Gagang pel seketika terlepas dari tanganku, lalu jatuh ke lantai dengan suara yang memekakkan. Dengan keras otak ini berpikir, lalu mengingat-ingat.
Aku yakin benar aku sudah menutup pintu lemari itu. Rel pintunya memang tidak macet dan mudah terbuka, tapi cuaca tidak sedang berangin sama sekali. Tanpa angin, tidak mungkin, kan, pintunya bergeser dengan sendirinya?
Lalu bando—aku tidak sinting; aku juga bukan orang yang mudah melupakan sesuatu. Aku ingat betul tangan ini melemparkannya ke ujung kasur beberapa saat yang lalu. Tidak mungkin, kan, benda itu berjalan sendiri atau terbang ke dalam lemari?
Aku menggaruk-garuk kepala. Apa aku bisa salah ingat, atau berhalusinasi karena terlalu capek?
Tangan ini mengambil kembali gagang pel itu. Dengan mata yang masih tertuju pada lemari, aku mulai mengepel lantai kamar.
Aku terus meyakinkan diri kalau otak ini hanya salah ingat. Tapi semakin keras melakukannya, semakin aku yakin kalau ingatanku tidak salah.
Entah kenapa hati ini jadi merasa kesal. Aku mengambil bando itu dan meletakkannya kembali diatas kepala. Lalu, GREK! Kututup kembali pintu geser itu. Kuambil ember yang berisi air kotor dan ketika hendak mengganti air ke kamar mandi, kuperhatikan lemari itu sekali lagi.
Pintunya benar-benar tertutup. Lalu kututup pintu kamarku, supaya tidak ada sedikitpun angin masuk.
Pintu lemarinya tertutup, pintu lemarinya tertutup, pintu lemarinya tertutup. Kuingat-ingat terus hal itu di dalam pikiranku. Pintu lemarinya tertutup.
Dan ini dia. Kutarik nafas dalam-dalam, kubuka pintu kamarku, lalu mengintip kedalamnya.
Lalu nafasku tercekat.
Pintu lemari itu kembali membuka.
Dengan marah aku berlari dan kembali menutup pintu itu keras-keras. "Gak mungkin!" Teriakku.
Apa ada yang masuk ke kamarku dan melakukan ini? Pikirku. Ini bukan lagi bercandaan. Masa iya pintu lemari ini bisa membuka sendiri? Kalau bukan oleh tangan manusia, lalu apa?
Aku mengintip keluar lewat jendela kamar. Apa perempuan itu? Atau ... apa ada orang aneh lain yang tinggal di sebelah kamarku?
Rasanya semua kamar di lantai atas tertutup dan sepi. Aku tidak melihat satupun orang sedari pagi tadi. Kebanyakan aktivitas terjadi di bawah. Aku mendengar suara gerungan motor datang dan pergi.
Lalu penjelasan apa yang logis atas apa yang kualami ini?
***
Aku membuka mata, melirik ponsel di sisi kepala, lalu menyalakannya. Sudah pukul 11 malam.
Aku sangat kelelahan, tubuhku juga lunglai karena ini adalah pertama kalinya semenjak beberapa bulan aku tidak pernah melakukan pekerjaan berat seharian. Mata ini sudah tidak kuat menahan kantuk, tapi entah kenapa sekeras apapun berusaha memejamkannya, aku masih saja belum bisa tidur.
Akhirnya aku melangkah ke sakelar lampu. Mematikannya, namun membiarkan televisi tetap menyala dengan suara kecil. Ternyata suasana ruangan yang lebih gelap cukup banyak membantu.
Ketika mata terpejam, aku merasakan suara-suara bising bersahutan di kepalaku. Suara-suara itu begitu berisik dan mengganggu. Aku berusaha mengabaikannya—berusaha tertidur. Dan lama kelamaan, bisa kurasakan usaha itu berhasil.
Tubuhku memang sudah tertidur. Tapi entah kenapa suara-suara itu masih ada. Semakin lama semakin keras. Semakin melengking. Bahkan di alam bawah sadar pun, aku tahu betul kalau mulutku sedang terkatup rapat.
Lalu siapa pemilik suara yang kedengarannya seperti suaraku itu?
Kenapa suaranya semakin memenuhi isi kepala, sampai di titik dimana aku merasa kalau suara itu dibisikkan langsung ke telingaku?
KAMU SEDANG MEMBACA
SAYUNI
Horror-BASED ON A TRUE STORY- Aku tersenyum tipis padanya, tapi dia tidak tersenyum balik padaku. Tepat di saat itu aku sadar, bahwa dia tidak sedang menatap ke arahku. Memang sekilas pandangan kami seakan bertumpu. Tapi ternyata, bukan aku yang ia lihat...