“Kenapa ayah gak langsung ngomong sih?" tanyaku yang saat ini menurunkan Melati dan meletakkannya di lantai dengan meletakkan tas di sandaran kepalanya.
"Lebih baik, ayah menurunkan Mawar di samping Melati...." perintahku untuk ayah agar menurunkan Mawar dari gendongannya dan membaringkannya di samping Melati.
"Kita harus mengentikan pendarahannya.”
Lalu, aku mengeluarkan sebuah perban dan membersihkan luka tersebut dengan sedikit alkohol yang aku ambil dari tas tadi. Kemudian aku membungkus lukanya dengan perban yang baru dan berharap semoga tidak ada virus yang bertahan.
Setelah mengobati luka ayah, aku beristirahat sejenak dengan menyandarkan tubuhku di tembok dekat Mawar. Sesekali aku melihat Mawar dan juga melirik Melati dengan perasaan bersyukur bisa menyelamatkan mereka.
Walaupun tadi harus melawan Melati, tapi itu tidak aku pikirkan lagi.
Perlahan-lahan Mawar membuka matanya. Mawar yang baru saja siuman dari pingsannya, memegang kepalanya sembari mengadu kesakitan di kepalanya.
Terasa sudah mendingan, dia menoleh ke kanan dan ke kiri dengan raut wajah kebingungan.
"Kenapa aku bisa disini?"
Pasti itulah yang tergambar di pikirannya saat ini. Dengan menoleh ke arahku, aku bisa mengerti apa yang akan dia tanyakan tadi.
"Selaw, kita sekarang aman."
Mendengar aku mengatakan keadaan kami saat ini aman, membuatnya dia bernafas lega.
Lalu dia melihat ke ayah yang sedang beristirahat itu dengan tanda tanya dan mengarahkan pandangannya kepadaku. "Siapa dia, no?"
Sepertinya dia terkena amnesia ringan, sehingga dia melupakan ayah yang pernah menolongnya untuk membebaskan ku dan Melati. "Dia ayah gua...”
Dia menganggukan kepalanya. Kemudian Mawar menoleh ke arah luka ayah yang sudah aku perban tadi. Dia terkejut karena perban yang sudah ku balut, ternyata darahnya keluar. Apalagi darah yang keluar itu berwarna merah agak kehitaman-hitaman.
“Eh itu bukannya darah orang yang udah terinfeksi?”
“Haha iya nak Mawar saya sepertinya sudah hampir terinfeksi...” ujar ayah dengan tertawa.
“Eh om kenapa om masih tenang-tenang saja?"
“Terus saya harus gimana nak Mawar? Kalo saya panik sama aja saya akan berubah juga.”
Mungkin ayah benar. Jika kita panik, persoalan tidak akan selesai. Yang perlu kita lakukan adalah tetap tenang dan mencari obat anti virus itu.
Mungkin kalau kita ketempat Gerald jatuh tadi, dia masih menyimpan obat itu. Walaupun aku tidak tau keadaannya sekarang, itu tidak aku pedulikan lagi. Karena hubungan aku dan dia sudah selesai.
“Ayo ayah, kita harus mencari obat anti virus nya!” ajak ku yang bangun dari duduk, lalu aku mengambil Melati dan menggendongnya di belakang.
“Maksud kamu obat ini?"
Aku terkejut setelah melihat objek yang ayah tunjukkan. Bukankah itu adalah obat anti virus yang Gerald punya? Kenapa bisa ada di ayah?
“Ke... Kenapa bisa ada di ayah?"
Lalu ayah menjelaskan kenapa obat itu bisa ada di dia. Mulai dari dia menyadari perihal obat di saku jaket milik Gerald sampai dia mencurinya dari Gerald sewaktu bertarung tadi.
"Ohh gitu, kenapa ayah gak langsung pakai saja? Cepat ayah suntikan obat itu ke diri ayah."
Ayah menggelengkan kepalanya. “Gak usah, mending ini kamu simpen saja.” ujarnya sembari memberikan obat itu kepadaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Virus Injection Blood [END] ✓
Science FictionMenceritakan Retno beserta kedua teman ceweknya, Mawar dan Melati, mencari cara untuk bisa ke tempat perlindungan yang terbesar di daerah Jakarta, GBK (Gelora Bung Karno). Sebelumnya, Retno yang terjebak di ruang UKS sendirian dan terkunci dari luar...