Dua Puluh Dua.

2.7K 482 11
                                    

Hari keenam di rumah Om Bokuto.

Sekarang masih hari keenam, pagi ini waktunya buat bermalas-malas dan tiduran namun nggak sesuai ekspektasi.

Hari ini gue lagi menemani Om Bokuto belanja bulanan, Rei nggak bisa ikut menemani tapi katanya akan menyusul. Biasa jadi anak klub itu susah cari waktu.

Gue mendorong troli yang isinya semua kebutuhan Om Bokuto dan Rei, mulai dari makanan sampai bahan-bahan kimia kaya detergen.

"Capek gak?" Tanya Om Bokuto.

"Nggak Om, tenang aja," Gue senyum secantik mungkin.

"Padahal Om aja yang dorong,"

"Gapapa Om, Om kan bawa troli yang satunya, ini juga isinya nggak terlalu banyak kok,"

Iya kebutuhan Om Bokuto sama Rei sampai harus isi dua troli, kebanyakan sih isinya makanan ringan dan instan.
Meski Rei bisa masak dan ada ART juga yang akan datang setiap hari, tapi tetap aja mereka mengisi makanan dengan makanan instan.

Om Bokuto nggak bisa masak, sama sekali. Buta dapur banget, pernah tuh sewaktu masak mie instan sampai gosong, enggak tahu gimana bisa gosong Om Bokuto cuma bilang "Lupa,"

Bersyukur aja gue punya Daddy yang bisa dibilang serba bisa, dari mulai masak sampai nyuci baju Daddy bisa. Makanya di rumah kita jarang nyewa asisten rumah tangga.

"Kamu mau beli apa?" Tanya Om Bokuto.

"Eh?"

"Siapa tahu ada yang mau dibeli disini, sana gih," suruh Om Bokuto.

"Nggak kok Om,"

"Beneran?"

"Iya Om,"

"Cokelat nggak mau?"

Gue yang lagi sibuk mencari nugget instan pesanan Rei langsung menoleh ke arah Om Bokuto. Tahu darimana ini Om satu?

Seolah tahu dari raut wajah gue Om Bokuto menyahut, "Rei yang bilang, katanya kamu suka banget sama cokelat,"

Gue diam mendengarkan apa yang diucapkan Om Bokuto.

"Makanya waktu sebelum keberangkatan Daddy kamu, kan Daddy kamu udah nelpon ke Om bilang mau titip kamu, Rei yang tahu seneng banget,"

"Terus dia juga yang nyuruh Om beli susu cokelat karena kamu nggak suka yang tawar,"

"Waktu di Australia juga sering banget tanyain kamu tuh,"

"Kuping Om berasa bosen aja dengerin Rei sering ceritain kamu, dari kecil sampai segede gaban gitu masih seneng ceritain kamu,"

Aku juga bosan seminggu penuh teriakan dirumah Om:(

Gue masih diam, memang benar, ya? Kalau iya boleh nih gue merasa baper? Tapi kalau baper dan kenyataannya nggak benar gimana?

"Rei juga--," ucapan Om Bokuto kepotong.

"--ganteng iya kan, Pah?"

Gue maupun Om Bokuto langsung menoleh, ternyata udah ada Rei yang berdiri dengan celana futsalnya dan hoodie hitam.

Lah anak burhan ini tahu kita disini darimana?

"LEBIH GANTENG PAPAH!"

"Aku lah!"

"PAPAH!"

"Aku Pah,"

"Bibitnya dari siapa?"

"Mamah,"

"YA PAPAH LAH!"

Gue memijat kening pening, lagi-lagi debat, please Dad cepet pulang aku udah nggak kuat.

"Ya intinya Om sama Rei ganteng," ucap gue menengahi yang membuat Om Bokuto dan Rei langsung menoleh ke arah gue.

Mereka nampak terkejut mendengar gue berbicara, mungkin karena selama ini gue selalu diam ketika perdebatan Papah dan anak ini terjadi.

"HEY!HEY!HEY TUHKAN PAPAH YANG GANTENG!"

"Lah aku juga dibilang ganteng kok,"

"Rei stop--- please udah kalian berdua ganteng meski lebih ganteng Daddy aku!"

Mereka langsung bungkam, memang iya kok Daddy ku paling ganteng kok, ganteng sedunia.

"Jadi harus seganteng Om Kuroo..," gumam Rei kecil.

Gue cuma pura-pura nggak mendengar aja, dan lanjut bantuin Om Bokuto memilih-milih belanjaan.
Setelah selesai dengan bahasan nugget akhirnya kita meninggalkan lagi tkp dan mencari-cari barang lainnya.

Langkah gue terhenti ketika, sebuah hoodie disimpan di atas kepala gue dan troli diambil alih.

"Makanya lain kali pakai baju panjang aja jangan sok-sokan pake dress selutut, biasanya juga kolor,"

Pipi memanas, gue bisa merasakan nya, gue tersadar ketika Rei dan Om Bokuto udah mulai jalan di depan.

"Tungguin!"

Gue bisa mencium musk milik Rei menguar di sekitar hoodie.








Daddy, cepet pulang:(

*****

Daddy! | Kuroo Tetsurou.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang