part 6

518 17 1
                                    


********

"Rin, Mas antar kamu ya, Mas khawatir kalau kamu nanti capek dan ngantuk, biar Mas yang nyetir aja. Lagian kan Mas berangkatnya masih lama, bosan kalau Mas cuma di rumah aja." Bujuk Iqbal lagi, setelah melihat ada yang tak wajar dari penampilan Ririn.

"Nggak usah, Mas. Ririn udah janjian mau jemput teman-teman, nanti malah pada sungkan kalau ada Mas. Ririn nggak capek kok, cuma dekat juga. Mas tenang saja." Ririn pun tetap menolak.

Kecurigaan Iqbal pada Ririn semakin menguat, namun Iqbal tetap berusaha tenang. Sepertinya Iqbal harus mencari tahu sendiri kegiatan istrinya hari ini dengan diam-diam. Layaknya seorang anggota intel yang sedang melakukan tugas investigasi suatu kasus.

Iqbal segera mengemasi baju dan barang-barangnya lalu memasukkan ke dalam tas punggung hitam miliknya, begitu Ririn keluar dari kamar. Suara pintu mobil terdengar menutup. Iqbal keluar kamar memakai jaket, topi dan tasnya.

"Mbok, saya mau pergi dulu, ada keperluan mendadak." Pamit Iqbal pada si Mbok.

"Nggih, Den. Hati-hati!"

Iqbal melihat mobil merah Ririn sudah melaju pelan di jalan. Buru-buru Iqbal mencari tukang ojek di pangkalan dekat rumahnya.
Untungnya banyak tukang ojek nganggur stanby disana. Tak butuh waktu lama, Iqbal bisa menyusul mobil Ririn.

"Mas, tolong ikuti mobil honda Jazz merah itu ya, tapi jangan terlalu dekat jaraknya." Kata Iqbal pada tukang ojek.

Beruntung jalanan sore ini padat lancar, jadi mobil Ririn tidak terlalu kencang dan keberadaan Iqbal tersamarkan kendaraan lain.
Sekitar 25 menit Iqbal mengikuti Ririn dari belakang. Dan Ririn masih terus melaju di jalan raya, sendirian.

Sial, mobil Ririn belok ke arah pintu masuk jalan tol.

"Waduh, Pak, maaf mobilnya masuk jalan tol. Bagaimana ini?" Tukang ojek menghentikan motornya di pinggir.

Iqbal melirik jam tangannya, sudah hampir maghrib. Tak mungkin Iqbal kembali ke rumah Ririn. Mau pulang ke rumah Bapak juga terlalu jauh, lagipula Iqbal tak mau keluarganya tahu masalah Iqbal dengan Ririn.

Ah, bodohnya.. Kenapa tadi Iqbal tidak tanya ke kota mana tujuannya Ririn, dimana rumah teman-teman Ririn. Gerutu Iqbal dalam hati.
Apakah tujuan Ririn jauh sampai harus lewat tol? Ataukah Ririn tahu ada yang mengikuti? Iqbal bertanya-tanya dalam hati.

"Pak, bagaimana ini? Kita kembali saja atau Bapak mau diantar kemana lagi?" Tukang ojek itu membuyarkan lamunan Iqbal.

"Oh, maaf. Tolong antarkan saya ke terminal saja kalau begitu." Iqbal masih kebingungan tak tahu arah, seketika saja terpikirkan langsung menuju terminal.

Motor beat hitam itu membawa Iqbal menuju terminal. Di pikiran Iqbal masih banyak pertanyaan. Ririn mau kemana? Dengan siapa? Ada acara apa? Jujur kah istrinya ini atau ada yang disembunyikan dari Iqbal?

Apakah semua ini ada hubungannya dengan Dimas? Gigi Iqbal gemerutuk memikirkan semua itu.

*********

Iqbal sampai di terminal tepat saat adzan maghrib berkumandang. Bergegas dia menuju mushola terminal. Biasanya antara adzan dengan iqomah waktunya tidak lama.

Usai sholat, Iqbal menuju loket untuk membeli tiket.

"Mbak, ke Malang masih ada seat?" Tanya Iqbal

"Masih, Pak. Tapi maaf tinggal sisa 1 seat di belakang."

"Berangkatnya jam berapa? Tinggal ini saja ya Mbak?"

"Berangkatnya nanti pukul 19.30. Ada lagi keberangkatan pukul 21.30 tapi sudah penuh juga. Kalau yang jam 01.30 masih ada banyak seat."

DILEMA CINTA IQBAL (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang