part 13 # Amnesia Angka

1.6K 96 50
                                    

"Aku akan pergi ke kamarku" Ketus Janet berusaha menggeser tubuh Sean yang menghalangi dirinya.

Tidak ingin bergeser. Sean terus menghalangi pintu. Dilema, ia tidak bisa membiarkan gadis ini pergi dengan mudah begitu saja, ia memiliki kelemahan terhadap angka. Tapi ia tidak bisa mengatakan rahasia tersebut. Bagaimana jika gadis ini memamfaatkan kelemahanya kembali dan mencelakakannya. Sean tidak ingin.

Satu-satu caranya, hanya satu. Membuat gadis ini tetap bersamanya.

"Menjauh dariku" Usir Janet memberi jarak. Namun diluar dugaan Janet dalam sekejap Sean memikul Janet di atas bahunya. Kemudian membanting keras Janet di atas tempat tidur.

"Diam , jangan berani satu langkahpun meninggalkan kamar ini" Ancam Sean dengan wajah terlihat lebih arogan, tentu saja ia sengaja untuk menakuti gadis ini.

Sekejap udara di sekitar Janet terasa menipis, arogannya Sean membuat ia ketir. Tangannya menutupi bagian dadanya, ia merikukkan kakinya ke samping. Mengamankan dirinya, agar tidak memberikan jalan mudah untuk pria bermata hazel ini menyentuhnya.

Takut. Janet kembali ke masalalunya. Ingatan segarnya kembali seperti p bayangan hitam yang menakutinya. Bayangan yang berusaha melucuti pakaiannya.

"Tidakkk" Histeris Janet mendorong Sean, namun Sean malah dengan mudah menangkap kedua tangan mungil itu.

Mimik yang berganti sangat ketakutan, membuat Sean prihatin. Apakah ia trauma dengan apa yang terjadi di sel-nya, pikir Sean merasa jatuh kasian. Ia Menekan tangan Janet, menghentikan rontaanya.

"Tenang saja, aku tidak tertarik padamu. Hanya orang tidak normal jika masih memiliki nafsu terhadap perempuan gila. Lihat aku, apakah aku terlihat bejat dan nakal" Krtik Sean membangunkan Janet kembali ke nyata.

Bukan. Pria di depannya. Nyata bukan dia. Hampir saja ia telah mrlupakan mimpi buruknya. Mengapa kini malah kembali dengan cepat.

Janet bersikap tenang kemudian, segera berbalik membelakangi Sean. Meringkuk menjadi bola menghadap dinding putih.

"Tidurlah, aku benar tidak akan melakukan sesuatu " Lanjut Sean yang kemudian berbalik meringkung ke tempat yang berlawanan arah.

Janet mencengkram ujung sprei tempat tidur, menahan diri agar air matanya tidak jatuh. Tentu saja yang menjadi kebenciannya adalah ibu dan saudara tirinya, yang mengirim seorang yang mencoba memperkosanya, untung saja ayahnya menolongnya. Namun kini ayahnya telah mati, dikatakan bunuh diri, dan ia di sebut sebagai gadis gila yang traumatis karena kematian ayahnya.

Merasa suara isak yang berangsur-angsur terdengar samar-samar, sean berbalik menghadap punggung Janet. Tambut hitam panjangnya jatuh tidak terawat. Terlihat kering dan kusam, tanpa ia sadari Sean malah berandai-andai, jika gadis ini terlahir normal. Mungkin ia terlihat sangat cantik.

Suara samar tangisan makin terdengar jelas. Sean menjadi bingung, seakan menebak bahwa kegilaan gadis ini telah datang. Sean bahkan berani berspekulasi bahwa Janet traumatis terhadap pria, yang membuat gila dan terjebak di dalam rumah sakit yang sama.

Merasa Sesuatu yang salah. Sean turun dari tempat tidurnya, menaikan selimut Janet, dan kemudian menjatuhkan dirinya ke sofa keras yang terasa tidak nyaman.

"Tidurlah dengan tenang, aku di sini. Memilih tidur di sofa"

Janet diam. Hanya suasana hening kemudian membuat dirinya nyaman, dengkur halus terdengar dari arah sofa. Diam-diam Janet turun dari ranjangnya. Mendekat memastikan Sean tidur. Janet lega tampaknya pria ini tengah tertidur. Ia bisa pergi.

Bersiap pergi.

Sean yang hanya pura-pura tertidur, merasa sesoerang akan melangkah pergi, segera pergi menangkap pergelangan tangan Janet. Ia tidak ingin gadis ini pergi. Bagaimana ia membuka pintu.

Crazy LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang