Rahasia

244 10 0
                                    

Sudah tidak ada yang aku harapkan disini. Semua ketenaran ku, cinta sesaat ku, teman-temanku, semua orang yang aku anggap mencintai dan menyayangi ku, semuanya menghilang. Dan yang sekarang terjadi nyatanya aku tidak lebih dari perempuan jal*ng dimata orang. Tak apa, tanganku hanya dua. Aku tak bisa membungkam semua mulut orang. Dan aku sadar, semua ini terjadi karena aku lupa. Aku lupa dengan Tuhan dan terlalu tenggelam dengan indahnya dunia. Dan aku ingin pergi, pergi ketempat dimana aku menemukan kedamaian seutuhnya untuk diriku juga jiwa dan hatiku.

"kamu yakin Ra... " Tanya Vivi tak henti-hentinya sejak kami berada dibandara.
Aku mengangguk mantap "aku yakin seyakin-yakinnya."
"ok deh kalau gitu aku ke mobil dulu ambil koper yang lain. Jangan kemana-mana yah tunggu disini."
Aku mengangkat jempolku, sambil mengarahkan kipas elektrik kewajahku. Gerah juga memakai masker dan topi, tapi mau bagaimana lagi aku harus pergi secara diam-diam tanpa ada yang tau selain Vivi dan Tuhan tentunya. Aku duduk disebuah kursi panjang diloby, orang tampak lalu lalang dihadapanku. Gemuruh pesawat terbang terdengar dari segala arah. Aku duduk diam menanti Vivi yang entah mengapa lama sekali berkelut dengan koper, yang jujur saja aku membawa 4 koper dan selebihnya sebuah tas ransel hitam milik Vivi. Gerah sekali rasanya, aku sudah tidak tahan.
"Psst Raline sendirian aja?"
Sontak aku kaget. Tiba-tiba saja seseorang yang duduk disampingku berbisik tepat ditelingaku. Orang itu tampak aneh. Dia memakai kacamata hitam dengan jaket kebesaran serta topi binnie dan masker hitam yang menutupi hidung dan mulutnya.
"Iihhhh mas ini mau macem macem yah! Saya laporin nih.. Mmpphh
Dia kemudian membungkam mulutku dengan tangannya. Memerintahkanku untuk diam.
"Diemm! Ih emang gue grepe grepe ellu apa.. Ogah bener."
Tapi, suaranya seperti orang yang aku kenal.
Kemudian dia mengambil selembar koran dan menutupi bagian samping wajahnya "Ini gue..
Dia membuka kacamata hitam dan maskernya.
"LEO!.. (aku refleks menutup mulutku karena terlalu keras berteriak) kamu ngapain disini?"
Dia tersenyum sambil kembali memakai masker dan kacamata nya.
"Gue mau ikut lo ke Bali."

*

Secangkir kopi hangat seperti biasanya. Untuk menenangkan pikiranku yang sudah terlalu jenuh, jenuh dengan segala kerumitan yang aku alami.
"hey bro."
Aku hanya tersenyum kecut pada Daniel.
"gimana nih calon pengantin, udah berapa persen persiapan lu."
"lo jangan tanya itu deh, gue nggak selera bahas itu mulu."
"hahahah ok ok damai damai, muka lo kayak mau nerkam gue aja. Btw ada yang mau gue omongin sama lo, tapi gue nggak tau ini berita nggak baik atau malah berita baik."
"jangan banyak bacot, bilang aja langsung."
"woowooo santai dong bosku. Gue suka nih kalau lo nge Gas. Jadi yang pertama, gue kasih tau lo Raline tinggalin jakarta. Tapi gue belum tau tepatnya dikota mana dia pergi, yang pastinya di Indo sih. dia nggak keluar negeri kok."
"Raline pergi, tinggalin Jakarta? Dia mungkin tertekan banget disini."
"kalau soal Raline nanti gue kabarin lagi. Nah yang kedua yang mau gue kasi tau ke lo itu soal Bianca."
Aku langsung terkejut mendengar nama perempuan gila yang disebut Daniel. Iya, aku memberitahukan masalah ini kepada Daniel, alasanku mengapa dijodohkan dengan Friska. Tentang Bianca yang mengancam Papa dengan foto-foto diriku dan Raline dihotel.
"lo belum tau, Bianca ngancam bokap lo dan suruh bokap lo tranfer uang puluhan juta?."
"Apa?! Tunggu tunggu... Transfer lo bilang?"
"iya, yang gue tau bokap lo udah tranfer sekitar 70 juta-an. Kalau lo mau buktiin, lo cek aja bentar."
"cewek sinting bener-bener yah."
"bukan cuma itu Rey, gue curiga ini cuma akal-akalan Bianca buat dapat duit dari bokap lo. Gue udah tanya sama orang dalam hotel bokap gue. Katanya semua informasi tentang lo dan raline aman. Nggak ada tuh orang yang berani masuk buat foto segala."
"jadi maksud lo itu foto palsu?."
"gue yakin itu palsu."

*

Akhirnya sampai juga.
"yeaayyyy Baliiii I'm here!..." Teriak Leo berlarian dipesisir pantai. Vivi sibuk berfoto berlatar sunset yang indah. Aku duduk beralaskan pasir pantai yang halus. Semuanya tampak indah, semuanya tampak menenangkan, aku merasa kembali saat umurku 10 tahun.
"Ra... Ayo berenang!." teriak Leo dari kejauhan.
Entah kenapa makhluk yang satu ini ikut bersama kami. Katanya dia bosan diJakarta dan ingin ikut denganku. Aku bertanya padanya bagaimana dia bisa tau kalau aku akan ke Bali, dan dia menjawab "apasih yang nggak gue tau Ra!."
Terkadang Leo memang menjengkelkan tapi dari semua orang yang kukenal dia yang paling care dan paling mengerti diriku, walaupun dia menyampaikan dan menunjukkannya dengan cara yang paling menyebalkan.

"ayo Ra, berenang." Leo menarik lenganku kali ini.
"dia nggak bisa berenang." jawab Vivi sambil duduk disampingku dan mengambil gambar diriku dari samping.
"ahh masa sih? Nggak papa kalau nggak bisa berenang main aer aja yah ayooo." bujuk Leo lagi.
"nggak bisa, aku nggak bisa." jawabku malas.
"ihhh waktu pemotretan di california lo heboh banget dikolam renang main aer."
"kecuali laut." jawabku sambil memandang birunya air laut yang terhampar dihadapanku.

Aku memejamkan mataku mengabaikan Leo yang terus memaksaku. Aku merasakan hembusan angin menelisik sampai kesela rambutku, dan aku tidak sadar sampai air mataku mengalir begitu deras.

.
.
.
Hai kalian semua, para readers tersayang... Lamaaaa banget publishnya yah, karena sibuk dan you know hehe... Makanya kadang aku mulai kehilangan ide dan males malesan yah itu semacam penyakit penulis wattpad, but aku akan mulai rajin lagi kali ini so enjoy bacanya yah
Jangan lupa comment and vote
Makasih
Syukron

Dia adalah RALINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang