Dua puluh enam

119 25 6
                                    

Kak Kirana mengajakku pergi ke sebuah tempat kecantikan, untuk melakukan facial treatment. Niatnya hanya Kak Kirana yang perawatan, tak tahunya aku tertarik. Jadilah wajah kami kini berbalut masker perpaduan madu dan bengkoang.

Semakin ke sini, Kak Kirana gencar melakukan berbagai perawatan wajah, kulit, dan bagian penting lainnya. Hal itu ia lakukan untuk tampil cantik di pernikahannya nanti. Mengingat sejak dulu ia tidak terlalu peduli dengan hal-hal seperti itu, dan sangat jarang melakukan perawatan kecantikan, Kak Kirana sadar bahwa tampangnya harus mulai ia rawat, setidaknya untuk acara ini saja.

"Kata mama, kemarin ada pria dateng ke rumah mau ngajak kamu jalan-jalan. Dia siapa, Kinanti?"

Aku mendadak menoleh, membuat mbak-mbak yang tengah memijat wajahku berhenti. Kenapa Kak Kirana harus bahas ini sekarang? Aku kembali pada posisi semula dan membiarkan si mbak melanjutkan pekerjaannya.

"Enggak siapa-siapa, cuma teman kantor," jawabku berusaha kalem.

"Teman kantor? Yang mana? Kakak penasaran siapa cowok yang suka sama kamu sampai nekat datang ke rumah. Pacar kamu, ya?"

"Bukan pacar, Kak. Cuma temen."

"Terserah, deh. Namanya siapa? Kakak mau stalk sosmednya. Kalau ganteng Kakak dukung deh, hehe," ujar Kak Kirana diakhiri dengan kekehan.

Aku menelan ludah susah payah. Aku tidak mungkin memberitahu bahwa yang datang adalah Bara, orang yang dulu pernah dilarang Kakak untuk kudekati. Tapi kalau pun berbohong, cepat atau lambat pasti akan terbongkar, karena Kak Kirana punya mata-mata di kantor. Selepas aku dan Rayhan tidak lagi selalu bersama, Kak Kirana malah menjadikan temannya yang satu perusahaan denganku untuk mengawasi aku di sana.

Si mbak berkata bahwa kami akan segera masuk tahap akhir, dan itu membuat aku cukup lega karena berkat si mbak Kak Kirana tidak lagi melanjutkan obrolan kami. Kami mulai fokus untuk bagian ini.

Dua puluh menit kemudian kami telah selesai melakukan perawatan. Aku memainkan ponsel selagi Kak Kirana menyelesaikan pembayaran.

Sebuah notifikasi line dari Rayhan mencuri perhatianku. Tumben sekali ia mengirim pesan dari aplikasi itu, biasanya selalu pakai WhatsApp. Kubuka pesannya yang berisi sebaris kalimat berbunyi akan menjemputku lima menit lagi.

"Kinan, kamu pulang bareng Ray, ya. Aku ada urusan sama Neon," ujar Kirana sembari menyimpan struk pembayaran ke tasnya.

"Pantesan Rayhan nge-chat aku bilang dateng lima menit lagi. Ya udah nggak papa kak, selamat berpacaran sebelum nanti resmi jadi suami istri."

Kak Kirana hanya terkekeh lalu pamit pergi duluan. Setelahnya aku pun mendudukkan diri di kursi tunggu, yang berada tak jauh dari pintu masuk. Aku malas bila harus menunggu di luar dan berpanasan di tengah terik matahari siang.

Seperti kata Rayhan, ia datang lima menit setelah kepergian Kak Kirana. Aku pun segera keluar dan menghampiri mobil Rayhan.
Begitu membuka pintu, aku di sambut oleh sebuah buket mawar merah.

"Untukmu," kata Rayhan menyerah buket itu padaku setelah aku duduk di sampingnya.

"Dalam rangka apa?" Kucium mawar merah itu, wangi khas bunga lambang cinta itu membuatku tersenyum lebar.

"Pendekatan, supaya kau nerima cinta aku."

Aku mengerenyit, merasa aneh dengan sikap Rayhan. Aku mengerti ia masih dalam tahap mendekatiku. Tapi ayolah, perubahan sikapnya ini masih terlalu aneh buatku. Rayhan sahabatku, laki-laki yang sudah banyak mengetahui aibku ini sedang mendekati aku, jiwaku masih belum menerima kenyataan.

"Good luck, semoga berhasil. Tapi aku lebih suka dikasih makanan dari pada bunga, lho."

"Besok aku bawakan makanan deh. Tapi setahuku kebanyakan cewek tuh sukanya bunga."

Di persimpangan jalan, Rayhan tidak membawaku ke arah yang seharusnya. Aku baru saja ingin bertanya namun Rayhan lebih dulu menginterupsi dan mengatakan bahwa kami akan ke suatu tempat yang sudah ia persiapkan.

•••

Aku ternganga melihat pemandangan di depanku. Sebuah restoran mewah sudah dibooking Rayhan, sehingga tidak ada satu pun pelanggan. Sebuah meja dengan lilin di atasnya menjadi perhatianku, meja itu sudah di hias sedemikian rupa sehingga nampak cantik di mataku.

Rayhan membawaku untuk duduk di sana, ia menarikan kursi ketika aku hendak duduk. Menerima perlakuan seperti itu, lagi-lagi aku merasa aneh. Suara menjadi semakin kaku ketika para musik klasik mengalun lembut.

"Ray, nggak kayak gini juga."

"Kenapa? Kurang romantis ya? Padahal di film-film katanya suasana seperti ini sangat romantis."

"Bukan itu maksud aku. Aku hanya mikir kalau nanti kita jadi pacaran, aku takut hubungan kita bakalan berubah seandainya kita putus nanti." Aku mulai melancarkan aksi mencari alasan untuk menolaknya secara halus.

"Kau tahu, aku bisa betah jadi sahabatmu bertahun-tahun. Lalu apa yang membuat aku akan menyerah dalam hubungan pacaran denganmu. Kita tidak akan putus."

"Seandainya putus gimana?"

"Maka kita akan kembali bersahabat lagi. Aku janji."

Aku menggigit bibir bawahku, kenapa dia malah sesulit itu untuk digoyahkan? Selama menunggu pelayan membawa menu utama aku memikirkan cara lain agar Rayhan membatalkan keinginan untuk menjadikan aku pacarnya.

"Kalau ternyata aku bukan tipemu gimana? Kau bakalan ilfeel denganku. Kau juga belum tahu sebanyak apa sifat burukku."

"Itu fungsinya PDKT, Kinan. Lagi pula sifat burukmu yang mana yang belum kuketahui?"

Iya juga, Rayhan telah mengetahui banyak hal tentang diriku. Jadi, tidak banyak yang akan perlu ia pahami.

"Kau memikirkan apa Kinan? Kau belum menyentuh makananmu. Kita sedang lunch, sekaligus ngedate pertama. Kau tidak akan menghabiskan waktu dengan melamun 'kan?"

Sisa waktu kami habiskan dengan perbincangan kaku, tidak seperti biasanya yang selalu meriah. Bukan karena apa, bagiku sahabat berubah jadi pacar itu terlalu rumit untuk di cerna. Lagi pula di sisi lain, aku menyukai pria lain, dan masih sangat mencintainya.

Bara. Apa yang sedang pria itu lakukan sekarang? Usaha apa yang tengah ia kerjakan untuk melayakkan diri di depan orang tuaku. Menurut penuturannya kemarin, ia bekerja sebagai supir seorang pejabat. Mengetahuinya, aku senang. Berarti ia adalah pria baik-baik, tidak seperti yang dituduhkan Rayhan. Juga aku tidak perlu menepati janjiku kemarin pada Rayhan.

Seandainya aku dan Rayhan bukan tidak sahabatan, seandainya aku tidak menyukai Bara. Ngedate ini akan menjadi sangat romantis, tapi aku malah merasa hambar.

[]

Predestinasi (Tamat✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang