Page 15 (♪)

4 1 1
                                    

(Agia side)

Sudah hampir satu tahun setelah akhirnya aku tinggal di bumi dan berpura-pura menjadi manusia.

Aku juga berterima kasih pada sang malaikat maut, Mark, yang bermurah hati menolongku belajar tentang hidup seperti manusia di bumi. Jika tidak bertemu dengannya, entah bagaimana jadinya, duduk terdiam di bangku itu bertahun-tahun atau mungkin berjalan tanpa arah.

Sekarang aku sudah mendapat promosi di tempat kerjaku dan bisa memiliki tempat tinggal sendiri, di mana sebelumnya aku tinggal di rumah Mark yang super megah itu.

"Kau benar-benar mengikuti saranku, ya?" Mark terkekeh ketika aku mengundangnya mampir di rumah sederhana yang baru kubeli.

"Itu karena, aku berpikir jika punya rumah sepertimu, mungkin akan sangat sunyi tinggal sendirian di sana."

"Aku tidak merasa begitu."

"Kau memakai ruangan yang kosong sebagai tempat koleksi senimu. Aku tak habis pikir, dengan ratusan lukisan abstrak, bahkan ada patung-patung aneh yang ukurannya lebih besar darimu."

Mark tertawa geli, "Bukan seni kalau tidak unik. Lagi pula seni itu soal selera, tidak semua orang akan menyukainya dan tidak perlu alasan juga untuk menikmatinya."

"Hm, begitu, ya. Kalau begitu, bagaimana dengan lukisan yang kupunya di atas perapian itu?" Aku menunjuk pada lukisan seorang wanita gaun putih yang sedang berada di sungai. Lukisan itu sudah ada di rumah ini sebelum aku memilikinya.

"Itu bagus. Punya banyak arti tersendiri. Bahkan kupikir itu mirip kamu."

"Dasar, pemilik rumah yang sebelumnya bilang lukisan ini bertema gadis hampa dengan hidup yang tragis." Kesalku karena disamakan dengan tema lukisan tersebut.

"Mana aku tahu, kubilang seni itu punya banyak arti, aku mengartikan keanggunan dan cahaya yang polos."

Aku tergelak, "Kau pandai bicara, ya?"

"Terima kasih." Ucapnya sambil tersenyum jahil.

Kami berdua tertawa sambil menikmati teh hangat di akhir musim dingin.

Ketika musim semi akhirnya tiba, ternyata tidak hanya musimnya, hatiku juga mulai bersemi pada seorang pria. Dan dia manusia.

Pria itu bernama Finn Grayson. Pemilik cafe kecil di tengah kota. Aku mengenalnya ketika aku iseng mampir ke cafenya itu untuk beristirahat.

Hanya dia dan temannya yang mengelola cafe itu. Tidak begitu ramai memang, tapi aku akui, kopi buatannya sangat enak.

"Ah, kau datang lagi!" Seru pria berambut pirang dengan senyuman manis yang sangat aku sukai.

"Aku baru selesai bekerja dan ingin meminum kopi. Kau sendirian?" Aku tersenyum sambil duduk di meja pantry.

"Iya, Jack harus kuliah. Jadi dia membantuku kalau ada waktu."

"Kau tidak lelah?"

"Hh, lagipula cafe ini tidak terlalu ramai. Menanganinya sendiri pun tidak masalah. Memangnya kau mau membantuku?"

Aku tertawa geli, "Aku dapat tip, ya?"

"Tergantung, haha."

Aku juga mencoba untuk belajar membuat kopi. Sedikit sulit namun rasanya menyenangkan. Apalagi Finn mengajariku dengan sabar dan tekun.

Setelah itu aku mulai sering mampir ke cafenya setelah pulang bekerja. Kalau tidak ada Jack, aku membantu Finn melayani tamu dan mengantar pesanan mereka. Kadang-kadang aku juga membantu membuat cake atau camilan yang ada dalam menu.

For the Sake of Me (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang