11. Faltered

2.7K 332 39
                                    

Hyera berjalan di setapak berbatu dengan lunglai, sesekali menghirup dengan dalam aroma bunga musim semi cantik di kanan-kirinya, menarik napas panjang dan mengeluarkannya perlahan dengan begitu tenang, bangunan yang runtuh sebagian menyapa matany...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hyera berjalan di setapak berbatu dengan lunglai, sesekali menghirup dengan dalam aroma bunga musim semi cantik di kanan-kirinya, menarik napas panjang dan mengeluarkannya perlahan dengan begitu tenang, bangunan yang runtuh sebagian menyapa matanya sejak kali pertama dia di sini.
 

      
"Hyera?" Suara bariton khas yang wanita itu kenal memasuki alat rungu, membuat wanita itu menolehkan wajah ke belakang dan mendapati sesosok pemuda tinggi yang tengah tersenyum ke arahnya dari jauh.
      
"Taehyung?" Raut keterkejutan terlukis di wajah, membuatnya membelalakkan mata dan membuka celah kecil di bibir.
      
Lelaki itu berjalan cepat ke arahnya berdiri, senyum kotak lebar di wajah itu sepertinya mampu membuat siapapun merasa gemas. Sungguh, Taehyung bisa terlihat tampan dan imut dalam waktu bersamaan.

      
"Dimana Seokjin Hyung?" Manik matanya menatap sekeliling, lalu menyadari bahwa wanita di depannya ini berjalan sendirian tanpa siapapun di sisinya.
 

     
Hyera tersenyum kecut— menggaruk lemah lehernya yang tidak gatal, dan menatap Taehyung dengan intens. "Ada pekerjaan kantor, katanya."
      
"Yak! Mana ada. Hyung tidak pernah mengerjakan urusan kantor di saat cuti seperti ini, apalagi sekarang sedang berlibur denganmu."
       
"Aku tidak tahu, Seokjin pergi pagi sekali. Bahkan aku belum sepenuhnya sadar dari mimpi, dia hanya berkata jika ada pekerjaan yang harus diselesaikan."
     
Taehyung mengerutkan kening, mencoba berpikir keras, lantaran Seokjin bahkan tidak pernah menyentuh urusan kantor apapun jika sedang cuti.
      
Beberapa waktu yang lalu, Seokjin mengabari Taehyung jika dirinya dan Hyera akan berlibur ke Jepang. Namun, mereka belum sempat untuk bertemu di sini, karena Taehyung sedang amat sibuk dengan pekerjaan.
      
Taehyung tersenyum, "Kebetulan sekali kita bertemu, kau ingin berkeliling? Aku antar."
      
"Bukankah kau sedang bekerja?"
       
"Sebentar, ya?" Taehyung berlari kecil meninggalkan Hyera yang kebingungan, langkahnya terhenti di depan segerombol lelaki yang memakai kaus putih dengan corak yang sama persis dengannya— mungkin seragam kerja. Ia tampak berbicara dengan serius selama beberapa menit kemudian berbalik dan menghampiri Hyera yang masih terpaku di tempat.
      
"Ayo."
       
Hyera cukup terkejut dengan gamitan lengan dari sosok lelaki di depannya— saling menggenggam sejenak setelah mereka berjalan beriringan, lalu saling melepas dengan cepat.
     
Benda-benda kuno menyapu mata mereka setelah kedua manusia itu memasuki sebuah ruangan yang luas, Hyera menatap sekeliling dengan berbagai macam perasaan yang memenuhi batin. Senang, ambisi— pun terharu berbaur menjadi satu.
      
"Kita tidak menyewa guide, Tae?"
      
Taehyung terkekeh, "Bagaimana jika kau menyewa-ku saja?"
      
"Memangnya kau paham?"
       
"Sudah lima kali aku ke sini, bersama kolega, dan selalu menyewa guide hingga aku nyaris hapal seluruh seluk beluk tempat ini— hal sekecil apapun."
      
Hyera hanya mengangguk paham, menyejajarkan langkah dengan lelaki dengan balutan kaus lengan hitam dan celana selutut.
       
"Kau lihat jam itu, Hye?" Taehyung menunjuk ke sebuah jam saku yang terpajang disebuah lemari kaca, lalu ia melanjutkan, "pukul 08.15 pagi, jam itu mati tepat pada saat bom meledak di kota ini." Taehyung berdehem dan menuntun Hyera untuk melangkah lebih dalam ke sebuah ruangan besar.
       
"Little boy, nama bom atom yang jatuh di sini, namanya lucu sekali kan?" Taehyung terkekeh dan menatap Hyera yang turut menarik satu sudut bibir.
      
"Namanya saja yang lucu, tapi isinya sanggup memporak-porandakan seluruh kota. Kau tahu mengapa Hiroshima yang terpilih untuk di hancurkan?"
      
"Tidak, memangnya kenapa?" Antusiasme jelas tergambar di wajah cantik wanita itu.
       
"Karena kota ini adalah pusat militer, bahkan Hiroshima adalah kota pelabuhan yang menjadi titik nadi pemerintah Jepang. Sekutu ingin Jepang segera menyerah dengan menjatuhkan bom atom yang memiliki efek luas dan memiliki dampak parah pada kota."
      
"Jahat sekali, ya?" Hyera meringis kecil, membayangkan betapa gamangnya suasana waktu itu.
       
Matanya menyisir ke seluruh penjuru ruangan, melihat foto awan jamur yang terbentuk setelah ledakan, Kota Hiroshima yang rata dengan tanah, foto para korban yang hangus dan bagian tubuhnya tercerai berai, jam tangan yang mati tepat di angka 08.15, sepeda roda tiga yang menghitam, hingga foto para bayi yang terlempar jauh dan tergantung di pagar.
      
Semua pemandangan ini membuat matanya memburam, lalu tangannya bergerak mencari sebungkus tisu yang selalu dia bawa, namun jemari itu tidak menemukannya di sisi tas manapun.
      
"Ini." Taehyung menyodorkan sejumput tisu ke depan wajah wanita yang hampir menangis, disambut dengan tangan Hyera yang mengudara untuk menerimanya.
       
"Terimakasih."
       
"Ayo keluar, kita berdoa." Taehyung menuntun berjalan di depan wanita yang hanya menurut saja. Taehyung jelas paham, sebagai seorang wanita tentunya Hyera akan mudah tersentuh dengan cerita-cerita semacam ini.
       
"Namanya Cenopath. Di sini, para korban dikubur secara massal. Kau boleh berdoa untuk mereka, kalau kau mau."
       
Hyera memejamkan mata, menginstruksi hatinya untuk mengirimkan sekelumit doa untuk korban melas yang tewas.
       
Rintik-rintik hujan terasa di atas epidermis kulit pucat wanita itu, membuatnya membuka mata dan menatap ke langit— mengedipkan mata lantaran satu butir air yang mengenai mata membuatnya berdiri dan menutupi kepala.
      
Mendadak satu lengan kekar menarik pergelangan tangan wanita yang tengah menengadah dengan cukup keras, membuatnya terseret hingga tersandung oleh satu kakinya, nyaris saja jatuh jika saja kedua lengan besar itu tidak menahannya.
       
Taehyung tersenyum, membuat Hyera berdehem lirih dan menepis lembut kedua lengan kekar yang tersemat di antara lengan dan pinggangnya.
       
"Ayo." Taehyung tersenyum dan menginstruksi agar Hyera berjalan mendahuluinya.
        
Hujan semakin lebat, ini adalah hujan pertama di musim semi, Hyera pergi tanpa persiapan, namun Taehyung sepertinya membawa satu payung.
       
Mereka berlindung di pojok serambi museum sembari menatap Hujan yang mulai deras. Awan di atas sangat gelap, mampu membuat orang-orang untuk berlari kecil dan membawa tubuhnya untuk segera terlindung, entah dengan payung atau jas hujan.
      
"Kau, sudah makan?"
       
"Sudah."
       
Perutnya berbunyi cukup keras dengan menyebalkan, sama sekali tidak bisa diajak untuk berbohong. Berbunyi tepat ketika Taehyung menanyakan pertanyaan itu, membuat lelaki itu tersenyum dan terkekeh pelan.
       
"Ayo, ku antar pulang saja." Taehyung tersenyum, menatap wanita dengan jarak satu jengkal jauhnya, aroma apel hijau segar dapat tercium dari indera penciuman, memberi perintah bagi ambang hidung lelaki itu untuk menghirup dalam-dalam— lalu melanjutkan dengan ragu, "tapi makan dulu, ya? Bagaimana? Jangan sampai kau sakit."
       
"Tidak perlu, aku makan di hotel saja, Tae."
       
"Tidak ada penolakan, Hye."
        
Hyera bergeming, menatap sepatu putihnya yang basah karena terciprat oleh hujan, memang sedikit kotor namun Hyera menyukainya. "Baiklah."
        
Taehyung membuka payung hitam di tas ransel yang terlingkar di bahu, lalu mengajak Hyera yang bergerak dengan canggung untuk berada pada satu naungan dengan lelaki itu, langkah kaki mereka bergerak seirama dan berjalan menuju ke arah yang lebih jauh dari bangunan tua— mencari naungan mereka yang lain— mobil.
      
"Ingin makan apa?" Taehyung melipat lengan kemeja putihnya yang basah, Hyera terdiam, melihat bagaimana separuh tubuh bagian kanan lelaki itu basah kuyup, namun Hyera merasa tubuhnya kering sama sekali.
       
Mendapati bahwa Taehyung dengan kepayahan menjaganya agar tidak tersentuh oleh air, lantas membuat Hyera menggembungkan pipi dan meringis kikuk.
     
"Ayo makan sup panas. Aku tahu kau kedinginan."
       
Taehyung menatap Hyera untuk sepersekian detik dan tertawa, "Iya, kasihan sekali ya, tidak ada yang menghangatkan."
.
.
❤️❤️❤️
.
.
Kim Seok Jin menatap nanar pada sebuah bangunan tua yang sudah mulai rapuh, dindingnya terkoyak hingga menampilkan batu bata sebagai pondasinya, cat tembok berwarna putih yang mulai luntur dan mengelupas di sana-sini, pintunya memiliki lubang di bagian bawah hingga hewan-hewan melata dapat dengan leluasa keluar-masuk.
      
Untuk sekali lagi, lelaki itu memantapkan hatinya hingga yakin bahwa ini adalah rumah yang dimaksud, lalu menempelkan ponsel di daun telinga cukup lama hingga memperoleh jawaban dari ujung sana.
        
Pintu itu berdecit tertahan, bunyinya cukup memekik hingga nyaris membuat Seokjin mundur beberapa langkah. Sesosok wanita cantik muncul dari dalam, mengenakan pakaian berwarna merah dengan renda di sepanjang gaun hingga membuat hati lelaki itu kembali berdebar.
       
"Ayo masuk, maaf rumahku berantakan." Wanita itu tersenyum kecut, kedua tangannya meremas kedua bagian ujung rok cantik sebatas paha yang dikennakannya.
     
"Tidak— Tidak apa-apa." Seokjin mengikuti kemana wanita itu membawanya, sepi sekali. Tidak ada siapapun di dalam, barang yang berdebu berserakan di sana-sini, membuat lelaki itu mengibaskan tangan di depan hidung.

PRICELESS | KSJ ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang