Suhu dingin memaksaku mengeratkan tautan kedua lengan. Memeluk tubuh sendiri yang seolah hampir beku dalam kesunyian. Suara burung malam mendadak terdengar lebih seram dari biasanya. Samar kulihat nafasku seolah mengepulkan asap layaknya secangkir kopi panas.Kupercepat langkah. Mengurai jarak agar sesegera mungkin tiba di rumah. Yang tinggal beberapa blok lagi.
Tiba-tiba sesuatu menghentak kesadaranku. Kala kulihat mata hitam kecoklatan yang selalu menghantuiku. Mendesakku dengan debar rindu. Yang tak pernah padam hingga kini. Meski tahun telah berganti.
"Rindu." sapamu yang terdengar sedikit serak. Bisa kulihat di bawah keremangan cahaya bintik matamu berkaca. Melesatkan sembilu di hatiku yang tak kalah pedihnya.
Rasa marah, benci, dan rindu bersinergi dalam hati. Sukses membuatku mengalirkan bulir bening yang tetiba berdesakan keluar.
Aku tercekat. Kehabisan kata. Tak kuasa menghadapi kenyataan. Apakah ini hanya halusinasi? Jerit batinku meronta. Berusaha melepaskan rasa yang menyiksa.
Kumencoba tak acuh. Menekuk wajah. Memperpanjang langkah. Sebisa mungkin lari dari situasi ini.
Kurasakan cengkeraman kuat di lengan. Tapi aneh, terasa tidak menyakitkan.
"Tunggu. Dengarkan penjelasanku 'sweetheart'," bisikmu. Sukses membuat dadaku kian ngilu. Mendengarmu menyebut panggilan rahasia kita.
"Gak ada yang perlu dijelaskan lagi. Tuan Aditya Kalandra. Kita tidak lagi sedekat itu hingga layak bertegur sapa," sahutku sambil menahan nyeri yang kian parah terasa. Sakit sekali. Kupukul pelan dada ini untuk meredakan sesaknya. Mungkin kedua kaki ini takkan sanggup berdiri jika bukan karena sedikit harga diri yang masih tersisa.
Tidak.
Aku tidak selemah itu. Dua belas bulan aku hidup tanpa pelukan hangat dan suara seksi pria ini. Kumeyakinkan diri sendiri.
Ingat baik-baik Rindu.
Susah payah kaubunuh rasa cinta dan rindu yang menyiksa itu. Menyibukkan diri dengan berjuta alasan yang terus kautambah setiap harinya. Hanya untuk melupakan sesosok belahan jiwa bernama Aditya Kalandra.
Kekasihku.
Andraku. Cinta sejatiku.
Sang pengkhianat. Yang meninggalkanku dalam jerat kesunyian. Menangisi malam-malam bertabur bintang, yang tetap terasa amat kelam.
Entah apakah hanya perasaanku saja. Tetapi malam ini benar-benar terasa sunyi. Tak kulihat manusia lalu lalang seperti biasa. Kuharap akan ada taksi yang lewat. Hingga bisa membawaku kabur secepatnya. Tapi nihil. Takdir seakan terus memusuhiku. Menjauhkan dari kebahagiaan dan keberuntungan. Sial.
"Kamu nggak boleh pulang, Rindu. Aku tak mengijinkannya. Mari ikut denganku. Memulai awal yang baru. Aku tahu pernikahanmu tidak bahagia." rayumu.
"Apa hakmu berbicara seperti itu padaku? Kau tak punya hak atasku setelah kau pergi setahun yang lalu. Meninggalkanku di acara pernikahan kita. Kau kejam Andra. Kau iblis," makiku sengak.
Sungguh takkan cukup jika segala macam cacian di seluruh dunia aku ucapkan. Mewakili rasa sakit dan sedih yang kualami. Keterlaluan kau Andra. Lelaki sepertimu pantas dihukum gantung. Itu pendapatku.
Hanya kematian yang bisa membuatku memaafkan dan melupakan kesalahanmu.
"Apapun akan kulakukan untuk menebus kesalahanku, Rindu. Apapun. Bahkan ke alam baka sekalipun," ucapmu mencoba meyakinkanku.
Tapi, aku tak sudi mempercayaimu. Sudah cukup aku tertipu dengan segala kepalsuanmu itu. Tidak ada manusia di dunia yang sanggup mengalahkan kejeniusanmu menjeratku selama bertahun-tahun. Hingga aku terbuai anganku sendiri. Hidup bahagia selamanya bersamamu. Dan dengan bodohnya menerima lamaranmu. Mempersiapkan hari pernikahan sebagai calon pengantin wanita paling bahagia di dunia.
Namun kenyataannya kau hanya lelaki munafik.
Herannya, semakin aku membencimu. Semakin dalam pula sayatan luka di hatiku. Yang mungkin sekarang tengah terkapar berlumuran darah.
"Aku tidak bohong. Tak sekalipun pernah melakukannya padamu. Akan kubuktikan itu," dia semakin mengeratkan pelukan. Bahkan berani mencengkeram pinggangku.
Aku tak sempat menjawab. Karena ia mengajakku berjalan begitu cepat. Sorot matanya lurus ke depan. Tanpa keraguan.
Dalam kebingungan yang bercampur sedikit ketenangan di bawah kendalinya, aku hanya bisa pasrah. Mengikuti kemauannya.
Ngomong-ngomong. Pelukannya hangat sekali. Sungguh rasa cintaku yang pandir tak pernah berganti.
****
Kuikuti arah telunjukmu menuju. Di sana. Kulihat sesosok bayangan melintas ke belakang rumah besar bergaya victorian. Yang berhalaman luas, dan dikelilingi taman dengan pohon palm yang tinggi menjulang. Setinggi bangunan mewah ini. Yang kubeli bersama Andra. Sebagai rumah masa depan kami. Yang ternyata hanya mimpi.Setelah Andra pergi, di tengah acara ijab qobul yang sedang berlangsung. Denis sahabat kami berbaik hati menggantikan tempatnya. Menjadi sosok pengantin pria. Demi menyelamatkan nama besar keluarga kami.
Setahun kujalani rumah tangga yang hampa bagai seorang boneka. Denis selalu sibuk dengan pekerjaannya. Setelah aku menolak melayaninya. Sesakit apapun hati ini, tetap saja tak bisa menerima hadirnya lelaki pengganti. Meski ia adalah sahabatku sendiri.
Entah kenapa Denis bersikukuh dengan pernikahan pura-pura ini.
*****
Bersambung ...
Part. 2-End
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi Syehrazata
SpirituálníKetika hati terendam sunyi Di sanalah singgasana menanti Seorang Kekasih hati Saat hati berderak patah Luka itu menoreh prasasti Sesiapa yang datang menyingkap luka Dialah pemiliknya Sunyi adalah awal satu semarak Cinta yang menggelora selaksa surg...