"Wah, aku tak menyangka kalau tamu pagi hariku ini dirimu." Ucap Rhys pada seseorang yang mengetuk pintu flatnya.
"Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan padamu, manusia." Ucap Gydra sinis.
Rhys tersenyum, "Baiklah. Silahkan masuk, bukan manusia?"
Gydra masuk kedalam flat Rhys dan duduk di sofa tanpa meja itu. Padahal rencananya Gydra hendak menaikan kakinya pada meja untuk memberi kesan tak sopan.
"Mau aku buatkan teh?" Tawar Rhys.
"Tidak perlu. Tak kusangka reaksimu biasa saja saat aku memanggilmu manusia."
"Yah, aku sudah cukup menerima dunia yang aneh dan unik ini." Rhys terkekeh sambil duduk pada cajon miliknya. Ia punya set alat musik di flatnya.
"Woah, apa kau benar-benar manusia dengan semua energi dosa bewarna hitam pekat seperti itu? Harusnya kau jadi buruan empuk oleh bangsaku. Tapi apa alasan mereka enggan bertemu denganmu, ya?"
Ucapan Gydra itu membuat Rhys kebingungan. Bangsanya? Enggan bertemu? Apa maksud semua itu? Rhys benar-benar tidak paham. Kecuali satu, perihal energi dosa.
"Aku tahu kau bukan manusia, tapi bisakah kau bicara hal yang bisa dipahami oleh kedua pihak?"
Gydra tersenyum lebar, "Aku menyukaimu."
"Ha?! Kau gila?! Aku ini normal! Aku masih menyukai wanita walaupun itu merepotkan!!" Histeris Rhys.
"Apa? Hei! Bukan itu maksudku!!" Gydra paham dengan reaksi Rhys.
"Aku mendukung pasangan sesama jenis, kok. Tapi aku tidak bisa menerimamu, tuan. Maafkan aku."
"Kubilang BUKAN itu maksudku, kau gila, ya!?"
"Astaga, lalu apa maksudmu, tuan?"
"Sebelumnya aku punya nama, namaku Gydra."
"Ah, kalau saja dari awal kau memberitahu namamu itu. Oh, dan namaku Rhys." Rhys tersenyum sambil mencoba menjabat tangan Gydra.
"Ya, aku tidak peduli," Gydra menangkis telapak tangan Rhys, "Sepertinya alasan energi dosamu begitu pekat adalah karena kau ini pembunuh, ya?"
Setelah mendengar hal itu, sikap Rhys menjadi lebih tenang dan terlihat sangat waspada.
Ia lalu tersenyum sambil kembali duduk di Cajon, "Aku bukan pembunuh, aku hanya membebaskan mereka dari kejamnya dunia."
"Tak perlu mengelak. Sebenarnya aku tak akan menyuruhmu berhenti karena yang kau lakukan itu membuat duniaku cukup stabil."
"Ah, aku paham. Kau ini semacam penghuni neraka, ya?"
"Lebih tepatnya aku Dewa iblis, Gydra."
Rhys merasa kalau kehidupannya menjadi layaknya dunia penuh omong kosong. Setelah kemarin malam bertemu dengan pria yang mengaku sebagai Dewa langit, kini ada Dewa lainnya yang mendatanginya. Ia merasa gila dengan semua yang tak berlogika ini.
---
"Kau, jangan-jangan kau si pembunuh itu?"
Untuk pertama kalinya, Viccas terlihat gemetar ketika bertemu manusia. Padahal iblis terkuat tak pernah sekalipun membuatnya mengernyitkan dahi.
"Lalu? Kau mau menangkapku? Atau kau yang aku bunuh?" Ucap Rhys sambil menodongkan pisau tepat pada wajah Viccas.
"Kau yang membuatku memilih pilihan," Viccas melempar selimut dari ranjang di belakangnya itu pada wajah Rhys.
Saat berusaha kabur, Rhys lebih gesit dengan lemparan pisaunya yang mengenai kaki Viccas dan membuat Viccas tersungkur.
"Tipuan ini bukan untukku, tuan." Rhys membanting selimut tadi dan mendekati Viccas. Ia menarik pisau tersebut dan terkejut dengan luka Viccas yang sembuh dengan cepat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
For the Sake of Me (✓)
FantasyI want you to choose me. For the sake of me. . . [Semua tempat, nama, organisasi, kelompok, dan agama merupakan fiksi]