***************
"Rin, kenalkan ini teman Papa, om Herman namanya."
Pak Saiful dan temannya sudah menunggu kedatangan Ririn di sebuah restoran. Ririn sedikit terlambat karena harus bertemu dengan dosennya terlebih dahulu.
"Siang, Om. Saya Ririn." Ririn memperkenalkan diri sembari menjabat tangan pak Herman.
"Cantik sekali anak kamu ternyata. Persis seperti yang kamu ceritakan. Hahaha.." pak Herman mulai berbasa-basi.
"Tentu saja, anak siapa dulu.. Hahaha.." pak Saiful tertawa.
"Ririn, kamu mau makan apa? Pasti capek pulang kuliah." pak Herman pun memanggil pelayan restoran.
Ririn tersenyum lalu memilih tenderloin steak dan jus alpukat untuk menu makan siangnya.
Sembari menunggu pesanan, Ririn lebih banyak diam. Tak tahu maksud papanya mengajak bertemu dengan pak Herman."Om Herman ini sahabat Papa dulu waktu SMA, sekarang beliau sudah jadi bos besar ternyata. Kami tidak sengaja bertemu beberapa minggu lalu." pak Saiful menjelaskan pada Ririn.
"Bos besar apanya? Aku cuma tukang bangunan."
"Iya, tukang bangun mall dan real estate."
Mereka tertawa bersama. Ririn ikut tersenyum mendengar percakapan mereka. Rupanya pak Herman adalah seorang kontraktor sekaligus pengusaha jual beli property.
"Nah, itu yang ditunggu sudah datang." pak Herman memandang ke arah pintu masuk restoran.
Seorang lelaki muda berjalan ke arah mereka, dengan memakai celana panjang warna abu, dipadu dengan kemeja lengan panjang warna hitam yang dilipat lengannya hingga 7/8, lengkap dengan dasi polos warna senada dengan celananya. Tampilan yang cool dan elegant.
"Ini anak lelakiku, namanya Rangga. Dia seorang arsitek sebetulnya, tapi aku minta pegang salah 1 perusahaan property ku. Hitung-hitung belajar menjadi pimpinan perusahaan. Toh semua perusahaanku besok aku wariskan ke Rangga." pak Herman memperkenalkan anaknya pada pak Saiful dan Ririn.
Mereka pun saling berjabat tangan dan menyapa. Rangga sikapnya dingin, tak banyak bicara dan jarang tersenyum, mungkin memang karakternya seperti itu, pikir Ririn.
"Mungkin Rangga dan Ririn ini sepantaran ya usianya. Rangga, Ririn ini seorang perawat dan calon dosen lho.. Cantik kan?" pak Herman memperkenalkan Rangga pada Ririn.
Ririn memperhatikan Rangga. Penampilan Rangga memang keren, namun bila dibandingkan dengan Iqbal jauh lebih tampan Iqbal, hanya saja kulitnya lebih terlihat cerah kulit Rangga. Mungkin karena Iqbal tentara, yang sehari-hari berada di lapangan. Kalau dibandingkan dengan Dimas ya 11-12 lah, menang Rangga sedikit dari segi penampilan.
"Bukan kah kamu punya 2 putra? Seingatku waktu kita reuni akbar SMA 15 tahun lalu kamu bilang begitu. Atau aku yang salah ingat ya?" tanya pak Saiful.
"Iya, aku punya 2 anak laki-laki. Mereka hanya selisih 2 tahun usianya. Tapi 5 tahun yang lalu anak pertamaku sudah aku coret dari ahli warisku."
"Lho, memangnya kenapa? Eh, maaf kalau aku lancang. Misalkan kamu tidak mau menceritakan juga tak apa-apa." pak Saiful menyesal telah bertanya tentang anak temannya itu.
"Tak apa-apa. Bukan rahasia juga kok. Anak pertamaku kuliah kedokteran di Turki, selesai kuliah bukannya melanjutkan menjadi dokter spesialis atau bekerja dahulu, eh malah minta ijin mau menikah dengan gadis Turki, anak pemilik catering langganannya. Dia kasih lihat foto gadis itu memakai cadar hitam-hitam. Tentu saja aku tak akan merestui. Apa kata rekan-rekanku nanti.. Aku sudah kenalkan gadis yang cantik dan berpendidikan untuknya. Aku beri dia pilihan, menikah dengan gadis pilihannya tapi aku coret dari daftar ahli warisku atau menuruti keinginan dan perintahku jika tetap ingin mendapat warisan dariku kelak. Rupanya dia pilih gadis Turki itu. Entah bagaimana kabarnya sekarang, sejak menikah dia tinggal di Turki dan belum pernah pulang ke Indonesia." pak Herman terlihat berkaca-kaca menceritakan anak pertamanya itu. Entah karena sedih dan menyesal atau karena masih menyimpan kecewa dan amarah.
KAMU SEDANG MEMBACA
DILEMA CINTA IQBAL (TAMAT)
General FictionLika-liku rumah tangga Iqbal (seorang tentara) dan Ririn (mahasiswi keperawatan), yang menjalani pernikahan jarak jauh alias LDM.