Insecure

339 54 13
                                    

She and her insecurity

Aku berulang-kali mengatakan padanya jika ia tetap cantik di mataku. Tak ada satupun yang bisa mengubah perasaanku padanya. Meskipun ia selalu mengatakan jika dirinya banyak berubah. Sudah tak lagi seperti dulu.

"Sepertinya aku harus membeli celana satu ukuran lebih besar dari kemarin."

Hampir setiap hari ia mengatakan itu. Aku jadi lelah sendiri mendengarnya. Padahal dia penglihatanku, tak ada yang berubah dari dirinya. Serius, dia masih sama cantiknya seperti saat kami belum menikah dan belum memiliki anak.

"Mama tidak makan malam bersama kami?"

Aku tahu, putra kami kadang ikut mengkhawatirkan keadaan ibunya. Dia sekarang lebih menahan keinginannya untuk makan. Padahal aku yakin dia sudah sangat lapar.

Hari ini, dia hanya makan siang setengah piring nasi dengan sayur-sayuran dan telur rebus. Tanpa sarapan ataupun makan malam. Jika lapar, ia lebih memilih untuk mengganjalnya dengan air putih.

"Eun, jangan siksa dirimu seperti itu." Aku berusaha mengambil tempat makannya yang setia teretelungkup diatas meja. Tidak tersentuh apapun. "Makanlah! Jika kau tak makan, kau akan jatuh sakit."

Tapi dia menggeleng sambil tersenyum kecil. "Aku tak lapar."

Begitu terus.

Ketika tengah malam, ia tak akan bisa tidur dengan nyenyak. Dia akan terus bergerak. Kadang samar-samar aku bisa mendengarnya meringis kecil sambil memegangi perutnya lalu mengambil segelas air putih yang selalu ia siapkan di nakas sebelah tempat tidur sebelum menghabiskannya dalam beberapa tegukan.

Aku tahu dia lapar. Setiap aku terbangun karena tak tega melihatnya seperti itu, aku selalu mengajaknya untuk pergi ke dapur. Mencari apapun yang bisa kuberikan padanya.

"Mau kemana Mark?"

"Dapur."

"Untuk apa?"

"Kau kelaparan, Eun. Ayo makan!"

Dengan cepat ia akan menarik tangannya dari genggamanku. Memasang wajah cemberut lalu menolak keras ideku itu.

"Ku bilang aku tak lapar. Kenapa kau keras kepala sekali?"

Siapa sebenarnya yang keras kepala disini? Dia sendiri egois. Tidak hanya padaku, tapi pada tubuhnya sendiri. Aku tak mungkin membiarkannya jatuh sakit karena tak makan kan? Apa kata orang jika itu terjadi? Mereka akan mengataiku suami tak bertanggung jawab.

Tapi bukan hanya itu. Yang utama dalam pikiranku adalah, aku tak mau melihatnya jatuh sakit. Aku tak mau melihat wajahnya berubah pucat pasi dengan bibir yang tak lagi merah cantik. Aku tak ingin melihatnya lelah dan hanya bisa terbaring di tempat tidur.

Aku ingin Koeunku selalu sehat.

Bukankah kata orang, sehat itu mahal?

"Sayang, tolong dengarkan aku kali ini saja!" Kami masih berdiri diambang pintu dapur dan jam menunjukan pukul 1 dini hari. Putra kami pasti tengah tertidur pulas di kamarnya. "Aku mohon kau jangan egois seperti itu, jangan sakiti dirimu sendiri. Jangan siksa dirimu sendiri. Kau butuh makanan, Eun."

Wajahnya kadang kala akan berubah murung mendengarku berkata seperti itu. Ia akan menatapku dengan sepasang mata besarnya yang nampak sendu. Tak lagi berbinar seperti dulu.

"Tapi Mark, kalau aku makan malam maka aku--"

"Apa? Kau akan gemuk? Astaga Eun, kenapa kau harus berpikiran seperti itu?"

Bagiku, tak ada yang paling menyakitkan ketika melihat orang yang kau cintai kehilangan kepercayaan dirinya. Kemana Koeun yang aku kenal? Istriku ini adalah orang paling percaya diri yang pernah ada.

WHAT IF? (mark + koeun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang