♪I think you're gonna change my plans
With those emerald eyes
But you don't even understand
How much they're on my mind♪
(♪Finneas - Claudia)Rhys memetik gitar dan melantunkan nada dari tenggorokannya. Suara merdu yang terdengar membuat malam di cafe itu terasa begitu syahdu.
Lagi-lagi panggilan pekerjaan, Rhys membuat harga untuk setiap suara yang dikeluarkan untuk fansnya. Tidak begitu banyak, namun mereka benar-benar menikmatinya. Bahkan mereka segan untuk memberi bayaran dengan nominal yang terbilang sedikit untuk penyanyi tampan itu.
Suara yang ia keluarkan terdengar begitu indah meskipun sang pemilik suara bernyanyi sambil melamun. Memikirkan seorang wanita yang entah sedang apa di dalam kamar flatnya. Seorang wanita yang sudah pernah ia tiduri.
Lagu yang dibawakannya selesai. Semua penonton bertepuk tangan. Pria itu pun membungkuk kemudian pergi.
Sambil menggendong tas gitarnya, ia berjalan pulang melewati udara dingin, juga salju yang turun perlahan. Beberapa kali ia menghembuskan uap dari mulutnya, membuatnya mengepul di udara.
"Selamat datang," Sapa seorang pelayan kedai ketika Rhys mampir.
"Aku pesan dua sup jamur dan minuman jahe untuk dibawa pulang.
"Segera kami siapkan."
"Terima kasih."
Ia berniat kembali memberi makan seorang wanita yang tinggal di kamar flatnya. Walaupun mungkin wanita itu sudah memasak makan malam, setidaknya ada buah tangan yang dibawa Rhys untuknya.
Setelah Rhys mendapat pesanannya, ia kembali berjalan pulang, tak sabar untuk makan malam bersamanya.
Namun seseorang menghentikan langkahnya. Seorang pria tinggi dengan pakaian hangat serba hitam, juga tatapan mata yang tajam.
"Selamat malam." Sapa Rhys sambil tersenyum. Sedangkan lawan bicaranya itu terdiam membisu.
"Apa ada sesuatu urusan denganku? Oh, sepertinya aku pernah melihatmu di suatu tempat. Di restoran, ya?" Sambung Rhys.
Pria itu mendeham, "Sebelumnya, namaku Mark Choi. Nampaknya kau tidak akan begitu terkejut jika aku bilang kalau aku ini malaikat maut."
"Maksudmu?"
"Aku malaikat maut yang sesungguhnya."
Rhys sedikit gentar. Dari semua manusia yang dibunuhnya dan ratusan pertanyaan bisakah ia melihat malaikat maut, tak disangka ia benar-benar melihatnya di sini. Dengan mata kepalanya sendiri.
"Kau bercanda?" Rhys mencoba menarik senyumannya.
"Selama ini aku tidak memiliki waktu untuk bercanda."
Rhys mendengus, "Baiklah, apa maumu? Mengambil nyawaku?"
"Itu memang tugasku, tapi maaf, bukan kau kali ini."
Pria bermata yellowish green itu mengernyitkan alis tebalnya, "Apa?"
"Aku hanya akan memberi pesan. Walaupun seharusnya aku tidak melakukan ini."
"Beritahu aku."
Mark terdiam sejenak, namun membuat Rhys merasa direndahkan dengan tatapan iba milik malaikat maut tersebut.
"Kenapa kau menatapku seperti itu?"
"Sebenarnya aku tahu siapa dirimu. Aku juga tahu masa lalumu."
Rhys semakin geram dengan jelmaan pria dihadapannya itu, namun ia masih bisa menahan emosi.
"Cepat katakan, apa maumu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
For the Sake of Me (✓)
FantasyI want you to choose me. For the sake of me. . . [Semua tempat, nama, organisasi, kelompok, dan agama merupakan fiksi]