Janet mendorong Sean sekuat tenaga, namun sia-sia. Tubuh pria tegap itu susah di gerakan.
"Get Out Now..." Usir Janet dengan suara melengking, akan berteriak sekali lagi. Namun mulut Janet kemudian cepat merapat ketika ia mendengar suara langkah mulai memasuki koridor menuju kamarnya. Menarik masuk kembali Sean bersamanya.
"Jangan berisik" Pinta Janet seraya sekuat tenaga mendorong kabinet agar bergeser, Sean bangun ikut mendorong. Dalam sekejap kabinet telah menutup pintu sel.
"Kau...ingin berdua saja...tidur bersama.." Sean datang mencurigai sesuatu yang akan di lakukan Janet. Gadis gila ini memiliki perasaan mesum padanya. Tapi Sean merasa kesadarannya segera datang, ia cukup memiliki batas normal dan ia tidak akan berlaku melewati batas, sehingga tidak bisa menahan diri.
"oh no i'm not crazy .."komentar Sean, namun Janet segera datang membekap mulut pria itu dari belakang kepala Sean.
Bup...
Tubuh Janet menempel ketat, terasa sentuhan yang membuat jantung Sean jatuh turun ke dasar perut. Berdetak sebentar dan kemudian melaju dengan sangat cepat kembali. Sean diam-diam mengutuk perasaannya sendiri, bagaimana bisa ia harus jatuh memilih terpikat dengan wanita gila. Apakah ia sudah ikut gila pula? Sean ingin menarik tangan yang mendekap mulutnya, namun tangan lembut dengan aroma densifektan itu terasa nyaman di hidungnya.
Diam-diam Sean mulai meragukan kepekaan indera penciumannya. Bagaimana bisa ia menyukai aroma rumah sakit seperti ini.
Tidak lama beberapa ketukan sepatu itu terdengar berhenti tepat di depan pintu sel Janet. Percakapan diluar berlangsung.
"Kamar 1301, susah di buka bang. Kayanya tertahan sesuatu " Lapor pria yang berbadan kecil kepada pria yang lebih tegap dan memiliki kumis lebat.
"Numpung Abang Dono ngilang gini, ni kesempatan lo rasain orang baru..dobrak aja deh" Pria yang berkumis memasang wajah tidak senang.
Janet secara respontif mengatup giginya dan memeluk erat tubuh besar di depannya. Percakapan dua pria di luar sel-nya membuat ia sangat takut. Sean yang ikut mencuri mendengar, mengepalkan tinjunya dalam diam. Akhirnya ia mengerti mengapa lemari tersebut bergeser menghalang pintu.
Rumah sakit jiwa ternyata mengisi pria-pria bejat yang tidak manusiawi.
"Orangnya cantik mulus sih..dobrak Peng" Perintah pria berkumis.
Brak...
Pintu mulai di tendang kuat. Sean menarik Janet bersembunyi di belakang punggungnya, dan perlahan kabinet mulai oleng karena desakan-desakan yang datang.
Bruk...
Kabinet tumbang jatuh ke depan, Janet mencengkram kemeja Sean dan mengatup rahangnya, tubuhnya gemetar takut menjalarkan rasa aneh ke Sean. Sekejap wajah Sean menjadi hitam dan pedih ketika celah cahaya terbuka. Dua sosok tampak berdesakan masuk dan tidak menyadari kehadiran Sean dalam kegelapan, yang hanya dalam sekejap kemudian menarik pria yang lebih pendek dan melumpuhkannya menjadi pingsan dalam hitungan detik.
Janet terkesiap. Pria bermata hazel tersebut, cukup mudah melumpuhkan orang lain dengan cepat.
"Cantik" Pria berkumis mulai turun mendekati alas tidur di lantai, membuka selimut, dan hanya guling yang tersusun dalam selimut. Belum saja ia bangun mencari sosok mangsanya. Sean sudah kembali menendang bokong Pria berkumis, belum saja pria berkumis itu berbalik melihat pelakunua. Kepalanya telah di tabrakan ke ubin keramik, darah segar mengalir ke lantai.
"Sean, jangan !!! Ia bisa mati" Cegah Janet menarik tubuh Sean, dan turun jongkok memeriksa Pria berkumis yang masih setengah sadar memohon ampun.
"Lalu kau ingin pergi menyelamatkannya kembali" Dengus Sean menarik Janet mundur ke belakang dan menarik kerah pria itu dan melayangkan satu tinju ke wajah pria itu hingga gigi pria berkumis tersebut jatuh ke lantai, dan Pria berkumis itu jatuh tak sadarkan diri sebelum tinju kembali datang mendarat ke sisi wajah lainnya.
"Sean..." Cegah Janet.
"Kau bisa membuatnya mati" Tarik janet berusaha meredakan amarah Sean, melingkarkan tangannya pada perut Sean. Isak tangis jatuh berisik di balik punggung Sean. Perlahan emosi Sean surut.
"Baiklah, cukup pelajaran hari ini" Ucap Sean dengan nafas yang terasa berat di keluarkan. Ia menarik ujung kerah dua pria tersebut, dan berjalan menyeret dua tubuh pria tersebut di sepanjang koridor di UKS.
Janet bergerak mengikuti dan membuka UKS. Terlihat Dr. Bryan tertidur di meja kerjanya, Dono masih terlelap akibat efek obat bius yang di berikan padanya.
Janet bangkit mengambil beberapa gulung kain kasa dan alat jahit serta obat-obat pertolongan pertama untuk cedera. Namun Sean segera merampas semua perkakas dari tangan Janet dan melemparkan pada Dr. Bryan.
Tuk.. Tuk..tuk...
Semua benda jatuh melayang ke kepala Dr.Bryan, mengusik tidur Dokter tersebut. Belum saja ia melihat dengan jelas pandangan buram di depan matanya.
"Kau dokter di sini, kau yang sembuhkan" Teriak Sean membangunkan sepenuhnya alam sadar Dr.Bryan ,matanya terjatuh pada dua penjaga yang tergelatak di lantai.
"Tunggu...mereka kenapa?" Tanya Dr Bryan, namun Sean hanya berlalu begitu saja melangkahi dua tubuh yang tergeletak berserak di lantai , Sean dengan cepat kembali, ketika ia merasa Janet tidak kembali bergerak mengikuti.
Dr. Bryan mengambil kacamatanya dan mengacak rambutnya sebentar, melihat Janet baru menghilang di pintu, ia segera pergi mengejar.
"Tunggu...obat apa yang harus kuberikan" Cegah Dr.Bryan menghalang jalan, Sean melempar pandangan tidak senang, bersiap terlihat akan mencekik pria berjas putih ini sampai mati, namun Janet lebih dulu maju dan memberikan penjelasan kepada Dr.Bryan untuk mencatat dalam buku kecilnya.
"Apakah ini sudah benar, sesuai medis?" Tanya Dr. Bryan ragu membaca catatan kecilnya sendiri.
Janet memberi anggukan. Namun Sean segera meraih buku catatan tersebut dan memasukannya kembali ke dalam saku jas Dr. Bryan.
"Kau Dokter, mengapa harus bertanya pada pasien gangguan jiwa. Apa kau sudah ikut gila" Sembur Sean membuat Dr. Bryan melebarkan mata dan bibirnya berkedut karena ia merasa otak medisnya telah lama tidak digunakan, semenjak ia di pindahkan kemari.
Dr. Bryan berjalan linglung kembali ke UKS.
Sean kembali menyeret Janet, namun tangan besar pedas itu di lepas Janet dengan cepat, mata bulat hita itu menabrak mata hazel yang tengah berbalik menatapnya.
"Sean, ada yang ingin ku katakan. Aku tidak gila. Okey!! Mungkin hanya aku yang normal di sini" Kritik Janet kemudian terhadap kalimat Pasien gila yang di lontarkan Sean.
Sean membuka bibirnya sedikit dan tersenyum, ia terlihat meragukan pengakuan Janet dan kemudian bergumam seakan bicara pada dirinya sendiri.
"I'm really grateful if you're not crazy, but only stupid people who believe in crazy patients like you. because of what I know, all crazy people claim to be physically fit and healthy brain"
Janet menggigit kalimatnya kembali dan menelan kekesalanya, dan mengumpat kemudian.
"I am also stupid trying to explain something to people who have mental and behavioral disorders"
Sean menelan air liur kesalnya. Gadis ini telah melemparkan umpatan yang tidak menyenangkan di Sean.
Sean menarik Janet, menjebaknya kembali ke dinding.
****
12/8/19
Lanjut? Jgn lupa votement..suka share yah
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Love
General FictionJaneta Diandra, Gadis super jenius yang diantar ke rumah sakit jiwa karena keserakahan ibu dan saudara tirinya, ia dituduh mengalami gangguan bipolar setelah satu hari kematian ayahnya. - Janet- Uinseann Adrian Poldi, Pria keturunan Inggris dan Bata...