Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Is it the right time for me?
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
F l a s h b a c k
..
Taehyung sedang menunggu gilirannya untuk ditangani, mengetuk-ngetukan jemari diatas pahanya karena merasa gugup. Apa pula yang dia pikirkan, mengganti warna rambutnya. Warna hijau yang memudar itu memang sebuah alasan. Tapi ketika Joy meracau saat dia mabuk, menyebut rambutnya seperti rerumputan di halaman belakang rumah kakeknya lebih mengganggunya lagi.
Dia menghela napas berat, menatap layar ponsel melihat pemberitahuan. Hanya ada beberapa pesan dari sekertarisnya, memberi laporan yang harus segera dia periksa. Taehyung mendengus, pura-pura tidak membacanya, mengecek jam dan memasukan ponselnya kembali kedalam saku celana.
Ketika dia mengitari pandangannya, seseorang berhasil menarik perhatiannya. Kalau tidak salah ingat, dia adalah dokter Kim. Dokter yang Joy temui waktu itu bersamanya, pria itu sedang berbicara dengan anak kecil. Bagaimana mungkin dia bisa dengan mudah menangani makhluk kecil yang ketika menangis akan berubah mengerikan seperti itu, pikirnya.
Dia kemudian mendekat, mendapat perhatian dari yang lebih tua. Dokter Kim mengacak rambut anak kecil tadi, lalu berdiri tersenyum padanya.
"Kim Taehyung?" Sapa dia.
Taehyung kagum, pria itu bisa mengingat namanya. Padahal dia pasti bertemu banyak orang setiap harinya. "Kau mengingatku?" Tanya dia tidak percaya, menunjuk kearah wajahnya sendiri.
Dokter Kim tertawa pelan, membungkuk untuk menyetarakan wajahnya pada si anak kecil. "Kembali pada ibumu, nanti dia cemas."
Anak itu mengangguk senang, memeluk kaki dokter Kim lalu pergi menjauhi mereka untuk masuk kedalam.
"Tentu saja aku ingat, kau datang bersama pasien favoritku." Balasnya. "Bagaimana kalau kita bercerita sambil duduk?"
Mereka pergi ke sofa tempat Taehyung menunggu dengan gelisah tadi. Dokter Kim menyandarkan punggungnya, tenggelam pada sandaran sofa lalu menghembuskan napas panjang. "Apa kabar?"
