Bangkitnya Kekuatan

111 19 6
                                    

Setelah aku mengobati mereka berdua, aku pergi ke lantai atas untuk memantau di luar sekolah. Kenapa aku pergi ke atas? Karena dengan pergi ke tempat yang lebih tinggi, jarak pandang atau radius pemantauan jadi lebih luas.

Tidak lupa, busur panah dan sebuah katana yang selalu aku bawa. Aku jadi teringat ketika aku menemukan kedua senjata ini di ruang budaya Jepang.

Kenapa aku bisa tau di ruang budaya Jepang menyimpan kedua senjata berbahaya ini? Karena berkat selembar kertas sewaktu aku membuka pintu lama di ruang tata boga.

Di kertas itu tertulis senjata rahasia yang ada di sekolahan ini. Dan disana tertulis juga busur panah yang bisa dilipat dan sebuah pedang dari Jepang, yaitu katana.

"Lucky!" Gumamku yang mengingat kedua senjata ini kuambil dari ruang budaya Jepang.

***

Tanpa terasa, aku sudah berada di tempat paling atas dari bangunan sekolahan. Tempat untuk menaruh panel surya yang sekarang sudah rusak. Karena sekarang sudah rusak, aku harus memindahkan panel surya ini dalam satu tempat. Entah berat atau tidak, nyatanya seminggu yang lalu aku dapat mengangkat panel surya ini dengan enteng dan cepat. Sehingga terdapat ruang untukku untuk memantau di sekeliling sekolahan.

Hari ini, angin sepoi-sepoi menerjang rambutku yang basah karena keringat. Bagaimana tidak, aku harus naik lima lantai untuk bisa datang ke sini.

Untungnya demam Mawar dan Melati sudah sedikit menurun dibandingkan dengan waktu aku menemukan mereka berdua tergelatak di lantai UKS. Aku merasa sudah sedikit tenang, dan aku harus melaksanakan tugasku memantau daerah di luar sekolah.

Ku ambil busur panah yang sedari tadi aku sangkutkan di pundakku. Walaupun busur panah ini bisa dilipat, aku tetap saja menyangkutkan busur ini di pundakku layaknya di film pemanah profesional. Tidak lupa, tempat anak panah yang sudah ku isi secara penuh anak panahnya aku bawa dan aku sangkutan di pundakku juga.

Aku mengambil satu anak panah yang berada di belakangku. Kemudian aku mengeker targetku yang sekitar lima puluh meter ke bawah, yaitu gerbang sekolah.

Berkat kaca pembesar yang ada diteropong, aku ambil kaca tersebut dan aku pasang di tengah busur panah. Sehingga membuatku bisa melihat target dengan radius sekitar dua puluh meter.

Aku mencoba untuk memantau keadaan di gerbang dari atas sini. Salah satu mataku yaitu mata kiri, aku tutup dan mata kananku terus mengamati objek yang berada didepan dengan bantuan kaca pembesar ini.

Namun naas, aku terlalu ceroboh untuk memakai kaca teropong ini. Kaca tersebut terjatuh karena aku tidak sengaja menyenggolnya dengan sudut tumpukan panel Surya yang aku susun kembali sebagai penopang tanganku untuk mengeker.

"Sial!" umpatku yang kesal dengan sikap bodohku ini. Bagaimana aku bisa memantau dari atas sementara alat bantunya tidak ada? Itu adalah mustahil.

Terpaksa aku harus segera pergi dari sini untuk memeriksa kembali gerbang sekolah secara langsung.

Tapi, kenapa mata kananku kerasa sakit lagi? Apa karena aku terlalu lama membuka mata kanan ini, sehingga mata kananku menjadi lelah?

"Please! Jangan sekarang sakitnya," gumamku sembari menaruh telapak tangan kananku ke mata kanan yang terasa sakit ini.

Aku terus berusaha untuk menekan rasa sakit mataku ini. Beberapa menit kemudian, setelah aku memijat-mijat area bola mata dan area pelipis mata kananku, akhirnya rasa sakitnya mulai menghilang.

"Alhamdulillah, akhirnya reda jug--"

Aku terkejut, melihat dari arah Timur ada dua orang yang berada di dalam mobil dan mereka terjebak kepungan para zombie. Ada tujuh zombie yang mengepung mereka. Dua di kanan, kiri, belakang dan satunya berada didepan mobil itu. Aku harus membantu mereka dari sini.

Virus Injection Blood [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang