Aku khawatir

284 11 0
                                    

"APA!!!."
Daniel tersenyum kikuk.
"Lo gila apa?! Bisa-bisanya lo ngutang sama orang segitunya. Kalau itu gue, gue bakalan bawa lo kepolisi karena pemerasan, pemaksaan, juga bikin onar ditempat orang! Ishh gue merasa ogah jadi temen lu!" jelasku kesal.
"yah gimana lagi, gue butuh duit. Waktu itu bokap lagi ngambek sama gue. Temen-temen yang gue kenal ilang ntah kemana kalau gue butuh bantuan, giliran mereka butuh datangnya nggak kira-kira. Lo juga waktu itu lagi sibuk, ngurus pekerjaan. Gue nggak enak minta bantuan sama lo, nanti lo ngamuk sama gue lagi. Yah terpaksa, yang paling strategis itu yah tetangga gue sendiri. Lagian orangnya baik, tapi pasti dia mikir gue udah gila atau sakit jiwa."
"YAH MESTI LAHH! tapi lo yakin itu dia?." tanyaku memastikan.
"gue agak ragu karena kejadiannya udah sebulan lalu. Gue nggak terlalu ingat. Tapi gue yakin itu dia!" jawab Daniel. "tapi gue nggak enak juga sih, gue kepengen balikin duitnya, duit didalam kartunya banyak. Ada 100 juta Rey." sambung daniel.
"terus lo habisin?."
"ya iyalah, dia yang kasih. Gue abisin deh."
"MALUUU GUE PUNYA TEMEN MACAM LO!."

~

Dan akhirnya aku dan Daniel berada didepan pintu apartemen perempuan itu. Memastikan apakah perempuan yang dimaksud Daniel itu adalah perempuan yang sama dibenakku. Aku benar-benar gugup, terlebih Daniel benar-benar memalukan. Aku tidak habis pikir dengannya, Daniel memang tipikal orang yang tidak tahu malu. Apapun itu, yang pasti ia harus mendapatkannya detik itu juga, jadi aku tidak lagi heran mungkin urat malu dalam dirinya bukan lagi sudah putus tapi sudah hilang dicernanya.

Aku mendengar segala percakapan Daniel dan perempuan itu, aku bisa tebak perempuan itu tidak memperbolehkan sembarangan orang memasuki rumahnya. Apalagi orang seperti Daniel. Terbukti perempuan itu tetap keukeh tidak ingin membukakan pintu dan menolak secara halus.
Tapi kemudian..
Ia itu memang benar dia, orang yang sama saat aku terbangun dihotel dan dia yang meringkuk sedih karena perlakuanku. Ralat, bukan karena diriku tapi karena sikampret Daniel.

~

"pasti kamu melalui masa-masa sulit." tanyaku prihatin kepada perempuan dihadapanku.
Dia tersenyum sambil memainkan gelas minuman ditangannya.
"yasudahlah aku sudah biasa digosipin, orang yang kepo sama masalah hidup kita, orang yang mau tau apa aja tentang kita, itu udah biasa. Yah walaupun hati kadang panas kalau mereka melebih-lebihkan yang sebenarnya nggak kayak gitu." jawabnya masih disertai senyum.
Aku tau dibalik senyumnya, dia menyimpan semua keluh kesah.
"menurut kamu yang kita harus lakukan apa?." tanyaku.
"untuk saat ini, kita nggak usah banyak omong. Justru kalau kita banyak omong, orang-orang bakalan makin bilang yang nggak-nggak. Makanya diam aja dulu."
Hening kemudian.
Saat ini kami sedang berada dicaffe ku lebih aman daripada ditempat lain. Hanya kami berdua, dengan kuda nil dan herman yang berada dibalik meja kasir menguping.

"oiya, kita belum kenalan sebelumnya. Namaku Yusuf Rendra, kamu bisa panggil aku Rey." sahutku sambil mengulurkan tangan.
"aku Raline."
"oh iya aku mau minta maaf atas segalanya, aku juga mau minta atas nama Daniel yang bikin ulah atas semua ini, aku juga mau minta maaf karena Daniel yang nggak tau diri udah bikin hal yang memalukan."
Raline tertawa.
"udahlah nggak usah dipikirin, semua hal lalu kan udah terjadi. Aku udah maafin apupun itu."
Daniel kemudian mendatangi Raline dan berlutut "maafin aku, aku banyak salah sama kamu. Ini aku kembalikan uang kamu. Sekali lagi aku minta maaf."
Raline tertawa sekali lagi.
"udahhh nggak usah minta maaf, ok makasih udah balikin uang aku. Kamu jangan duduk dilantai dong, kesannya kayak aku yang jahat."
Daniel bangkit berdiri "oh iya satu hal lagi, aku nggak bermaksud jahat buat bawa kalian ke hotel. Aku nggak punya pilihan lain, karena hotel daddy itu yang aku pikir paling aman."
"udah nggak usah diperpanjang, lupain aja. Oh iya kamu bilang hotel itu punya orang tua kamu?."
"iya." jawab Daniel.
"Pak Gerald?."
"kamu kenal uncle Gerald?."
Raline mengangguk.
"masa? Bagaimana bisa?" tanya Daniel penasaran.
"Pak Gerald banyak bantu aku dalam urusan karirku, bisa dibilang dia yang udah buat namaku sebesar sekarang."
Aku dan Daniel saling bertukar pandang.
"jadi daddy tau masalah ini?." tanya Daniel sekali lagi.
"iya, aku banyak cerita sama beliau. Karena aku tau itu hotelnya, aku minta bantuan supaya kasus ini nggak menyebar luas. Aku minta agar dia bisa meng-handle semuanya." jelas Raline.
"owhhh mati gue Rey.. " bisik Daniel padaku dengan ekspresi takut. Sudah bisa dengan jelas tergambar bahwa kuda nil ini akan mati mengenaskan kalau ayahnya tau ini disebabkan karena ulah putranya seniri. Aku menepuk pundak Daniel pelan.
"kenapa?." tanya Raline polos.
"nggak papa. Oh iya kenapa kamu nggak pernah ngabarin aku selama ini?"
Raline diam.
"kamu tau nggak, aku khawatir banget sama kamu! Aku nggak bisa tenang, kamu nggak ngabarin aku selama dua minggu ini buat aku uring-uringan dan merasa aku jahat banget. Apalagi liat berita di tv, aku makin khawatir sama kamu... " jelasku sungguh-sungguh.
Raline diam tidak berhenti menatapku lekat.
"makasih udah khawatir, aku senang masih ada yang khawatir sama aku selain Vivi. Aku senang kamu pikirin keadaan aku. Aku senang, aku harap yang kamu bilang bukan kebohongan." raline tersenyum sumringah.
Aku kaget dengan responnya. Dia wanita yang aneh.
Daniel melempar tatap padaku, seakan sepemikiran dengan diriku.
"kalau ada apa-apa, hubungi saja aku."
"baik." jawabnya sambil tersenyum.

~

Aku bergegas mengantar Raline pulang.
"nggak papa aku duduk disini?."
Aku memang menyuruh Raline duduk dibelakang, agar orang yang melihat tidak berpikir macam-macam. Pikirku birain aja disangka supir daripada mesti masuk tv lagi digosipin yang nggak nggak.
"nggak papa, takutnya ada yang liat terus mikir macam-macam." sahutku.
Selama perjalanan pulang, Raline duduk diam tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
"mmm Raline."
"iya."
"kamu tinggal sendiri diapartemen kamu?."
"iya sendiri."
"orang tua kamu tinggal dimana?"
Beberapa detik Raline terdiam.
"emmm mereka pergi."
Aku hanya menjawab oh.

"Raline, kamu akhir-akhir ini sehat kan?" tanyaku ambigu.
"sehat, kemarin aku sedikit flu tapi sekarang sudah sembuh. Memangnya kenapa?"
"oh nggak, aku kira kamu mual-mual gitu?"
"mual-mual?.. aku pernah muntah seminggu lalu gara-gara makan makanan basi."
Aku menghela napas.
"maksud aku mual-mual yang berkepanjangan gitu, terus nggak enak badan, sama pusing, pengen sesuatu tiba-tiba? Pernah?."
Aku menantikan dengan seksama jawaban Raline.
"nggak sih, biasa aja."
Huftt... Aku berkeringat dingin, aku terus berpikir dia itu hamil. Kalau dia hamil pun aku pasti tanggung jawab, tapi.. Resikonya terlalu banyak. Tapi dari jawabannya sepertinya dia tidak hamil, ntahlah.
kami telah sampai diparkiran apartemen Raline.

"makasih." sahut Raline.
"aku yang seharusnya makasih kamu udah maafin segala kesalahan aku dan Daniel yang mestinya kamu kutuk aja jadi kecoa terus kamu injak-injak kalau perlu."
Raline terkekeh tertawa dibelakang.
"aku banyak salah sama kamu. Sampai aku bahkan malu bicara sama kamu saat ini. Aku malu ada dihadapan kamu. Aku kepengen menghilang aja dari bumi." kataku lirih penuh penyesalan.
"jangan bilang gitu. Aku tau kamu laki-laki yang baik."
Sontak aku terdiam.
Raline bergegas turun dari mobil.
"hati-hati dijalan, assalamualaikum." Raline berlalu meninggalkan Rey.
"waalaikumsalam... Eh tunggu, aku kira dia bukan.. Agamanya islam apa bukan sih?"
Aku kembali terkejut, apa dia baru saja mengucap salam? Aku kira kami berbeda keyakinan. Entahlah ah aku bingung.
Tapi yang dia katakan tadi..
"...aku tau kamu laki-laki yang baik..
Dia benar-benar membuatku tidak bisa berkata-kata lagi.



.
.
.
Assalamualaikum
Hai hello
Ribet bener dah idup mereka... Kapan bisa dapat part yang sayang-sayangan sehh 😂
Jangan lupa vote komen kritik dan saran nya yah readers tersayang..
Makasih udah baca
Syukron

Dia adalah RALINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang