"Mas dulu nikahin aku memangnya punya modal apa?" Tanya Ririn bernada ejekan pada suaminya, Iqbal.
Sesak dada Iqbal mendengarnya. Selalu kalimat itu yang menjadi senjata Ririn jika sedang berselisih paham.
"Iya, Mas tahu kalau Mas ini nggak punya apa-apa. Tapi kita kan sekarang sudah menikah, kamu sudah sepenuhnya menjadi tanggungjawab Mas. Kalau terus-terusan seperti ini kan Mas malu sama papa dan mama. Mas jadi merasa seperti suami yang tidak bertanggungjawab." Iqbal mulai berani sedikit tegas pada Ririn.
Ririn tidak menyahut, tak menyangka suaminya akan menjawabnya. Biasanya Iqbal hanya terdiam saat mendengar ocehan Ririn.
"Toh kamu bisa transfer kuliahnya, nanti kita cari kampus yang punya jurusan sama. Mas juga mampu kok membiayai kuliah kamu, Rin. Rumah juga sudah ada, Mas dapat fasilitas rumah dinas yang bagus dan dekat dengan kantor. Jadi kita tidak perlu merepotkan papa dan mama lagi." lanjut Iqbal.
"Pokoknya aku nggak mau! Aku mau selesaikan kuliah dulu disini. Dari awal kita menikah kan Mas nggak pernah mempermasalahkan kalau aku tetap kuliah disini. Mas juga setuju kita tinggal sama mama papaku, karena nggak mungkin kita tinggal sama bapak ibu yang rumahnya sempit itu. Yang ada malah kita tambah menyusahkan bapak ibu nanti." Ririn teguh pada keputusannya.
"Mas mana tahu kalau akan pindah dinas keluar kota, Rin." Kata Iqbal.
"Lagipula kan cuma dekat tho Mas, 4 jam perjalanan saja, jadi kalau weekend Mas bisa pulang kesini. Aku tetap bisa melanjutkan kuliah sampai selesai. Tinggal setahun lagi Mas, tolonglah sabar sedikit. Nanti kalau ada libur semester aku gantian yang kesana."
Iqbal lelah berdebat dengan Ririn. Sungguh keras kepala istrinya ini. Hampir setahun pernikahan mereka ternyata belum sedikit pun Ririn bisa merubah sifatnya itu. Selalu ingin menang sendiri.
Bahkan ketika setelah menikah Ririn memutuskan untuk KB terlebih dahulu pun tanpa meminta persetujuan dari Iqbal. Ririn beralasan masih ingin melanjutkan kuliah tanpa terbebani dengan kehadiran anak.
*******
Iqbal, seorang tentara berpangkat dasar. Anak pertama dari sebuah keluarga sederhana. Orangtua Iqbal adalah petani. Iqbal memiliki seorang adik perempuan, masih sekolah di sebuah SMA negeri unggulan di kota mereka. Iqbal taat beribadah dan mempunyai sifat yang lembut. Wajah Iqbal juga mempesona, apalagi saat memakai seragam kebanggaannya. Meskipun kulitnya lumayan hitam seperti layaknya para tentara, namun terlihat bersih dan terawat.
Sedangkan Ririn, anak tunggal dari keluarga kaya dan terpandang. Papanya seorang dokter, sedangkan mamanya punya butik busana muslim. Ririn terbiasa manja dan dimanjakan, semua yang dia mau harus dituruti. Ririn saat ini kuliah S1 keperawatan, awalnya ingin kuliah kedokteran namun ternyata tidak diterima. Akhirnya Ririn memutuskan sekolah perawat saja dan nantinya ingin melanjutkan S2 agar bisa menjadi dosen.
Iqbal dan Ririn awalnya tidak sengaja bertemu. Saat itu Iqbal sedang ikut acara donor darah dari kantornya di sebuah rumah sakit, sedangkan Ririn ada kegiatan praktek di rumah sakit yang sama. Ririn begitu terpesona melihat Iqbal yang terlihat gagah dan berbeda dari tentara lainnya.
Ternyata Iqbal pun merasakan hal sama, sejak pertama mata mereka saling beradu, rasanya ada getar tak biasa di hati Iqbal.
"Hai, boleh kenalan nggak? Namaku Iqbal. Kamu kerja disini?" Iqbal memberanikan diri mengajak kenalan.
"Namaku Ririn. Aku masih kuliah kok, saat ini sedang belajar praktek saja disini." Jawab Ririn malu-malu.
"Emm,, boleh minta nomor hp kamu nggak?" tanya Iqbal.
Lalu mereka pun saling bertukar nomor hp dan sosial media. Komunikasi berjalan dengan baik selama beberapa bulan. Obrolan ringan maupun berat pasti bisa nyambung.
Benih cinta diantara mereka semakin bersemi meskipun mereka jarang sekali bisa bertemu. Hanya butuh waktu 6bulan lalu mereka pun memutuskan untuk menjalin hubungan.**********
Malam ini, Iqbal tidur dengan perasaan tak menentu. Sudah 2 minggu Iqbal mencoba membujuk istrinya agar mau ikut pindah dan tinggal dengannya, namun hasilnya selalu nihil. Papa dan mamanya pun mendukung keputusan Ririn. Iqbal merasa tidak dihargai sebagai suami Ririn. Namun apa yang bisa Iqbal perbuat? Iqbal lemah kedudukannya, Iqbal kalah dalam segala hal dikeluarga ini.
Iqbal menjadi teringat nasehat orangtuanya ketika Iqbal meminta ijin untuk melamar Ririn.
"Nak, apakah kamu sudah benar-benar mantab dan yakin pada pilihanmu? Mereka orang kaya, Nak, kita hanya orang biasa. Bapak tak mau kamu nanti diremehkan disana. Kita laki-laki, sebagai suami harus punya harga diri. Bukan berarti Bapak menyuruhmu menjadi suami yang seenaknya sendiri, tapi jadilah suami yang bisa menyayangi istri namun tetap bisa dihargai oleh istrimu. Meskipun istrimu lebih tinggi derajat sosial dan hartanya dibandingkan kamu, tapi kamu haruslah tetap menjadi pemegang kendali kapal rumah tanggamu." Panjang lebar Bapak menjelaskan pada Iqbal.
"Iqbal yakin, Pak. Ririn anak yang baik. Dia sudah tahu kondisi Iqbal dan keluarga Iqbal yang sesungguhnya, tapi Ririn tidak pernah merasa keberatan maupun mengeluh. Keluarga Ririn juga tidak pernah mempermasalahkan kondisi kita, Pak. Keluarga Ririn selalu mendukung dan menuruti apapun kemauan Ririn asalkan Ririn bahagia." Iqbal menjawab dengan mantab.
Iqbal baru menyadari, ternyata pernikahan itu tak seindah saat masa pacaran. Ketika menikah, semua kelebihan dan kekurangan pasangan sangat nampak. Tak bisa mengelak maupun menghindari, hanya bisa belajar untuk menerima kekurangan dan kelebihan pasangan.
Sayangnya Ririn ternyata sulit menerima kekurangan Iqbal. Sifat manja dan keras kepalanya pun baru Iqbal ketahui saat sudah menikah.
Iqbal hanya bisa bersabar menghadapi sikap istrinya. Bertengkar dengan Ririn hanya akan membuatnya semakin tak punya harga diri, karena mama papa pasti ikut campur membela Ririn, tak bisa menjadi penengah dan tanpa mau tahu siapa yang salah.
********
Pukul 1 pagi, Iqbal berangkat menuju terminal. Iqbal harus berangkat ke kantor pukul 6 pagi. Iqbal diantar oleh istrinya dengan mobil honda Jazz merah miliknya, eh, milik istrinya maksudnya. Ya, setelah menikah Ririn dibelikan mobil baru oleh papanya. Tentara bawah seperti Iqbal yang hanya mengandalkan gaji dan tunjangan kinerja mana bisa langsung membeli mobil setelah menikah. Bisa hidup dengan gaji utuh tanpa potongan hutang saja sudah sangat bersyukur.
Ibunya pernah berpesan untuk hati-hati dalam mengatur keuangan.
"Nak, gajimu tidaklah besar. Hati-hati mengaturnya, jangan sampai kamu cuma menuruti nafsu ingin ini itu tanpa memikirkan uang yang kamu miliki. Jangan terbiasa dengan hutang, kalau ingin sesuatu ya nabung dulu. Kamu itu tentara, tugasmu berat dan berbahaya. Setiap saat maut membayangimu, jangan sampai kamu meninggalkan hutang untuk keluargamu. Hutang itu menjadi pemberat jiwa seseorang sampai kapanpun, hingga lunas semua hutangnya."
Iqbal bangga memiliki orangtua seperti mereka. Meskipun mereka hanya petani, namun sikap dan sifat mereka sangat bijaksana. Setiap perkataan mereka sarat akan nasehat.
************
Iqbal merasa sedih dengan kondisi pernikahannya. Untuk apa menikah jika tidak mau tinggal bersama? Ini bukan pernikahan yang Iqbal impikan. Meskipun sebagian orang memandang Iqbal sebagai pria yang sangat beruntung, namun orang tak pernah tahu seperti apa kenyataannya.
*ding...dong....
Iqbal meraih smartphone miliknya. Ada pesan whatsapp masuk dari istrinya.
[Mas, sudah sampai rumah belum?]
[Iya, sudah tadi subuh.]
[Lagi ngapain sekarang?]
[Abis bersih-bersih rumah, mau beli sarapan dulu di kantin. Nanti Mas apel jam setengah 7.]
[Okey. Selamat kerja sayank! Hari ini aku pulang sore, ada tugas banyak.]
[Iya]
Begitulah Ririn, perhatiannya sebagai seorang istri hanya sebatas lewat tulisan di smartphone saja. Iqbal kadang lelah, apa yang harus dia lakukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
DILEMA CINTA IQBAL (TAMAT)
General FictionLika-liku rumah tangga Iqbal (seorang tentara) dan Ririn (mahasiswi keperawatan), yang menjalani pernikahan jarak jauh alias LDM.