*****
Malam-malam yang dingin. Kuhabiskan dalam munajat panjang. Mencari secerah harapan. Dalam belas kasih Pemilik kehidupan.
Di dalam mimpi kulihat Rezka menatap penuh cinta. Seolah menungguku kembali ke pelukannya.
Rabbi, inikah jawaban atas doa-doaku.
Malam itu kulangitkan pinta. Semoga cintaku sampai meski hanya dalam mimpinya.
Amiin.
*****
"Saya terima nikah dan kawinnya, Rahma binti Harun. Dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!""Sah?"
"Sah!"
Para hadirin melafalkan doa bersama. Tak lupa Farhan Hermawan, pria kecilku ikut menengadah tangan. Di samping papa barunya.
Papa pizza. Begitu dia menyebut lelaki yang kini resmi menjadi suamiku. Hanya karena dia selalu datang membawa makanan kesukaannya.
Ada tatap penuh cinta di sana. Bukan hanya untukku, tapi juga untuk Farhan. Jundi kecilku. Penjaga dan penyemangat baruku.
Rezka melamarku setelah meniti istikharah yang panjang. Cintanya pada wanita yang pernah berkhianat ini tak pernah berakhir.
Dan hari ini, dia datang merayakan ulang tahunku dengan mengucap akad.
Sebuah kado terindah. Dari sang mantan pujaan.
Allah mengabulkan doa-doa kami.
Dengan kuasa-Nya menyatukan dua hati yang tetap saling menanti. Dalam rasa yang utuh dan tersembunyi.
Cintaku telah kembali.
Dan ia tumbuh lebih besar dari yang seharusnya. Karena dipupuk dengan rindu dan pengharapan yang tiada habisnya.
Di sepanjang sisa usia.
Birthday whises
"Semoga setiap hari yang tersisa sepanjang hidupmu penuh dengan cinta juga semangat. Hidup adalah perjalanan panjang yang menuntut sebuah perjuangan. Dengan cinta sebagai bekal dan pedangnya. Barakallah fi umrik. Wa jazaha bil jannah. Amiiin."
Madiun, 29 Juli 2019
Syehrazata Al Asyary
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi Syehrazata
SpiritualKetika hati terendam sunyi Di sanalah singgasana menanti Seorang Kekasih hati Saat hati berderak patah Luka itu menoreh prasasti Sesiapa yang datang menyingkap luka Dialah pemiliknya Sunyi adalah awal satu semarak Cinta yang menggelora selaksa surg...