Sinar mentari pagi ini terasa lezat. Panasnya membuat sel-sel di tubuhku bertambah padat. Meski dengan ukuran yang begitu mungil. Hingga tak nampak perbedaannya di mata para khalifah kami.Bersama bayi-bayi bulir padi lainnya, kudengar suara desau angin yang menggemakan tasbih kepada Rabb semesta. Gelombangnya mengajak kami turut serta.
Karena setiap makhluk di jagad raya memang dicipta dalam keadaan bertasbih menyucikan Sang Pencipta.
Kecuali jin dan manusia. Mereka diberi pilihan, untuk taat atau membangkang.
Lain halnya dengan kami. Kami diciptakan sebagai pelengkap alam semesta. Sebagai asupan makanan untuk hewan dan manusia.
Kami tidak kuasa untuk berbuat durhaka.
Kabar baiknya, kami tidak akan dihisab di hari akhir nanti.
Walaupun begitu kami para bulir padi. Memiliki satu cita-cita.
Yakni masuk dalam perut orang-orang mukmin, dan mengubah diri menjadi tenaga. Untuk menguatkannya dalam berbuat kebaikan dan menyembah Tuhan. Itulah surga bagi kami.
Setiap kali seorang mukmin melintas, kami dapati para malaikat mengelilingi dan mendoakannya. Betapa menakjubkan jika aku, bisa menjadi bagian dari tubuh manusia beriman itu.
Sekalipun tak luput dari dosa. Seorang yang mengakui ke Esaan Pemilik jagad raya lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan langit dan bumi.
Karena langit dan bumi diciptakan untuk menemui kebinasaan.
Sedangkan anak manusia diciptakan agar kelak bisa bertemu dan memandang Wajah Rabbnya. Betapa mulianya anak cucu nabi Adam itu. Bahkan malaikat sekaliber Jibril as. tidak diizinkan memandang Sang Rahman. Tetapi Nabi Muhammad Saw telah bertatap muka dengan hadirat Tuhan.
Sungguh luar biasa kemuliaan makhluk Allah yang satu ini.
Setiap hari aku memohon pada Allah agar diizinkan menjadi bagian dari diri seorang mukmin.
Beruntung aku diciptakan di Indonesia. Tempat di mana ratusan juta umat muslim hidup dengan damai dan sejahtera. Meski banyak diantara mereka yang justru sibuk mengeluh ketimbang bersyukur dengan limpahan rahmat-Nya.
Betapa bodohnya mereka yang menyia-nyiakan diri menghamba pada dunia. Sedangkan pencipta jagat raya tengah merindukan doa-doanya nya. Bani Adam yang paling celaka adalah orang-orang kafir yang telah mati hatinya. Dari mengenali Sang Pencipta dan tenggelam dalam asyik masuk dunia. Menjadi para pengikut setan pemuja hawa nafsu.
Padahal yang mereka layani hanyalah sekerat daging yang akan mereka tinggalkan membusuk di dalam tanah. Menjadi makanan para tumbuhan seperti kami.
Hari berganti dalam kekuasaan Allah dan tubuhku semakin berat lagi berisi. Tak terbilang rasa girang menunggu waktunya tiba. Kuharap aku akan selamat sampai tersaji di atas piring seorang mukmin dewasa.
Mungkin cita-citaku ini terasa konyol dimata saudara-saudaraku. Namun aku yakin bahwa Allah menciptakanku bukan untuk satu kesia-siaan.
kuterus berharap dijauhkan dari mulut mulut orang-orang munafik dan orang kafir, yang menghabiskan hidupnya untuk berbuat durhaka kepada Tuhan.
Masa panen disambut para petani dengan sukacita, menggunakan sabit dan berbagai macam alat canggih lainnya. Mereka mulai memangkas tubuh induk kami dan menggilingnya untuk memisahkan tubuh kami darinya. Inang kami akan berakhir menjadi pakan ternak, tetapi itu tidak lebih buruk daripada ditakdirkan menjadi bagian dari jiwa yang kelak menghuni neraka.
Segala puji bagi Allah yang telah menyertakanku dalam tumpukan butir-butir padi ini. Tak terhitung jumlah kami yang saling tumpang tindih dalam sukacita. Sebentar lagi cita-cita kami akan terlaksana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi Syehrazata
SpiritualitéKetika hati terendam sunyi Di sanalah singgasana menanti Seorang Kekasih hati Saat hati berderak patah Luka itu menoreh prasasti Sesiapa yang datang menyingkap luka Dialah pemiliknya Sunyi adalah awal satu semarak Cinta yang menggelora selaksa surg...