A... Ayah?

79 18 1
                                    

"Sial...!”
 
Tanpa sengaja, aku menendang gelas kaca di lantai. Entah dari mana gelas itu. Aku tidak melihat benda itu tadi.

Mungkin karena fokus pada zombie tadi, sehingga aku tidak memerhatikan sekelilingku.

Tatapan tajam mereka, mengarah kepadaku yang sedang gelisah dengan keadaan ini. Aku tidak tau lagi harus melakukan apa. Aku hanya bisa terus mengamati mereka yang sedang berlari untuk segera menerkam tubuhku.

"5... 10... 15... 20... Sial, mereka terlalu banyak!"

Aku hanya bisa melawan mereka sepuluh sampai lima belas zombie saja. Sedangkan mereka yang mengarah kemari, berjumlah lebih dari dua puluhan.

Untuk melarikan diri dari mereka, terasa sangat sulit sekali. Karena mereka menutupi jalan keluarnya. Mau tidak mau, aku harus menerobos dan mengalahkan mereka sebanyak-banyaknya, sampai aku keluar dari ruangan ini.

"Hiyat...!"

Aku menerjang ke arah mereka. Dengan keras, aku menghantam zombie bagian terdepan hingga mereka terpental jauh.

Satu-persatu mereka tumbang dikepalan tangan ini. Mereka yang sudah mendekati tubuhku, aku hajar mereka dengan kekuatan penuh ku ini.

*Burgh... Burgh...*

Suara pukulan ku sampai terdengar saking kuatnya. Karena aku sudah tau kalau aku bisa menghajar mereka dengan kekuatanku yang tak biasa ini.
           
Setelah aku melawan lebih dari lima belas zombie, ternyata di belakang mereka masih ada lagi dan tenaga ku sudah terkuras habis.

“Hah… Hah… gu... a udah gak... Sanggup... Lagi..." ucapku yang mulai terengah-engah dan terus menerus menghajar para zombie itu.

*Trang!*

Tiba-tiba dari arah langit ruangan itu, terdengar suara pecahan kaca. Benar saja, suara tersebut adalah suara kaca yang terpecah.

Untungnya aku langsung mundur dari area itu, sehingga aku terhindar dari pecahan kaca yang jatuh. Para zombie yang ada di area itu, terkena serpihan kaca itu di kepala hingga tubuh mereka. Dari serpihan kaca itu banyak yang tumbang para zombie itu.

Di sisi yang sama, ada seorang pria dari atas ruangan ini langsung menghajar mereka semua tanpa ampun. Kekuatannya setara denganku bahkan aku rasa kekuatannya itu sudah melebihiku.

"Mungkinkah, dia yang melakukan ini?" gumamku yang sedang memerhatikan pria itu.

Aku takjub melihat pemandangan yang ada di hadapanku ini. Sisa zombie yang masih berdiri dan menyerang pria itu, bertumbangan satu-persatu hingga habis.
Apakah dia sama denganku yang kuat dari serum antivirus ini?

Beberapa menit kemudian, setelah pria itu menghabisi zombie itu dengan tangan kosong, dia menoleh sedikit kebelakang.

“Kamu gak papa Retno?"

Suara ini? Bukankah suara yang pernah aku dengar dan sangat familiar sekali di kehidupan ku.

“Ayah?"

Setelah aku menebak pria itu, dia langsung membalikkan seluruh tubuhnya. Ternyata benar, pria itu adalah ayahku.

Aku berlari ke arahnya dan memeluknya. Saking bahagianya bisa bertemu dengannya selama masa kritis ini, tak terasa air mataku jatuh membasahi pipiku.

Dia membalas ku dengan pelukan juga dan sesering kali mengusap rambutku. Inilah yang membuatku merasakan kedamaian atas kegelisahan ku tadi.

Aku tak perduli dengan ucapan orang yang mengejekku seperti anak papi, atau yang lainnya. Salah satu keinginanku sejak dulu sudah tercapai, yaitu bertemu dengan ayahku yang tidak pernah pulang selama dua tahunan akibat pekerjaannya.

Virus Injection Blood [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang