15. Elaborate

2.4K 354 18
                                    

Huaaa udah konflik aja :')
Aku bakalan seneng banget kalau kalian mau kasih aku kritik dan saran buat motivasi author ke depannya💜

Harus kasih saran ya, aku maksa lho ini🌚🌚

karena ini cerita pertama aku, jadi mungkin banyak hal yang bikin kalian 'gak sreg'. Jadi kritik, saran, uneg2, (question juga boleh) pastinya akan sangat membantu, terimakasihhhhh

coret-coret aja di komen, jangan lupa vote juga sksksks (:

Update agak cepet dikit karena lagi kangen berat sama Seokjin muehehehe🌚🌚

Happy reading...

*************

        
Ponsel hitam itu dia lemparkan dengan kasar, kepalanya mendadak pening setelah kehilangan jejak dari wanita yang membuatnya seperti seorang pecundang tak punya malu yang terus membuatnya semakin merasa bersalah.
         
"Taehyung, kau tahu dimana Hyera?" Putus asa sangat terlihat pada wajahnya yang lusuh ketika seutas kata terlontar dari lelaki di seberang sana.
     
Bahunya terkulai ketika mendapat jawaban final yang terus mengoyak tubuh dan batinnya sendiri, merasa menjadi lelaki paling brengsek yang pantas untuk dihukum mati, dan memukul kepalanya berkali-kali tanpa ampun.
        
Lelaki itu kebingungan dan mondar-mandir di ruangan yang sepi dan temaram tanpa berniat mengurus dirinya sendiri, sudah se-larut ini dan Hyera belum juga pulang, atau mungkin tidak akan pulang.
        
Bel berbunyi berkali-kali dengan cepat, membuat atensinya tersita sekilas dan langsung berlari ke arah pintu besar itu, membukanya tanpa melihat siapa yang datang, hingga satu pukulan mendarat tepat di pipi sebelah kanan, membuatnya terhuyung ke belakang dengan hebat.
        
"Brengsek kau." Sekali lagi, lelaki itu menerima pukulan mentah yang mendarat kembali ke sudut bibir lelaki yang masih limbung dan kebingungan.
        
"Myungsuk, tenang, kau ini kenapa?"
        
"Sialan, dimana Hyera? Kau apa-kan adikku?" Sorot matanya yang memerah tercetak jelas di bawah lampu yang menyala remang, nyalang sekali seperti siap membunuh siapapun yang berada di depannya, rahangnya mengeras hingga otot kebiruan menyembul dari lehernya yang tegang, tangannya siap memukul wajah lelaki dengan tinjuan terakhir yang paling menyakitkan jika saja Seokjin tidak berhasil untuk menghindar.
        
"Apa? Adikmu? Siapa?" Seokjin memegangi sudut bibirnya yang mulai mengeluarkan cairan kental merah berbau anyir, napasnya naik turun dengan tempo yang cepat dan sesekali meringis dengan penuh rasa sakit. Nyeri menjalar di sekujur tubuh hingga menusuk ke hati, bahkan Seokjin tidak bisa membedakan rasa sakit dari masing- masing anggota tubuhnya sendiri.
        
"Sudah kubilang tetap pada rencana, dasar bajingan." Myungsuk mendaratkan satu pukulan kembali pada wajah lelaki yang babak belur dan telah penuh dengan lebam kebiruan, tak lupa dengan darah yang terus mengucur dari bibir dan tulang pipi yang membiru.
        
"Aku tidak tahu semuanya akan menjadi seperti--" satu pukulan telak kembali bersarang sebelum dia menyelesaikan ucapannya, kali ini di bagian perut hingga membuat lelaki itu terjatuh tak berdaya di atas lantai putih sedingin es.
        
"Myung...suk." Seokjin memanggil sekretarisnya dengan kepayahan, napasnya tersengal, bahkan tenaganya telah habis akibat rasa sakit yang menyerang sekujur tubuh, kemeja putih yang membelit tubuhnya hampir penuh dengan kucuran merah yang membuat penampilannya semakin mengerikan.
        
"Aku akan membunuhmu jika sesuatu terjadi pada adik-ku." Myungsuk menarik kerah Seokjin, memaksanya untuk menatap pada mata nyalang dengan kilat kemarahan.
        
"Myungsuk, tenang dulu. Aku bisa menjelaskannya padamu."
        
"Apa yang perlu dijelaskan, brengsek?" Tangan Myungsuk mengepal kembali, bersiap untuk menghujani wajah lelaki di cengkeramannya dengan ber-ratus pukulan agar lelaki sialan itu mati saja dan membeku bersama kesialannya.
        
Namun mendadak niatnya urung, melihat atasannya dengan wajah yang berantakan dan penampilannya yang mengerikan, bahkan kenyataan bahwa sikap lelaki itu yang tidak melawan sedikitpun, nyatanya mampu untuk membuat dirinya iba.
        
Tangannya berangsur turun dan melemas, bahkan napasnya yang memburu berangsur kembali ke intensitas awal, matanya memandangi wajah lelaki yang tengah meringis kesakitan dengan intens, kemudian mendorongnya dengan kasar hingga tubuh tak berdaya itu beradu dengan kaki kursi, debum-nya terdengar riuh di ambang telinga.
        
Myungsuk menutup wajah dengan kedua tangan, melemparkan bokongnya ke atas kursi dan mengumpat dengan begitu agresif, "sial."
        
Masih dengan tubuh lemasnya, Seokjin upayakan untuk berdiri dan berjalan dengan langkah tertatih, bergerak mendekat dengan perlahan dan duduk tepat di hadapan lelaki yang sekarang tengah menatapnya tajam, "Myungsuk? Apa yang terjadi."
        
"Harusnya aku yang bertanya padamu apa yang terjadi, Hyung." Amarahnya perlahan mereda namun tatapan tajam itu sepertinya enggan untuk meninggalkan mata.
        
"Hyera? Siapa-mu?" Seokjin memicingkan mata, tangannya masih memegangi perutnya yang sakit hingga dirinya merasakan mual yang teramat sangat.
        
"Katakan dulu apa yang terjadi dengannya? Kau apa-kan dia?" Lelaki besar ber-jas hitam itu tak mau kalah, kedua tangannya mengepal dan meninju meja dengan cukup keras.
        
"Beritahu aku dulu, Myungsuk."
        
Myungsuk menghela napas pelan, mencoba menenangkan dirinya yang kalut dan membuat orang paling dihormati di kantor menjadi seperti preman amatiran yang gemar berkelahi, jemarinya menggosok kedua mata dengan cepat, lalu beralih untuk menjambak rambut dengan begitu kuat hingga beberapa helai ikut tercabut dari kulit kepala.
        
"Kau tahu apa itu Patriarki? Kakek-ku masih menerapkannya di keluarga kami."
.
.
❤️❤️❤️
.
.
      
Wanita itu tengah meringkuk dan menenggelamkan wajah di antara kedua kakinya yang tertutup rapat, bahunya bergerak naik turun dengan teratur dan se-pelan mungkin, menginterupsi atmosfer tenang di sekeliling agar tak terganggu oleh isakan-nya.
        
Efek tidak tidur semalaman rupanya tidak mampu membuat tubuhnya lelah untuk terus menangis, Hyera tidak peduli pada rambutnya yang berantakan, gaunnya yang lusuh, atau bahkan wajahnya yang mengerikan, yang dia tahu hanyalah, hatinya teramat sakit ketika membayangkan rentetan kejadian yang terekam jelas di kepalanya hingga saat ini, membentuk kepingan besi tajam yang siap menghunus hati kapan saja.
        
Hyera tidak pernah merasa sesakit ini, hatinya terlampau sakit untuk memikirkan lelaki dengan berjuta janji manis yang kini terasa sangat memuakkan, seorang lelaki yang pernah berkata bahwa dirinya tidak akan meninggalkan gadis kesepian ini nyatanya mampu menorehkan luka yang lebih hebat daripada kata meninggalkan.
        
Lamunannya buyar ketika seseorang menepuk pundak dan meremasnya dengan lembut, mungkin berniat untuk mengalirkan ketenangan sebisanya ke sekujur tubuh wanita yang terlihat mengenaskan. Masih dengan busana yang serupa seperti kemarin, dan hanya diam meringkuk di sudut ruangan.
         
"Hyera-ya?"
         
Rupanya panggilan itu mampu membuat air mata Hyera semakin keluar deras dari pelupuk mata, dirinya tidak sedikitpun berniat mengangkat wajahnya dan menyahut lelaki yang rela menampungnya di dalam sini,, lengannya bahkan memeluk lututnya semakin kuat.
        
"Kau tidak ingin pulang?"
        
Perempuan itu bergeming, membuat Taehyung kewalahan dalam membujuknya, ini sudah kali ke-25 Taehyung terus menerus mengajak wanita itu pulang dan menyelesaikan semuanya dengan kepala dingin, dan bahkan, Hyera sama sekali enggan untuk berbicara dan tidak mau melahap sesuap nasi-pun sejak kemarin.
       
Seolah segala rasa sakit yang dia rasakan terus melebur menjadi satu dan membentuk energi yang membuatnya bertahan untuk menangis semalaman suntuk, air matanya belum mengering, dan mungkin akan mengering dalam beberapa jam ke depan jika dia tidak segera mengisi tubuhnya dengan cairan.
        
"Makan dulu, ya? Dari kemarin perutmu tidak diisi apapun."
        
Untuk sekali lagi wanita itu menggeleng, membuat helaan napas keluar dari hidung Taehyung untuk kesekian kalinya.
        
Taehyung menggigit bibir, mulai sekarang dia harus bersikap tegas jika tidak ingin Seokjin berpikir macam- macam dan bersikap salah paham. Jadi, lelaki itu berdiri dan mendekati wanita yang tengah meringkuk di sudut, lalu bergerak untuk menarik pergelangan tangannya dengan cukup keras, membuat Hyera tersentak bangun.
        
"Aku tidak mau membuat Jin Hyung salah paham, kau harus menyelesaikan masalahmu sendiri, Hye."
        
Hyera meronta dengan air mata yang kembali turun dengan deras, bahkan aliran bening yang telah kering tercetak lumayan jelas pada pipi sebelah kiri, namun genggaman Taehyung terus menguat tanpa sedikitpun berniat melepas.
         
"Tolong Tae, aku belum siap bertemu dengan Seokjin, beri aku waktu sebentar lagi, aku janji akan menyelesaikan semuanya."
         
Hyera terus menangis tanpa ampun, sorot matanya menatap Taehyung dengan banyak permohonan di dalamnya, seolah mengatakan bahwa dirinya hanya butuh waktu untuk sendiri, dan tatapan itu mampu membuat Taehyung melonggarkan sedikit cengkeramannya.
        
"Maaf."
        
"Tae—" Hyera mengusap air matanya berkali-kali, entah kenapa air mata gemar sekali keluar dari mata cantiknya, wanita itu melanjutkan dengan terbata, "kenapa Seokjin jahat sekali? Rasanya aku tidak punya salah apapun, kenapa dia sangat tega seperti ini?"
         
Hyera menangis sejadi-jadinya, tubuhnya ambruk terduduk dengan kedua tangan yang menutupi wajahnya yang bengkak, lalu melanjutkan dengan iris kelam yang menatap Taehyung sayu, "Seokjin tidak akan meninggalkanku kan?"
         
Tidak ada hal yang dapat dilakukan Taehyung selain mendekat dan mengikis jarak di antara mereka, memeluk tubuh yang terlihat ringkih dan sangat membutuhkan usapan hangat, pun butuh seseorang untuk menenangkannya dengan berkata seperti 'tidak apa-apa, ada aku'   
         
Namun, bibir lelaki itu hanya terkatup rapat, tubuh besarnya memeluk lembut tubuh wanita kecil yang sesenggukan sembari jemarinya bergerak mengusap bahu wanita yang masih naik turun dengan irama tak teratur.
        
"Kau tahu siapa wanita itu?" Taehyung berujar dengan lembut, menunggu jawaban dari bibir ranum yang masih bergetar hebat.
        
"Tidak, aku tidak tahu. Tapi dia jahat sekali, merebut Seokjin dariku."
         
