"La ... turun nduk. Waktunya makan," terdengar suara ibu mertua tercinta. Menyemarakkan pagiku yang hangat dalam dekap Mas Haris.
Dan jangan lupakan bayi mungilku yang cantik. Afika fatiya hibatillah. Buah cinta kami. Yang senyumnya mampu membuat rumah ini berpendar penuh kebahagiaan.
"Nggih, Bu ..." sahutku. Kamarku terletak di lantai dua. Hanya seluas dua belas meter persegi. Karena rumah ini memang penuh sesak. Ada delapan kamar yang semuanya berpenghuni. Nyaris mirip hotel.
Dan ibu mertuaku adalah sang koki.
Bukan maksud durhaka. Tetapi masakanku tidak laku di sini. Orang kampung sepertiku tidak akan mampu memuaskan lidah para pecinta kuliner di rumah ini.
Yo wes lah yo.
Rejeki istri cantik dan sholehah. Kalian ndak usah nganan. Eh, ngiri.
Pagi hari di mulai dengan sarapan nasi pecel langganan mertua. Beliau belum sempat masak. Katanya. Yang penting semua kenyang semua senang. Alhamdulillah.
Saya kenyang sekali. Namanya juga lagi menyusui. Harus makan dua porsi. Titah ibu suri gak boleh ditawar lagi.
"Mas berangkat dulu ya, dik," suamiku pamit berangkat kerja. Segera kucium telapak tangannya yang berwarna kontras dengan kulit putihku. Emmmuuachh.
Bukan sombong bukan jumawa.
Aku dan suamiku layaknya 'beauty and the beast'. Tapi kami memang hidup bahagia layaknya di negeri dongeng.
Walaupun tidak tampan. Dia lelaki lucu yang sangat mencintaiku. Sering kali aku merengek padanya.
"Mas, njenengan gak bisa lebih cakep dikit lagi dari ini? Mbok ya, agak ganteng dikit gitu kenapa sih?" rengekku.
"Masa sih, dek? Coba kamu tatap Mas lebih dalam lagi. Siapa tahu ada manis-manisnya?" jawabnya. Yang langsung membuatku tertawa sampai sakit perut.
Ya. Suamiku memang selucu dan sebaik itu.
Di lain hari. Aku menggerutu karena semua pakaian lama sudah tak muat lagi. Hingga kutemukan sebuah atasan batik di lemari. Dulu, baju itu kedodoran. Tapi sekarang terasa pas di badan.
" Mas, baju ini dulu kegedean. Kok sekarang jadi pas ya?" pancingku. Suka dengan jawabannya yang lucu-lucu.
"Ah. Itu pasti kelamaan di lemari dek. Jadi menyusut karena gak pernah dikeluarkan." jawabnya santai.
Dia lelaki terbaik yang Allah pilihkan untukku. Pria yang membuat hariku bertabur bunga. Hati melayang bahagia.
Tapi semua ini tidak gratis saudara-saudara.
Masa indah ini tak pernah terbayangkan sebelumnya.
Ketika hariku sepekat malam. Dan hatiku terkapar dalam keputusasaan.
Dengarkan kisahku.
****
"Kapan nikah?" pertanyaan itu selalu berulang seperti pita kaset rusak. Memekakkan telinga dengan rasa sesak.Namaku Nayla, gadis berusia 27 tahun.
Kata orang wajahku cukup cantik, sehingga banyak yang datang melamar.
Tetapi aku adalah gadis petualang, yang selalu merasa nyaman dengan kebebasan. Dan kedua orang tuaku mendukung itu.
Kedua kakakku telah lama menikah. Kakak sulung tinggal di Bogor. Sedangkan kakak perempuanku melanglang ke Kalimantan, dan hidup bahagia di sana.
Otomatis aku sebagai putri bungsu harus mandiri menjaga kedua orang tuaku.
Sementara ibu mulai sakit-sakitan.
![](https://img.wattpad.com/cover/175342769-288-k672775.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi Syehrazata
SpiritualeKetika hati terendam sunyi Di sanalah singgasana menanti Seorang Kekasih hati Saat hati berderak patah Luka itu menoreh prasasti Sesiapa yang datang menyingkap luka Dialah pemiliknya Sunyi adalah awal satu semarak Cinta yang menggelora selaksa surg...