Dua belas

156 35 5
                                    

“Kenalkan ini Johnny, teman aku, dia juga kerja di Freedomios,” kata Bara memperkenalkan seorang pria berambut pirang—karena dicat, kepada Kinan.

“Kinanti,” ucap Kinan memperkenalkan diri.

“Jadi ini yang buat kau jadi bucin? Cantik banget ya.”

Berdiri di antara teman-teman Bara membuat Kinan terintimidasi, beberapa kali ia melirik Bara karena saking kikuknya. Hari Setelah mati-matian mengerjakan UAS, Kinan langsung pergi dengan Bara. Laki-laki itu berjanji akan mengenalkannya dengan teman-teman Bara, Kinan tidak menyangka bahwa teman yang dimaksud oleh Bara adalah gerombolan laki-laki menyeramkan dengan tampang bak preman. Sebagian dari mereka bahkan terang-terangan mengerlingnya, membuat Kinan semakin tidak nyaman di sana.
Pikiran Kinan penuh dengan hal negatif setelah ia melihat satu persatu dari mereka tidak ada yang kelihatan manusia baik-baik.

Sejak tadi Kinan memerhatikan teman Bara yang bernama Doni, pria itu selalu buang muka setiap kali Kinan mendapatinya mencuri pandang padanya. Wajah Doni seperti familiar, Kinan merasa ia pernah bertemu dengannya tapi entah di mana.

“Mereka itu teman-teman aku sejak aku masih SMA, kami sama-sama nggak punya biaya untuk menyambung pendidikan, teman senasib,” suara Bara membuatnya kembali fokus.

“Tapi aku nggak pernah lihat mereka di Freedomios.”

“Hanya aku dan John yang kerja di sana, yang lainnya kerja serabutan, dan sebagian lainnya kerja yang penting dapat duit.”
Aku menatap sekeliling.

Tongkrongan mereka ini terdiri dari ruang tengah yang luas, satu dapur dan satu kamar mandi kecil yang bau. Asap rokok memenuhi ruangan, namun sepertinya mereka tidak terganggu dengan itu karena sudah biasa atau karena asapnya memang dari mereka. Beberapa dari sedang bermain kartu di depan, yang Kinan tidak tahu bermain judi atau hanya permainan biasa, mereka sering mengumpat kata-kata kotor yang membuat Kinan semakin tidak betah berada di sana.

“Kamu nggak nyaman, ya? Kita pergi aja?”

Kinan menggeleng, ia tidak ingin Bara merasa ia tidak menghargai teman-temannya. Walaupun sebenarnya ia sangat tidak nyaman di sana. Tempat itu begitu mengerikan berisi orang-orang yang mengerikan juga, jiwa curiganya mengatakan bahwa mereka adalah  para maling, copet, dan begal yang  berkumpul dalam satu tempat, batinnya berteriak keras agar ia pergi saja dari sana kalau tidak ingin hal-hal berbahaya menimpanya. Tapi Bara yang tampak santai saja di sana membuatnya tidak mungkin melakukan hal tersebut.

“Kalau kamu ngerasa nggak enak di sini bilang aja, kita bisa ke Freedomios aja,” ujar Bara melihat ekspresi wajah Kinan yang sangat tidak suka berada di sana.

“Elah bocah, kalau mau pacaran di belakang aja 'gih,” tukas seorang pria yang fokus menonton pertandingan badminton di TV tabung dengan antena kecil di atasnya, sepertinya ia terganggu dengan pertanyaan Bara padanya.

“Cewek kaya dia itu mana mau lama-lama tinggal di tempat kumuh kayak gini.” Suara seseorang yang sejak tadi bermain game online.

“Sepertinya teman-temanku membuatmu tidak nyaman, kalau begitu kita pergi saja.”

“Bukan begitu, Bara. Aku hanya tidak terbiasa aja.”

“Nggak papa kalau kamu nggak suka di sini. Bawa pergi aja, Bar,” John yang memang mudah membaca ekspresi.

Tidak bisa Kinan elak lagi, mereka akhirnya keluar dari tempat itu Kinan dapat mengembuskan napas lega, tapi juga merasa tidak enak.

•••

Dinginnya es, manisnya santan bercampur gula merah dan lembutnya cendol memenuhi mulut Kinan, mereka sekarang sedang duduk di samping penjual es dawet setelah berhasil keluar dari tongkrongan yang menurut Kinan sangat menyeramkan itu.

Predestinasi (Tamat✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang