Chapter 9

5.1K 521 25
                                    

Please enjoy yorobuuuuummmm~
















[Flashback Mode: On]





“Bu kayaknya kita belum bikin pesta penyambutan buat ibu deh.” Ujar Minju. Kebetulan hari itu dia, Seulgi, Hyewon sama 2 orang temennya yang lain lagi makan siang bareng dan satu meja sama Joy di kantin kantor.

“Udah mau 2 bulan.. nggak perlu lah.” Balas Joy.

“Yah jangan gitu lah bu.. Jumat ini aja gimana?. Di café sebrang juga lumayan kok.” Minju masih berusaha ngebujuk Joy.

“Aduh maaf ya kalau jumat ini saya nggak bisa.”

“yaaaah kenapa bu?”

Joy senyum. “Saya mau ke makam ayah saya. Sabtu ini soalnya peringatan hari kematian dia.”

Tiba-tiba suasana jadi hening. Hyewon yang duduk di sebelah Minju langsung nyenggol kaki cewek itu dari bawah meja. Kebiasaan emang sifat keponya Minju itu, biar aja kena batunya dia sekarang. Joy sendiri cuma senyum maklumin, dia emang nggak pernah cerita tentang keluarganya.

Setelah minta maaf akhirnya mereka lanjutin makan mereka yang tertunda. Mungkin karena mereka terlalu fokus sama sang manager, semuanya nggak sadar kalau ada sepasang mata monolid yang nggak lepas natap Joy dengan sejuta pertanyaan di kepalanya yang siap dia lontarin, tapi dia tahan untuk waktu yang tepat.

***

“Kenapa kamu nggak bilang kalau ayah kamu udah meninggal?” tanya Seulgi begitu masuk ke dalam ruangan Joy. Temen-temennya yang lain udah pada pulang, jadi dia berani masuk ke ruangan managernya itu.

Ohiya setelah kejadian malam itu, Seulgi emang marah sama Joy tapi besoknya cewek tinggi itu langsung minta maaf. Tentu aja Seulgi maafin dan janji untuk anggap kejadian malam itu sebagai angin lalu doang, jangan dibahas-bahas lagi. Dan hubungan mereka kembali normal, cuma kalau di depan karyawan lain Seulgi lebih milih untuk diem, nggak mau bersikap terlalu akrab.

“Karena aku pikir kamu nggak akan peduli.” Jawab Joy.

“Lagipula bukannya seharusnya kamu benci dia, karena dia nggak pernah setuju sama hubungan kita?” tanya Joy balik. Matanya ngikutin setiap gerakan Seulgi yang dengan santainya duduk di kursi yang tersedia di depannya.

Seulgi liatin Joy terus hela nafas pelan.

“Kalau dipikir-pikir sekarang, aku juga nggak akan mau anak perempuanku pacaran sama cowok macem aku yang dulu. Berandalan yang kerjaannya tiap hari kalo nggak mabok di klub ya balapan liar, mana ada sih orang tua yang rela anaknya pacaran sama cowok yang nggak punya masa depan kayak gitu.” Jelas Seulgi.

“Justru aku mau bilang makasih sama ayah kamu karena dia udah bawa kamu pergi, jadinya aku bisa mikir untuk berubah and see.. I’m better now.”

Joy mendengus saat dengar omongan orang di depannya itu.

“Kalau gitu aku yang seharusnya benci dia, karena dia udah ngerusak hidup aku… and I’m not okay without you, Seulgi”

“Joy…”

Belum sempet Seulgi ngomong, Joy lebih dulu motong.

“Let’s stop this conversation. Kalau kamu udah selesai ngomong, silahkan pergi Seul. Ini udah malam jadi lebih baik kamu pulang.”

Sebenernya Joy masih pengen ngobrol banyak sama Seulgi tapi dia tau apa yang mau dibahas mantannya itu. Seulgi pasti akan bilang kalau dia harus relain cowok itu, Joy pasti bisa bahagia tanpa dia.

Segampang itu ngomongnya.

Seulgi nggak tau aja dia udah mati-matian untuk move on tapi selalu gagal. Lagipula jangan salahin Joy yang susah buat ngelepas Seulgi kalau cowok itu masih suka ngasih perhatian-perhatian kecil ke dia kayak saat ini.

I Still Want You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang