Tatapan gadis bersurai hitam melekat erat pada segerombol merpati yang tengah berlomba-lomba mematuk ceceran butir beras di paving sebuah halaman rumah kuno yang cukup besar. Dua merpati yang tengah berseteru semangat mampu menarik atensi dari iris kelamnya.
Senja yang beranjak datang terulas apik pada langit sore, berpadu serasi hingga menciptakan gradasi cantik, warnanya kemerahan menampakkan disimilaritas kokoh berpamitnya matahari untuk datang kembali esok pagi. Gadis itu selalu suka cara matahari terbenam dengan anggun lewat perantara senja yang mengapung indah; mengikis sedikit demi sedikit warna biru langit yang perlahan hilang bersamaan dengan lenyapnya sinar kemerahan.
Suara kemeresek daun maple yang tengah mengalami absisi dan gravitasi umum di sekitarnya mampu melucutkan helai demi helai daun yang mulai menua di atas ranting, memandunya terbang rendah hingga ada satu yang menguning sempurna jatuh tepat pada pucuk kepala dari gadis yang tengah duduk bersila di bawahnya.
Tertawa getir, satu air mata berhasil lolos dari sudut mata, mengalir lemah menuju ke pipi, dan berakhir pada bilah kemerahan miliknya di sela senyum nelangsa yang mendadak terulas lewat bibir. Mungkin baginya, sangat menyenangkan untuk melampiaskan perasaan frustasi atas iba untuk dirinya sendiri lewat sebuah tangis tanpa isakan.
Tidak ada yang perlu ditakutkan sebenarnya, namun entah kenapa dadanya mudah sesak jika melihat anak seumurannya pergi bersenang-senang dengan teman sebaya mereka, atau, orang tua yang tengah menggandeng tangan mungil anak mereka hingga tawa bahagia tampak begitu jelas tersungging, pun seorang ayah yang menjemput sang anak seusai sekolah dengan senyuman lebar menyambutnya pulang.
Kim Hyera adalah gadis yatim piatu.
Bahkan di umurnya yang telah menginjak 24 tahun, Hyera masih belum tau siapa sebenarnya orang tua kandungnya.
Hyera tumbuh di dalam Panti Asuhan kuno yang letaknya ada di bagian terluar Kota Busan. Hyera paham pada usianya yang telah dewasa ini, ada beberapa hal yang memang seharusnya tidak Ia ceritakan kepada orang lain, bahkan gejolak perasaan apapun yang dirasakan selalu Ia tanggapi dengan amat baik sebisanya.
Gadis itu tidak bisa membenci kedua orang tuanya sekuat apapun Ia berusaha. Hyera bisa menguatkan dirinya sendiri. Katanya, tidak apa-apa untuk menjadi sendirian. Menghela napas dan mendongak, melihat bagaimana presensi bulan telah menggantikan matahari. Hyera tersenyum simpul dan beranjak dengan lamat, mengambil langkah kecil dan berjalan melewati pohon maple yang menggugurkan daunnya.
Musim gugur tahun ini tampaknya cukup menyenangkan dengan berkumpul bersama adik-adiknya dan menceritakan sebuah dongeng klasik tentang pemuda peniup seruling dari Hamelin, Hyera selalu suka cerita itu.
Tepat saat gadis itu nyaris mencapai pelataran serambi, Ia dikejutkan oleh sosok lelaki asing yang tengah berdiri menyandar pada ujung partisi putih bagian sudut. Jarang sekali ada orang yang datang ke pantinya apalagi malam-malam begini. Seingatnya terakhir kali ada orang berkunjung adalah 2 bulan terakhir, itupun adalah kerabat jauh Bibi Koo yang datang untuk sekedar singgah karena perjalanan.
Hyera masih berdiri mematung, menelisik dengan amat cermat eksistensi lelaki dengan balutan kemeja berwarna hitam di sana. Dua kancing kemeja teratas dibiarkan terbuka hingga kulit cokelat madu dan tulang selangka yang menonjol itu terekspos dengan bebas, lengan kemejanya bahkan digulung hingga sebatas siku; menampilkan urat kebiruan di sepanjang lengan bawahnya yang cukup kekar. Pria jangkung itu tampak sibuk dengan ponsel di tangan kanan, Hyera nyaris tak bisa melihat wajahnya karena pria di sana terus menunduk, apalagi rambut cokelatnya dibiarkan teracak rumpang hingga menutupi separuh wajah.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRICELESS | KSJ ✔️
FanfictionCOMPLETED Kim Seok Jin terpaksa jatuh pada pilihan-pilihan rumit yang mengharuskannya memilih satu takdir yang pantas digenggam. Kembali memutar ulang ingatan jangka panjang tentang wanita yang pernah singgah hingga mengabur karena cinta yang...