"Apa maksudnya ini?" tanya Iqbal begitu Ririn selesai sholat.Ririn mengambil HP yang dipegang Iqbal lalu melihat sebuah pesan WA yang dibaca Iqbal tadi. Ririn merasa wajahnya memanas, sebisa mungkin Ririn mencoba bersikap tenang.
"Oh, kemarin Mia minta tukar jam jaga sama Ririn, mungkin Dimas takut Ririn lupa jadi dia ingatkan Ririn." Ririn menjelaskan sambil sibuk melipat mukenanya, jujur, Ririn tidak berani melihat mata Iqbal yang tajam menatapnya.
"Oh, cuma mengingatkan? Terus ngapain pakai ngajak kamu bareng berangkatnya sama dia? Dia sebetulnya tahu apa nggak kalau kamu sudah nikah??"
"Ya kan cuma menawarkan, mungkin dipikirnya daripada Ririn naik taksi kalau misal nggak ada kendaraan kan lebih baik bareng sama dia, jam dinas sama dan searah juga." Ririn mulai gelagapan.
"Dia tahu apa nggak kalau kamu sudah nikah??"
"Ririn nggak tahu. Dimas nggak pernah tanya, Ririn juga nggak pernah cerita. Tapi bisa saja kan dia tau status Ririn dari Mia. Mia kan teman sekolah Dimas dulu."
"Oh, pantas saja dia berani kayak gini. Mas harus ketemu sama Dimas. Dia harus tahu kalau kamu sudah punya suami. Jadi nggak bisa seenaknya godain kamu!" Iqbal emosi
"Siapa yang godain?? Mas jangan fitnah gitu. Buat apa juga Mas mau ketemu Dimas? Ririn nggak mau Mas ribut-ribut bikin masalah sama Dimas. Bisa-bisa Ririn gagal nggak boleh ikut praktek sekarang, rumah sakit tempat Ririn praktek itu punya papanya Dimas. Papanya Dimas juga kenal sama Papa, Ririn nggak mau bikin malu Papa." Ririn mulai gemetar suaranya menahan amarah.
"Tiap saat ngajak antar jemput kamu, terus chatting pakai emot kiss apa itu namanya bukan godain??"
"Haduh,,, nggak usah lebay dech, Mas. Chatting pakai emot gitu biasa aja kok, nggak ada yang aneh. Memangnya cuma Mas aja yang boleh kirim emot kayak gitu buat Ririn? Memangnya Ririn nggak boleh pulang bareng teman? Kalau Mas bisa antar jemput Ririn juga pasti Ririn pulang pergi pilih sama Mas."
"Makanya kamu ikut Mas tinggal di Malang. Disana banyak universitas yang bagus. Mas bisa antar jemput kamu tiap hari." Kata Iqbal tegas.
"Ujung-ujungnya selalu bahas itu. Ririn capek ribut terus soal pindahan. Nanti juga pasti ada saatnya Ririn bakalan ikut Mas. Apa susahnya sich tetap seperti ini sampai Ririn selesai kuliah?? Jangan jadi manja gitu, Mas. Ririn juga sudah nggak mau bahas masalah ini lagi." Ririn keluar kamar meninggalkan Iqbal seorang diri.
**********
Lama Iqbal terdiam di kamar. Duduk dipinggir tempat tidur, menunduk, tangannya mencengkeram rambut cepaknya. Hanya bisa istighfar sebanyak-banyaknya, meredam sendiri amarahnya. Setahun lagi, haruskah seperti ini terus? Bisa kah Iqbal berprasangka baik pada istrinya? Bisakah Ririn dipercaya?Sedangkan Ririn memilih berdiam diri menonton tv di ruang keluarga. Hatinya tak tenang. Ririn tahu suaminya pasti sedang cemburu, tapi Ririn tidak suka kalau Iqbal menuduhnya seperti itu. Ririn tidak suka kalau Iqbal gampang tersulut emosi. Dulu Iqbal adalah pria yang baik, lembut dan sabar. Ririn jadi curiga mengapa sekarang Iqbal berubah suka memaksakan kehendaknya dan sering emosian. Sedikit-sedikit ribut. Masalah sepele saja dibesar-besarkan. Cuma masalah antar jemput dan emot chatting saja jadi bertengkar seperti ini. Ririn membanting remote control TV ke sofa.
"Hey, ada apa, Rin?" suara menggelegar itu mengagetkan Ririn.
"Eh, Papa.. Papa mau sarapan? Mana Mama?" ternyata pak Saiful, papanya Ririn, sudah berdiri dibelakang Ririn.
"Iya, Mama masih dandan di kamar. Mana Iqbal? Ayo, sarapan bersama." Ajak Pak Saiful.
"Ada di kamar. Biar saja, nanti kalau lapar juga kesini sendiri." Kata Ririn tak bersemangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
DILEMA CINTA IQBAL (TAMAT)
General FictionLika-liku rumah tangga Iqbal (seorang tentara) dan Ririn (mahasiswi keperawatan), yang menjalani pernikahan jarak jauh alias LDM.