Bagi sebagian orang, berkerja adalah kegiatan wajib untuk mereka yang memulai hidup ditengah-tengah perekonomian yang semakin meninggi. Tak ayal apabila pusat kota lebih menjadi tempat acuan untuk bertahan hidup dan mencari sesuap nasi.
Tak lepas dari semuanya, lelaki berhodie hitam memasang earphone pada dua telinganya. Mata sipitnya menelisik pada setiap sudut disekitarnya lalu menyimpan segala objek yang ia lihat dalam memori otaknya. Sekilas senyum miring tampak lalu menganggukan kepala mengiringi lagu yang diputar kecil.
Kembali ditanah kelahirannya membuat ia sedikit merasa asing dengan suasana juga kehidupan masyarakat korea. Tentu bukan hal mudah baginya untuk memulai kembali interaksi pada sosial yang katanya semakin kejam. Berbagai berita ia baca lewat sosial media, tindakan kriminal atau yang melanggar asusila yang tengah marak terjadi di negara kelahirannya ini. Justru hal itulah yang membuat ia kembali pulang lepas lulus wisudanya dan menyandang gelar sebagai mahasiswa terbaik disana.
Satu hal yang membuat ia setuju akan tawaran emas sebuah pekerjaan sulit itu adalah. Temannya, atau lebih dikenal musuh bubuyutan sekolah menengahnya itu sudah jadi bagian dari polisi di Seoul. Senyum miring begitu nampak diwajahnya saat berita terdengar di salah satu layar besar pusat kota. Gedung tinggi menjulang itu merupakan stasiun berita di pusat kota. Dimana wajah temannya itu hanya mengulas senyum getir pada kamera lalu masuk kedalam gedung tanpa bicara. Reporter dan awak media jelas berdengus sebal dan berteriak meminta keterangan yang jelas. Begitupun para warga yang berteriak meminta perlindungan pada pembatas gedung kepolisian. Terlihat sekali mereka benar-benar kecewa pada kerja polisi yang lambat.
"Tim kasus pembunuhan khusus Seoul tidak bicara prihal pembunuhan berantai yang terjadi satu minggu terakhir ini. Pasalnya korban yang terbunuh sudah terdeteksi lima orang. Dan ini tentu membuat resah masyarakat kota, pihak keluarga dari korban juga sudah mengajukan keterangan atas terbunuhnya anggota keluarganya. Namun, lagi-lagi pihak kepolisian juga tak merespon aduan masyarakat. Hal ini seperti teror yang membuat warga ketakutan untuk keluar malam. Sampai saat ini, kepolisian Seoul masih tidak bicara lebih lanjut soal kasus yang sedang meneror kota.
Kami para warga berharap banyak dan meminta agar segera menangkap pembunuh berantai tersebut"Usai mendengarkan reporter tersebut yang nampaknya juga kesal, ia berjalan meninggalkan tempat lalu tertawa kecil. Satu tangannya merogoh kantung hodienya dan mengambil gawainya. Lalu dengan cekatan ia mencari nomor ponsel yang ia dapatkan dengan mudah lalu menghubunginya. Lantas tak berhenti dengan tawa sarkasnya bahkan ketika si penerima panggilan sudah menjawabnya, ia masih tertawa.
'Gila...!' Hardiknya dari sebrang sana. Lalu ia-pun menghentikan tawanya, tatapannya berubah dengan netra yang bergetar sepersekian detik ia memejamkan pandangan. Suaranya merendah sedikit seolah-olah berhadapan langsung dan menantang.
"Hallo, kamu ingat aku...?" Ia bersua pada akhirnya.
'Kau?! Mau apa kau menghubungiku hah...?!'
"Woah, Daebak..! Bahkan kau masih ingat suaraku" cakapnya tertawa samar. Sementara dapat ia dengar suara di seberang sana menggeram kesal. Lagi-lagi ia tertawa kencang hingga menimbulkan pandangan para pejalan kota.
'GILA...!' Hardiknya sekali lagi. Tak berhenti sampai disitu, si penelepon ini masih tertawa tanpa memperdulikan hardikan kesal lawan bicaranya.
"Aku tadi lihat wajahmu, kecut sekali. Mana kamu yang dulu sering tebar pesona? Tak bisakah kamu menenangkan warga dengan pesona dan segala guyonan murahanmu itu? Oh ternyata ketampananmu sudah tak berlaku rupanya"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Thousand Eyes- StrayKids ✔
Mystery / ThrillerSelicik apapun kalian, kami punya insting kuat dengan seribu mata yang tak akan membuat kalian lolos begitu saja. Dan kami akan membuat sejarah baru dalam Negara Korea Selatan. Warning ⚠ ⚠ bahasa semi baku ⚠ beberapa part mengandung kekerasan fisik...