“Kenapa kak Retno tidak mengatakannya padaku?” tanya Ningsih dengan suara lirih.
“Mengatakan apa?" tanyaku balik. "...gua aja gak tau lu sedang ngomongin apa…!” ucapku kembali, yang saat ini berhenti tepat di hadapannya, namun dia membelakangi ku.
Ketika aku berhenti di hadapannya, dia langsung menangis. Aku tak tau, apa yang dia katakan. Namun aku mencurigai, kalau dirinya bertemu dengan ayahnya.
“Apa dia udah ngeliat bokapnya?” gumamku dalam hati.
“Aku membicarakan ayahku yang menghilang untuk mencari bahan makanan untukku dan dia.”
Apa yang aku duga, ternyata benar. Ningsih sudah bertemu dengan ayahnya di luar dinding ini. "A... Apa lu gak salah liat?”
Dia tidak menjawab pertanyaan dariku dan dia masih membelakangi ku. Tidak menghadap kepadaku.
“Kenapa hawa disini tidak mengenakan?" ucapku dalam hati yang merasakan perasaan tidak enak di sekitar sini.
Bukan hanya sikap Ningsih saja yang tetap membelakangi ku, tapi ada yang membahayakan disekitar sini. "Ada yang tidak beres disini” pikirku dalam hati.
Makin lama di sini, semakin perasaan ku tidak enak. Aku harus mengajak Ningsih untuk pergi dari sini secepatnya. "Ningsih, ayo! Kita harus pergi dari sini..."
Dia tetap membelakangi ku di tambah saat ini dia menangis sesenggukan. Aku merasa kesal karena tidak didengarkan. Karena aku merasa kesal, aku langsung membalikkan badannya dan menghadapkan dia kearah ku.
"Lu kenapa sih Nings...."
Oh tidak... Ternyata banyak darah yang menempel di depan bajunya. Seketika, aku kaget tak percaya melihat keadaannya saat ini.
Aku berpikir bahwa darah itu miliknya Ningsih, pasti dia tergigit oleh salah satu dari mereka
“Ningsih... Badan lu kenapa banyak darah? Mungkinkah darah itu...”
“Ini bukan punya ku... Huhu...," jawabnya sembari nangis sesenggukan.
"La... Lalu?" tanyaku kembali.
"Ini milik ayah....”
Apa? Ternyata darah itu milik ayahnya. Apakah dia melawan ayahnya sendiri, ketika kami berdua berpisah tadi?
“Hah? Ja... Jadi, ini adalah darah bokap lu? Lalu, lu udah tau kalo ayah lu u... Udah berubah?”
Ningsih, hanya bisa menganggukan kepalanya saja dan tetap menangis.
Aku tak percaya, ternyata dia bisa membela dirinya sendiri walaupun dia harus melawan ayahnya sendiri. Tidak, sekarang, paman sudah bukan ayahnya lagi. Dia sudah beda dengan kami.
Kemudian, aku mendekatinya. Lalu aku mengusap dengan ibu jariku di kedua matanya yang saat ini masih berlinang air mata.
Aku tau, kalau ini adalah ujian yang sangat berat baginya. Namun, tak ada cara lain selain melawan yang terinfeksi untuk tetap bertahan hidup. Bukankah, itu yang namanya membela diri sendiri?
“Lalu, lu ngelukain dimana?” tanyaku dengan tetap mengusap air matanya yang terus mengalir.
“Pas aku dan kak Retno berpisah, aku hampir sampai pada mobil yang terpakir itu,” ujar Ningsih.
“Namun ternyata ada salah satu dari mereka yang masih mengejar ku. Aku langsung panik, dan tidak tau apa yang harus aku lakukan. Setelah aku mengingat perkataan kakak, kelemahan dari mereka itu berada pada otak kecilnya, aku langsung menancapkan pisau milik kakak ini kearahnya,” lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Virus Injection Blood [END] ✓
Science FictionMenceritakan Retno beserta kedua teman ceweknya, Mawar dan Melati, mencari cara untuk bisa ke tempat perlindungan yang terbesar di daerah Jakarta, GBK (Gelora Bung Karno). Sebelumnya, Retno yang terjebak di ruang UKS sendirian dan terkunci dari luar...