Taehyung menggigit bibir bawahnya, mencari kalimat yang pas untuk tak membuat Hyera kembali menangis dengan kencang, untuk membuat pikiran wanita itu kembali tenang dan sanggup untuk berpikir jernih.
         
"Aku pikir, Seokjin Hyung bukan lelaki jahat yang tega untuk berselingkuh, mengapa tidak kau tanyakan saja padanya?" Taehyung tersenyum sembari menggenggam kedua bahu wanita yang masih sesenggukan.
         
"Tidak mau, itu terlalu menyakitkan." Hyera kembali menangis, lengannya melingkar sempurna pada pinggang lelaki besar yang tengah mengungkung-nya hangat, tangannya meremas kaus putih bagian belakang dengan kuat, kepalanya dibenamkan pada dada lelaki itu, dan Taehyung hanya bisa mengelus sepanjang surai kepala Hyera dengan lembut.
        
Taehyung mengepalkan tangannya erat hingga tercetak urat ber-pola dan berwarna kebiruan di sepanjang jalan nadi. Memejamkan mata erat dan mengembuskan napas perlahan, berusaha mencari beberapa pilihan untuk masalah rumit yang sedang terjadi.
        
Bahkan, Taehyung tidak habis pikir dengan Seokjin yang berani mencumbui wanita lain di rumahnya sendiri. Jika ingin bercinta, kenapa tidak melakukannya di tempat lain yang lebih aman dan tentunya tidak ada 'Hyera' di dalamnya, sehingga tidak perlu menyakiti wanita itu hingga berimbas pada kesehatan tubuh, mental, dan bayinya.
        
Bukan, bukan Taehyung menyuruh Seokjin seperti itu. Namun jika lebih berhati-hati, mereka berdua pasti akan baik-baik saja.

Taehyung hanya menghela napas membayangkan bagaimana rentetan kejadian itu terus berputar di kepal, ketika Hyera melihat Suaminya sendiri bercinta di rumah mereka dengan kondisi tubuh yang sedang rentan karena kehamilan.
        
Bahkan saat ini, Taehyung merasa sangat geram sekali hingga ingin menghajar Seokjin berulang kali, namun Taehyung sadar bahwa dirinya bukan siapa-siapa, dan tidak berhak ikut campur dalam urusan rumah tangga mereka, kecuali untuk menenangkan wanita dipelukannya yang tengah dirundung pilu.
        
Taehyung menjadi bersikap was-was sejak semalam dan terus mengamati wanita yang tidak beranjak dari sudut kamar, takut jika Hyera melakukan hal-hal bodoh dan membuat segala masalah ini menjadi lebih pelik, takut jika mendadak ada darah yang mengalir lewat bagian bawah tubuhnya dan mengancam kondisi bayi di dalamnya, sungguh ini adalah pikiran yang menakutkan dan ingin dienyahkannya secepat mungkin.
        
"Hyera-ya dengarkan aku," Taehyung mengangkat dagu Hyera hingga mata mereka bertemu, "aku tidak bisa terus menjagamu di sini, aku harus ke Daegu untuk menyelesaikan pekerjaanku."
       
Taehyung menjeda kalimatnya beberapa saat, tangannya bergerak mengambil gelas dengan tegukan air terakhir lalu kembali melanjutkan, "kau ingin pulang, atau ikut aku?"
        
Hyera bergeming, memikirkan bahwa matanya bahkan belum siap untuk melihat wajah Kim Seok Jin dengan penuh kesakitan, hatinya belum sanggup untuk menguatkan dirinya yang terlalu lemah, dan kepalanya bahkan terlalu lelah untuk memikirkan kemungkinan- kemungkinan bahwa lelaki itu akan meninggalkannya dan melanggar janji yang pernah dia buat.
        
"Aku tidak memaksa, tapi kurasa Daegu bisa memberi kenyamanan untukmu." Taehyung melanjutkan kalimatnya.
        
Hyera tetap bergeming, pikirannya membaur bersama angannya sendiri hingga kalimat Taehyung hanya mampir selama sekejap di dalam kepala, menimbang-nimbang berbagai macam kemungkinan yang berlalu-lalang di dalam otaknya yang membeku.
        
"Tolong bawa aku, Tae."

[]

PRICELESS | KSJ ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang